Chereads / Love My Enemy / Chapter 7 - Penindasan

Chapter 7 - Penindasan

Langkah Daniel berbalut emosi menuju mobil yang sudah menunggu di halaman lobby.

Sopir membukakan pintu samping. "Silakan, Sir."

Di dalam mobil sudah ada Aiden, orang kepercayaan Daniel. Daniel duduk di sebelahnya. "Atur penerbangan ke Italia besok pagi."

Mengernyit. "Besok kan masih ada pertemuan dengan, Mr. Justin."

"Jadwalkan ulang."

"Apa ini ada hubungannya dengan, Miss Hitson?"

"Jangan membicarakannya di depan ku, Aiden." Aku muak mendengarnya.

Aiden terdiam.

"Jalan." Perintah Daniel pada sopir supaya mengantarkan mereka ke hotel tempat mereka menginap.

--

Lilia merasa bosan seharian ini tidak di izinkan keluar kamar. "Seenaknya saja dia menahanku di sini. Dia pikir aku tahanan, hah." Melebarkan langkah menuju pintu. Sial, pintu terkunci dari luar.

Menggedor-gedor pintu. "Buka!"

Pintu terbuka sempurna.

Salah satu bodyguard tersenyum padanya. "Apakah Anda membutuhkan sesuatu, Miss?"

Lilia tidak menjawab. Ia sibuk mengawasi para bodyguard berjumlah 5 orang berjaga di depan pintu.

"Bawa Anak buahmu pergi."

"Sorry, Miss. Kami di sini, atas perintah langsung dari, Mr. Jace."

"Memuakkan." Mendorong lelaki tersebut. Belum selangkah pergelangan tangan sudah di cekal. "Miss, Anda mau ke mana?"

Pandangan Lilia jatuh ke tangan kekar yang melingkari pergelangan tangannya. Lelaki tersebut langsung membungkuk. "Saya tidak bermaksud lancang. Maafkan sa-"

Menghadap tepat ke lelaki tersebut. "Tentunya kau tahu kan hukuman apa yang menantimu dari Jace Montana karena kelancanganmu ini." Ancam Lilia bersuara datar.

"Ampuni saya, Miss." Mohon lelaki tersebut dengan pandangan menunduk.

"Cukup mudah." Tersenyum menyeringai. "Perintahkan Anak buahmu supaya meninggalkan kamarku."

Mendongakkan wajah. "Sesuai perintah dari, Mr. Jace. Mereka harus berada di sini, memastikan Anda tidak meninggalkan kamar sampai Tuan kembali."

"Beraninya kau melawan perintahku." Bentak Lilia.

"Perintah Anda sama mutlaknya, akan tetapi saya tidak berani melawan perintah Tuan."

Plak.

Lelaki tersebut membelai pipi sebelah kiri yang terasa panas sekaligus perih.

"Ada apa ini?"

Menoleh ke arah sumber suara. "Bagus kau datang, Jeff. Perintahkan kepada mereka supaya pergi."

Jeff, selalu orang kepercayaan Jace. Tentunya dia paham bahwa para bodyguard tersebut di perintahkan untuk menjaga Lilia.

"Akhir-akhir ini suasana hati Mr. Jace sedang buruk. Sebaiknya Anda tidak memancing amarahnya." Dia memberi saran pada Lilia.

"Berani sekali kau mengatur ku, Jeff. Apakah kau sudah bosan bekerja pada Jace, hah?" Dada Lilia naik turun menahan letupan emosi.

"Mr. Jace, masih sangat marah pada Anda. Sebaiknya Anda-"

"Cukup." Potong Lilia.

Kali ini, ia benar-benar marah. Ingin rasanya mengamuk saja.

Kemarahanmu ini sama sekali tidak beralasan, Jace. Secara terang – terangan kau menjelaskan tidak ada cinta di antara kita. Kenapa kau harus mengambil sikap seperti ini? Kau memperlakukanku layaknya tawanan.

Tidak mau mendengarkan saran dari Jeff, Lilia memberontak. "Minggir!"

Namun, tidak satu pun bodyguard tunduk pada perintahnya. Mereka semua hanya tunduk pada perintah Tuan mereka, Jace Montana.

"Kalian mengabaikan perintahku, hah? Minggir!" Bentak Lilia.

Jeff menggeram. "Sebaiknya masuk kembali ke kamar Anda, Miss Hitson."

"Berani sekali kau melawan perintah Lilia DC.Hitson. Apakah kau sudah bosan hidup, hah?"

"Maafkan saya, Miss. Saya hanya menjalankan perintah dari, Mr. Jace."

"DI MANA TUAN MU ITU? KATAKAN!"

"Ada apa mencariku?" Kedatangan Jace yang secara tiba – tiba membuat semuanya tersentak. Jeff dan para bodyguard membungkuk hormat. Namun, hal tersebut tidak berlaku bagi Lilia. Ia mendongakkan wajahnya menantang.

Jace tidak suka wanita pemberontak. Dengan kasar mendorong Lilia masuk lalu membanting keras pintu di belakangnya.

"Aku tidak suka kau menentangku, Lilia." Geramnya berselimut tatapan menajam.

"Kenapa aku harus tunduk pada perintahmu, hah?"

"Kurang ajar."

Plakk.

Tubuh Lilia terhuyung ke lantai.

"Apa ini yang Daniel ajarkan padamu, hah? Dia meracuni pikiranmu supaya menentangku?"

"Tidak. Hanya saja aku sadar bahwa aku tidak perlu tunduk pada siapa pun termasuk kau, Jace. Aku, Putri Mr. Hitson, tidak mau lagi tunduk pada siapa pun kecuali-"

Memicing pada Lilia, menuntut penjelasan dengan segera.

"Kurasa tanpa menjelaskannya. Kau sudah tahu jawabannya."

"Katakan."

Lilia memilih bungkam.

"Cepat katakan!"

Tanpa takut sedikit pun, Lilia mendongakkan wajahnya menantang dengan sorot mata tak kalah nyalang. "Lilia DC.Histon, tunduk pada lelaki yang menghormati cinta. Artinya hanya ada aku dan dia. Tanpa hadirnya orang ketiga."

"Cinta-" Garis bibir membentuk senyum smirk. "Omong kosong."

"Kau tidak bisa memberikanku cinta, kan?" Matanya menahan mata Jace. "Kalau begitu jangan menahanku untuk tetap berada di sisimu."

"Jika yang kau harapkan hanya cinta tulus seorang lelaki, seharusnya kau tidak mengharapkan imbal balik, Lilia. Lihatlah dirimu." Merapatkan tubuhnya. Wajahnya mendekat ke telinga Lilia hingga Lilia dapat merasakan napas hangat menggelitik permukaan kulit. "Yang kau harapkan bukan cinta, tapi harta."

Lilia terluka meskipun yang Jace katakan adalah benar. "Apakah kau sadar bahwa yang kau katakan ini sangat menyakitiku." Memukul-mukul dadanya sendiri.

"Jika yang kukatakan ini salah seharusnya kau tak perlu merasa tersakiti. Sayangnya, hal itu benar, kan? Untuk itulah, kau merasa tersakiti oleh perkataanku."

"Itu tidak benar."

"Tidak ada gunanya menyangkal."

"Karena yang kau katakan adalah salah."

Tersenyum sinis. "Terlihat jelas di matamu. Kau tidak mencintaiku, tapi mencintai hartaku."

"Di awal hubungan ini terjalin. Kau sendiri yang menegaskan bahwa tidak ada cinta di antara kita. Sekarang, kau mulai membawa – bawa yang namanya cinta. Kenapa, hah? Apakah kau mulai mencintaiku, Jace Montana?"

Jace tidak suka berbicara tentang cinta. Sorot matanya menggelap, sebelah tangan mengayun di udara. Kurang 1 cm lagi membelai pipi Lilia. Dia mengurungkannya lalu meninjukannya ke dinding.

"Dulu kau tidak pernah menyakitiku, Jace. Semenjak pertemuanmu dengan wanita misterius itu. Kau berubah."

"Kau tahu betul, aku tidak suka milikku di sentuh pria lain. Kau dengan sengaja menjual dirimu pada, Michael Qisling. Menjijikkan."

"Bukan aku yang menjijikkan, tapi wanita misterius itulah yang menjijikkan. Dia tak lebih dari wanita murahan. Menjadi benalu di dalam hubungan kita."

"TUTUP MULUTMU, LILIA!" Dadanya bergemuruh hebat amber nya di sebut – sebut sebagai wanita murahan.

"Kalau begitu sebutan apa yang pantas untuk wanita yang hadir di tengah hubungan kita, hah?"

"Dengarkan aku, Miss Hitson. Kita tidak sedang menjalin hubungan. Kita hanya sebatas partner," ucapnya sembari mengangkat sudut bibirnya dengan tatapan mencemooh. "Biar kuperjelas. Aku Tuan-mu dan kau pelayanku."

"Aku bukan pelayanmu tapi wanitamu." Bantah Lilia.

"Oh, no, no, no. Kau bukan wanitaku, Lilia. Sepertinya kau harus membaca ulang surat perjanjian kita. Di sana tertulis dengan sangat jelas posisimu yang sebenarnya dan sebutan pelayan lebih layak dari pada-"

"Cukup!" Dada Lilia naik turun menahan emosi. Hubungannya dengan Jace semakin hari semakin memburuk. Semakin ia melawan, Jace semakin kejam memperlakukannya. Hal ini tidak bisa di biarkan.

Lilia memutuskan tunduk pada perintahnya. Toh, ia lah yang akan jadi pemenang nantinya, bukan wanita sialan itu. Lagipula untuk apa mempermasalahkan wanita yang Jace saja belum tahu namanya.

"Sudah ingat semuanya, Miss Hitson?" Tanyanya dengan angkuh. Sebelah kaki menyilang, kedua tangan merentang di sandaran sofa.

"Baiklah, sepertinya aku harus mengingatkanmu kembali mengenai posisimu yang sebenarnya." Beranjak dari duduknya.

"Kau tidak bisa lagi melakukan kekejaman padaku, Jace. Detik ini juga aku memutuskan hubungan denganmu."

Jace memutar tubuh. Menghunjam Lilia dengan tatapan maut. "Di sini, akulah yang memegang kendali, bukan kau."

Jace pergi dengan membanting pintu di belakangnya.

Para bodyguard masuk. Lilia terperenyak. "Mau apa kalian? Keluar!" Jari telunjuk mengarah ke pintu.

Kedua tangan Lilia di ikat pada sisi ranjang dengan mulut tersumpal. Sekali pun ia meronta sampai tangannya putus. Ia tidak bisa melepaskan diri dari cengkeman Jace, dan semua ini akibat hitam di atas putih yang telah di tanda tangani oleh ayah nya, Andrew Hitson.

"Lepaskan aku." Teriak Lilia.

Nyatanya, sampai suaranya putus. Tidak satu pun bodyguard yang mau tunduk pada perintahnya.

Inilah akibat menentang seorang Jace Montana. Kekejamannya sudah melampaui batas. Tidak hanya pada laki - laki, tapi juga pada seorang wanita.