Pukul 16.00 WIB. Aku sampai di Jakarta, Indri salah Satu teman ku, menjemput ku, yaaa, aku kabari dia, saat di perjalanan menuju ke bandara dari desaku. "Allen…." Teriaknya sambil mengangkat tangannya.
aku hanya mengangkat tangan hanya untuk mengkonfirmasi Indri kalo aku melihatnya, dia langsung berlari menghampiri ku, Indri memelukku, aku hanya membalas pelukannya dengan tangisan, semua otomatis, dan tak dapat ku kontrol. Aku benar larut dalam kesedihanku untuk sekian kalinya.
" Lennnn, sabar yaaa", pelan suara Indri, sambil mengelus-elus rambutku
" Ayah, ibuku, ndriii", aku rintihan suaraku, pelan.
" Yang sabar, beb, gw yakin ayah ma nyokap, Lo, bahagia disana…." Kata Indri coba menenangkan.
"Hmmm…." Suara kecilku bergumam agar suaraku tak pecah, di bandara.
"Ayoo, balik, biar kamu bisa istirahat, Lennn". Pinta Indri.
Setelah ku ambil barang-barangku di kargo, kami langsung menuju parkiran tempat mobil Indri.
"Mobil, baru ndri? Tanyaku
" Ndk, ini mobil Samuel" kata Indri, mencoba menjelaskan, kalau mobil itu bukan mobil dia.
"Samuel…..?" Tanyaku, agak heran, soalnya, cowoknya setahuku namanya Andre,
" Yaaa,, kn Lo balik kampung, dh lebih sebulan, Lennn, kayak kagak tau gw aja, mana pernah tahan sama satu laki." Kata Indri
" Bener sih, dasar pawang buaya" balasku
" Yaaa, sih Lennn, cowok kalau dibaikin itu ngelonjak. Udah giliran bisa bungkus kita, dia berubah".. kata Indri mengumpat, kepada kaum lelaki.
" Omongan Lo ada benernya, tapi, tak semua cowok brengsek". Menekankan pada Indri
" Jadi balik, ni kagak?"
" Atau mau ghibah, lelaki aja,?" Kata Indri
"Balik, dong ndri, gw capek banget, nih" mengajak Indri tuk segera masuk mobil. Di mobil Indri, bercerita panjang lebar, dia ketemu Samuel di mana dan dia ngapain aja, selama aku pulang ke desa. Sesekali Indri nyeletuk ditengah cerita, Samuel dan kegiatan dia selama aku ndk di Jakarta.
" Beb… gw bener-bener minta maaf, saat Lo berduka gw gak bisa disamping Lo". Katanya minta maaf.
" It's okay, beb" sahutku biar Indri, tidak terus merasa ndk enak ke aku.
" Sumpah beb, gw ndk enak Ama Lo,"
" Ya beb... kn Lo juga ndk bisa ke mana-mana, skripsi harus di segerakan, biar cepet pensiun jadi donatur kampus".
" Ya beb… thanks, pengertian Lo"
"Yaa beb, gimana? Skripsi beres?" Tanyaku
" Yaa beb, kagak sia-sia pengorbanan gw, ndk bisa nemenin Lo, kemaren."
"Mantap dong, ibu sosialita fakultas ekonomi dan bisnis universitas Indonesia, bakal resmi menjadi sarjana ekonomi".
" Jelas dong beb... makanya nanti malam gw, mau ajak Lo party, biar ketemu sama Samuel juga, len". Kata Indri
" Gw, nggk bisa ndri, gw capek, gw masih gak enak badan ke acara begituan", aku mencoba mengajak ajakan Indri.
"Yahhhhh, Lennn" nada kecewa itu keluar dari mulut Indri.
" Gw masih, butuh sendiri, ndri". Kataku
" Gw paham lenn, makanya gw ajak Lo biar kagak sedih begini". Berusaha Indri mengajakku sekali lagi.
" Gw bener-bener kagak bisa ndri",
" Kalau Lo terus begini, gw takut Lo, terlalu sedih, terus air mata Lo habis…."
" Trus…?"
" Kagak jadi beb…," kata Indri sambil memperbesar suara musik mobil.
Suasana macet di kota Jakarta sudah biasa, tak seperti di desaku yang masih minim orang yang memiliki kendaraan, perjalan dari bandara cukup melelahkan menurutku, dan tentunya, dengan macetnya kota Jakarta yang seharusnya, kalau di desaku jarak tempuh dua puluh menit sampai, paling telat, datangnya tiga menit, kalau di Jakarta bisa telat dua puluh sampai dua puluh sampai tiga puluh menitan kalau terkena macet. Aku meninggalkan Indri asik dengan musik mobil itu, aku capek aku lemas, dan tak sadar tertidur dengan pulas.
"Lennn. Dh sampai" Indri mencoba membangunkan ku
"Hmmm, dh sampai ndri?" Tanyaku, sambil menggosok mataku.
" Ya Lennn".
Aku langsung keluar dari mobil, dan sekalian mengeluarkan barang-barang ku. Indri membantuku menaikan semua barangku ke apartment. Sehabis memasukkan semua barang-barangku, Indri langsung pergi, karena dia ada janji untuk menemui Samuel kekasihnya. Aku mulai membuka laptopku, kutuliskan semua keluh kesahku, karena aku percaya masalah hati dan masalah pribadi, sakitnya akan terasa berkurang ketika sudah dilimpahkan dan dikeluarkan untuk diceritakan, namun ketika kita mencurahkan ke sebagian orang, sebaik apapun itu ada kemungkinan akan diceritakan ke seseorang, aku tidak menyukai hal-hal seperti itu. Makanya aku memilih lebih mencurahkan isi hati dan masalahku di laptop tercintaku. Ketik demi ketikan terus terketik, ku curahkan semuanya, kesedihanku, masalahku dan semua yang mengganjal di hatiku. Setelah semua ku curahkan ku simpan di folder terdalam yang aku beri password, agar jika sesuatu di luar prediksi tak akan tersebar.
Menjelang sore aku mencoba untuk melakukan kebiasaanku, lari keliling kompleks apartementku, selain kesehatan batin menjaga fisik terus bugar, harus kita lakukan menurutku, supaya besok aku sudah bisa melakukan aktivitasku seperti biasanya, hidup harus terus berlanjut meskipun dunia terlalu keras untuk dijalankan. Rahasia Tuhan, tak pernah bisa ditebak. Mungkin sekarang kita terpuruk, bisa jadi besok, lusa, atau bahkan Minggu depan, bulan depan tahun depan kita tidak pernah tau apa yang akan terjadi, aku selalu optimis habis gelap, terbitlah terang, menjadi peganganku, kata bijak dari Raden Ajeng Kartini, yang menjadi idolaku untuk menjadi perempuan tangguh.
" Indri… Lo, dimana?" Aku menelpon Indri, aku butuh teman, mencari hiburan agar sejenak bisa melupakan kesedihanku.
" Yaaa,, lenn?" Dia menjawab, dan sepertinya dia tidak bisa mendengar suaraku dengan jelas
" Lo… dimana?" Ku memperjelas suaraku,
" Gw masih di club", sahutnya.
" Club, mana? Tanyaku, menjawabnya agak kencang, karena terdengar berisik sekali.
" Hollywings, lenn…., Sini dah gabung, biar Lo kagak sedih terus", nadanya berusaha mengajakku bergabung.
" Ndk.. ahh, lain kali aja" kataku.
Karena aku agak malas ke tempat keramaian. Malam sudah pukul 21.00 WIB. Aku bingung harus ngapain, tapi kuputuskan untuk tidur, besok harus ke kampus untuk melanjutkan konsultasi ku ke dosen pembimbing. Malam begitu cepat berlalu, tapi aku masih berusaha memejamkan mataku, karena kesedihan ku tiba-tiba datang tanpa ada dasarnya, air mataku mengalir deras, kangen banget sama orang tuaku. Mungkin karena Kebiasaanku menelpon mereka pada saat sulit tidur seperti sekarang ini,sudah tak bisa aku lakukan lagi. Seperti aku bercerita ke mereka, sudah tak bisa dan mustahil aku lakukan lagi. Sekarang aku hanya dapat melihat langit-langit kamarku seorang diri. Meratapi hidup ini. Dalam kesedihan malam ini, aku hanya membuka sosial mediaku tuk sekedar menghibur diri. Tak lama setelah itu aku tertidur.
Pukul 2.00 wib aku terbangun. Aku bermimpi, bertemu dengan ayahku dan mengajakku ke suatu tempat yang biasa aku dengan ayahku kunjungi, dan tempat itu biasanya aku sering berdiskusi dengannya, membahas dan merumuskan untuk memajukan usaha pertanian yang dikelolanya. Dan ketika, rumusan itu sudah dijelaskan secara detail dan panjang lebar dia, beranjak pergi, dan bilang.
" kamu, harus kuat, kamu satu-satunya harapan ayah, untuk melanjutkan semua cita-cita ayah ini". Setelah itu, dia pergi. Aku langsung terbangun. Setelah mengusap wajah dan mencuci muka. Aku pergi ke meja tempat biasanya aku belajar, dan langsung membuka jurnal dan beberapa buku ku.
Setelah matahari mulai terbit, aku, sedikit berolahraga dan mempersiapkan sarapan ku. Dan berangkat ke kampus.