Chereads / Look at Me, Your Majesty! / Chapter 7 - 6 - The Heartbeat, It Hurts

Chapter 7 - 6 - The Heartbeat, It Hurts

"Anda tidur dengan Nona Muda Count?"

Nada suara Helia memang terdengar tenang, tetapi tidak ada yang tahu tentang teriakan kemarahan di hatinya yang bertalu-talu. Mengabaikan kalau dia kali ini bicara dengan bahasa formal pada Allan, seolah menunjukkan kalau Helia sangat marah.

Allan mengacak rambut perak keabuannya tanpa mengalihkan pandangan dari dokumen kerja.

"Yang Mulia," tekan Helia ketika Allan tidak membalas kalimatnya.

Allan menghela napas pelan, menulis sesuatu di dokumen dengan pena bulu yang sudah dilapisi tinta. "Benar."

Helia ingin berteriak, tetapi Allan mengangkat tangannya.

"Jangan marah, Helia," kata Allan, kali ini menatap gadis itu lewat manik safirnya. "Aku dan Auste melakukannya dengan perasaan yang sama. Dia mau melakukannya denganku. Itu tidak termasuk ke dalam pemerkosaan—"

"Yang Mulia, Anda dan Nona Muda Auste tidak menikah."

Helia memotong dengan nada suara dingin. Kedua tangan di samping tubuhnya mengepal erat. Perasaannya sungguh panas. Tidak terkecuali dengan goresan menyakitkan di hatinya makin menjadi-jadi.

Helia ingin menangis. Dia bisa gila.

"Belum," sahut Allan ringan. "Aku sudah melamarnya."

"Apa?!" Helia tercekat. "Yang Mulia!"

Helia memukul meja dengan keras, membuat beberapa dokumen dan barang di atas meja bergetar pelan.

"Helia." Allan memijat pangkal hidungnya, dia lalu melirik Helia. "Aku bertanggung jawab. Tidak ada yang salah dengan melamar seorang gadis. Bukannya kamu akan senang kalau posisi Permaisuri akhirnya diisi?"

Tidak sama sekali. Helia menggigit bibir. Dia menahan kedua bibirnya untuk tidak meloloskan kalimat itu. Menahan agar dia tidak mengeluarkan kata demi kata yang menunjukkan bahwa dia cemburu. Menahan agar protesan bahwa posisi Permaisuri lebih cocok diisi oleh Helia dibanding Nona Muda Auste.

Helia menahan perasaannya. Menahan semuanya. Sama seperti bertahun-tahun dia menahan setiap perasaan yang bergejolak setiap saat dia bersama Allan.

"Anda tidak bisa menikahi seseorang yang baru saja Anda temui, Yang Mulia!"

"Aku bertemu dengan Auste tiga hari yang lalu."

"Itu termasuk pada kategori bahwa Anda baru saja bertemu dengan Nona Muda Auste!"

Allan menghela napas. "Apa ada yang salah dengan mencintai seseorang, Helia?"

Helia membeku. Nada suara Allan terdengar lelah. Padahal biasanya, Allan akan berperilaku manja pada Helia.

"Apa kamu mau mengatakan kalau tiran tidak bisa jatuh cinta?" lanjut Allan. "Aku menidurinya, itu fakta. Aku melamarnya, itu adalah bentuk dari tanggung jawabku. Helia, dengarkan aku. Aku mencintai Auste. Aku menyukainya. Kamu tahu bagaimana aku menatapnya saat pertama kali?"

Tidak tahu, aku tidak mau tahu. Helia menggigit bibir bawahnya keras.

"Dia tampak seperti peri, dengan rambut emasnya yang memukau dan iris mata hijaunya yang menatapku lembut. Dia seolah-olah memang seseorang yang bisa dengan mudah dicintai oleh tiran sepertiku. Kala itu juga, aku mencintainya. Aku berdebar. Itu pertama kali aku merasakannya. Helia, katakan padaku. Apa aku berhak mencintai seseorang di dalam hidupku? Apa aku berhak mendapatkan seseorang yang aku cintai dalam hidupku? Terlepas dari seluruh nyawa yang sudah aku cabut?"

Darah Helia berdesir. Hatinya sakit. Helia ingin menangis. Namun, dia menahannya.

Mendengarkan pria yang Helia cintai mendeskripsikan bahwa dia mencintai gadis lain adalah sebuah luka. Helia tidak pernah ingin tahu bagaimana Allan memandang Auste. Helia bahkan tidak pernah ingin Allan jatuh cinta pada gadis lain selain pada Helia.

Helia ingin memutar waktu. Agar dia bisa menjauhkan kesempatan di mana Allan tidak akan bertemu Auste.

"Helia," panggil Allan lagi. "Aku ... tidak berhak dicintai?"

"Kamu berhak!" Helia membalas dengan cepat. Tidak ingin Allan salah paham dengan kebungkamannya.

"Lalu kenapa kamu tidak menyetujuiku dengan Auste? Karena dia putri Count? Karena dia tidak memiliki posisi yang tinggi di Kerajaan? Karena tidak ada keuntungan bagi Kerajaan untuk menikah dengan putri Count? Aku akui, Keluarga Count Apricot memang keluarga biasa saja. Mereka bangsawan. Tapi mereka bukan pemegang saham terbesar Teratia. Mereka pedagang, tapi tidak menjual barang populer. Namun, aku mencintai Auste, Helia. Apa ada yang salah dengan itu?"

Helia menggeleng pelan, kepalanya ditundukkan dengan sengaja. Manik merah Helia menatap sepatunya.

Bukan, bukan itu yang Helia maksud. Helia bahkan tidak peduli jika Auste adalah putri Count. Helia tidak memedulikannya.

Apa yang Helia pedulikan adalah hatinya.

Helia terluka.

Helia mencintai Allan.

Apa itu belum cukup sebagai alasan Helia menolak Allan bersama dengan Auste?

Jika Allan akan menikahi Auste, mengucapkan sumpah pernikahan di altar, hidup bersama selamanya dengan bahagia, mengisi posisi Permaisuri yang kosong, melahirkan Putra Mahkota untuk masa depan.

Lalu bagaimana dengan Helia?

Bagaimana bisa Helia bahagia?

"Yang Mulia," panggil Helia. Dia tidak mengelak lagi. Helia menatap Allan dengan mantap. Meski hatinya perlahan berderit nyeri kala dia melihat sosok Allan ada di hadapannya.

Kanvas sempurna di hadapan Helia menatap lurus pada gadis itu. "Katakan."

Helia menarik napas. "Apa jika Anda bersama dengan Nona Muda Auste, menghabiskan hidup bersama selamanya, Anda akan bahagia?"

Allan tersenyum lembut ketika mengetahui pertanyaan Helia. "Sangat," katanya. "Aku akan menjadi pria yang paling bahagia di dunia ini, Helia."

Manik safir itu menerawang, dipenuhi oleh rasa kebahagiaan yang nyata. Di mana Helia tiba-tiba menyadari, meski dia telah bersama dengan Allan selama sebelas tahun, Helia tidak akan pernah menciptakan pandangan penuh kelembutan itu di kedua bola mata Allan.

Apa yang Helia cetak di sana adalah tiran. Bukan sebuah kelembutan bak malaikat.

Helia mendukung Allan. Mendukung seluruh perilaku kejam Allan seolah hal yang normal. Mungkin hal itulah yang membuat sorot lembut tidak pernah mampir di manik Allan.

Manik safir yang menawan itu, benar-benar terjatuh pada lingkaran cinta. Seolah jika dia jatuh cinta, maka dia merasa cukup dan tidak peduli bahkan jika dia mati saat ini juga. Persetan dengan kehidupan.

Seluruhnya tercetak jelas. Di manik ruby Helia, bahwa terciptanya seluruh perasaan Allan di sana, bukan karenanya. Dan hal itu membuat Helia kesakitan. Sesuatu di dadanya menjerit.

"Dan apabila ada seseorang yang mencintai Anda selain Nona Muda Auste, apa yang akan Anda lakukan?" Helia melanjutkan dengan tenang. Melakukan yang terbaik dengan menyembunyikan semua perasaannya.

Allan mengangkat alis. "Apa ini tes? Kamu mengetesku apa aku akan meninggalkan Auste begitu saja?"

Bukan. Ini hanya pertanyaan tersirat bahwa ada seseorang yang mencintai Allan selain Auste.

"Tolong jawab pertanyaan saya," Helia mendesak.

"Pertanyaan itu termasuk ke dalam kategori yang bodoh." Allan mendengus geli. "Aku sudah mengatakannya, Auste membuatku bahagia. Maka jika aku meninggalkan Auste, sama saja aku meninggalkan kebahagiaanku, bukan?"

Helia tersenyum, lirih. "Kalau begitu, jika Anda bahagia dengan pilihan Anda, saya yang merupakan ajudan Anda akan ikut merasa bahagia. Saya akan menyiapkan hadiah pernikahan Anda, segera."

Setelah mengucap salam, Helia keluar dari ruang kerja Allan.

Keadaannya luar biasa buruk.

Helia ingin mati.

Perasaannya hampa.

Berjalan di lorong juga perlu dibantu oleh tembok. Kedua kakinya sama sekali tidak bisa diajak kompromi. Seolah perasaan yang menyakitkan di balik rongga dadanya lebih mendominasi, lebih memonopoli seluruh tubuhnya, membuat anggota tubuhnya tidak bertenaga.

Bam.

Helia jatuh dengan debam pelan.

Patung-patung dan lukisan di Istana Romeo menyaksikan bisu. Bagaimana seorang gadis menangis sesenggukan di atas kedua lututnya.

Tidak lama, gaun roknya sudah basah oleh air mata. Bahkan kusut di bagian tertentu karena cengkeraman Helia pada kain berbahan nyaman tersebut.

"Sial. Sial. Sial."

Meski dia berteriak sekali pun hingga pita suaranya rusak, Helia tahu kalau perasaannya tetap sama. Kalau luka nakal menyakitkan di sana masih tetap tidak akan disembuhkan. Kecuali Allan yang akan mengatakan kalau dia mencintai Helia. Dan itu mustahil.

Allan mencintai gadis lain.

Tinju Helia memukul dinding beberapa kali. Dinding berlapis putih dan emas itu retak, seiringan dengan jemarinya yang dipenuhi darah.

Dia tidak merasa sakit di tangannya. Justru apa yang bertalu-talu di dadanya lebih menyakitkan.

"Nona Helia! Astaga!"

Helia tidak memedulikan Mary, pelayan pribadinya, yang panik dengan kondisi Helia.

Helia menangis keras, lalu memeluk Mary.

"Nona Helia, tolong jangan begini. Nona Helia, Anda terluka. Saya mohon."

Mary menggigit bibir. Ikut merasa sakit hanya dengan melihat kondisi Helia.

"Allan tidak mencintaiku." Helia bicara di sela tangisnya. Terdengar tidak jelas, tetapi Mary masih dapat mendengarnya.

"Nona Helia." Mary ikut menangis. Setelah bertahun-tahun dia bekerja di Istana Romeo sebagai pelayan pribadi Helia, menyaksikan interaksi antara Allan dan Helia setiap hari, orang tolol juga akan mengetahui perasaan Helia pada Allan.

Namun, Allan tidak peka. Dia bukanlah tipe manusia yang bisa menyadari perasaan seseorang tanpa diberi tahu.

Allan tidak akan pernah tahu tentang perasaan Helia.

Terlebih, ketika Helia memulai paginya dan siap memenuhi tugasnya sebagai ajudan raja, dia malah mengetahui kenyataan kalau pria yang dia cintai akan menikahi gadis lain.

Lalu bagaimana dengan Helia? Kebahagiaanya? Lenyap begitu saja?

***

Writer's note:

Yang bingung sama kedudukan status sosial menurut [Look at Me, Your Majesty!]:

1. Keluarga Kerajaan

2. Duke/Duchess

3. Marquis/Marchioness

4. Count/Countess

5. Viscount/Viscountess

6. Baron/Baroness

Tapi nggak usah terlalu merhatiin status sosial karena nggak ada hubungannya. Ada sih, Allan sebagai raja dan Helia sebagai Nona Muda Duke, Auste sebagai Nona Muda Count. Cuma segitu. Selebihnya, bisa dianggap angin lalu karena aku nggak terlalu menyajikan kehidupan strata sosial kebangsawanan. Yang aku perlihatkan di sini adalah hubungan segitiga Allan, Helia, dan Auste.

Ksatria Kerajaan dibagi banyak, dari yang paling kuat (1) sampai yang lemah (50). Helia ada di Ksatria nomor (2), dan Demian—Kakak Helia—ada di (1). Ksatria Kerajaan juga dibagi lagi jadi angkatan laut dan darat, nggak ada udara karena belum ada teknologi buat terbang.

Di novel ini, nggak ada sihir, sama sekali nggak ada fantasi. Bukan transmigrasi, reinkarnasi, putar ulang waktu, dll. Murni abad pertengahan—tapi khayalan.

Nah, Kerajaan Magnolia itu musuh Kerajaan Teratia. Sepuluh tahun lalu, terjadi sengketa wilayah di antara dua kerajaan yang menyebabkan terjadinya perang selama satu tahun, berakhir tanpa ada pemenang. Saat ini, keduanya lagi perang dingin dan diam-diam keduanya mengirim banyak mata-mata untuk mengetahui gerakan atau kelemahan musuh. Jadi Teratia dalam keadaan waspada terhadap serangan luar.

Oke, semoga mengerti. Kalau nggak juga bakalan diceritakan lebih rinci di dalam novel. Seeya!

8 Juli 2022