Ewa Lani yang terbang dengan membawa Rei mendarat disebuah tempat yang sepi di negeri Iyork. Saat ini Rei harus lebih memperhatikan penutup rambutnya karena ternyata ada sekelompok orang yang mengejar sosok yang mirip dengan Rei yang diduga adalah Putri Reina yang asli.
"Sepertinya di sini aman!" ujar Ewa Lani.
"Ewa Lani, kita harus menemukan gadis itu! Aku rasa dia bisa menjelaskan banyak hal mengenai ayah dan ibuku," ujar Rei.
"Tapi Rei, dengan kemampuanmu yang sekarang, sepertinya akan sulit jika kita melawan mereka langsung dan terjebak kekacauan di negeri Iyork!" ujar Ewa Lani.
"Lalu harus bagaimana?" tanyanya.
"Kita harus masuk ke istana, kita melamar sebagai pelayan putri palsu itu!" saran Ewa Lani.
"Menjadi kesatria? Melawan makhluk hijau dengan pedang yang aneh itu?" cerocos Rei yang tak mengerti.
"Bukan, kita melamar jadi juru masak, kau tau bangsa Caterpi yang menjual jajanan di pasar tadi? Mereka diminta menjadi juru masak istana, mereka butuh pekerja sambilan untuk membantu mereka bekerja, bagaimana kalau kita bergabung dengan mereka?" jelas Ewa Lani.
"Emm, aku tidak bisa memasak, tapi kali ini idemu cukup masuk akal," tanggap Rei setuju.
"Sebenarnya, aku tadi sudah mendaftar untuk dua orang, besok kita mulai bekerja!" kata Ewa Lani yang selangkah lebih cepat.
"Wah, luar biasa! Umurmu yang matang memang membuatmu lebih cerdas!" komentar Rei sedikit menyindir sikap Ewa Lani yang ternyata tidak perlu persetujuannya.
"Okay, besok kita bekerja, tapi sebelumnya kau harus mewarna rambut emasmu dulu!" ujar Ewa Lani mengajak Rei untuk berjalan mencari penginapan yang ternyata cukup banyak tersedia di area dekat sana.
Mereka memasuki bangunan besar yang sangat ramai dengan para pengunjung yang makan dan minum, tampak sebagian besar terlihat membawa senjata dan antusias mengikuti sayembara yang diadakan oleh Putri Reina palsu. Terdengar suara pembicaraan dari pengunjung.
"Sayembara ini luar biasa, hadiahnya sebesar 10.000 dimon (kotak giok penuh)! Kerajaan bangsa Devoj memang sangat kaya!" ujar salah satu pria berwajah burung elang.
"Hahaha, tapi kau harus mengalahkanku dulu di arena jika menginginkannya!" tantang pria berwajah ular.
"Hahaha, aku akan mengalahkanmu sekali pukulan!" canda pria tadi.
Suasana sangat ramai dan tampaknya seru, Rei dan Ewa Lani yang mendapat kunci kamar segera masuk ke kamar penginapan untuk membuat rencana lanjutan perihal penyusupan mereka ke istana besok.
"Sepertinya kau harus mandi Rei! Mandilah dulu, baumu sudah amis seperti masakan kaum Dapne!" protes Ewa Lani menunjuk kamar mandi yang ada di sudut kamar.
"Wah, lumayan juga penginapan ini cukup lengkap!" batin Rei yang menurut dan segera masuk ke kamar mandi.
Ewa Lani duduk di atas ranjang sembari melayang dan memejamkan mata. Gadis itu tertidur, rupanya dia juga kelelahan setelah seharian perjalanan dari kampung halamannya menuju kota Iyork.
Rei di kamar mandi sedang asik bermain-main, dia menemukan sensasi baru mandi dengan air aneh yang berwarna perak. Air yang awalnya tampak seperti mercury itu ternyata cukup jernih jika dilihat dari dekat, hanya saja air itu berwarna keperakkan bila terkena cahaya. Usai mandi dan berganti pakaian, Rei keluar dari kamar mandi dan melihat Ewa Lani yang sedang tidur sambil melayang di udara.
"Wah, tidurnya melayang!" ujar Rei heran. "Katanya mau ngewarna rambut, malah dia tidur" ujar Rei yang juga langsung menempel di ranjang dan meyusul tidur.
Matahari sudah terbit, pagi hari di Arasely cukup khas karena ada bunga lonceng yang bernyanyi dimana-mana. Rei membuka matanya, dia mencari Ewa Lani yang tak ada di kamar.
"Ewa Lani, kau dimana?" teriak Rei berkeliling ruangan.
Rei membuka pintu kamar dan Ewa Lani sudah ada di luar sedang ingin masuk dengan membawa beberapa nampan.
"Berisik sekali pagi-pagi, ayo kita sarapan!" ajaknya.
"Kau bilang mau mewarna rambutku, kenapa malah bersantai, katamu kita harus kerja hari ini?" protes Rei.
"Apa kau tidak mengaca? Coba lihat sana!" ujar Ewa Lani menunjuk arah kamar mandi yang menyediakan kristal kaca.
Rei berjalan ke kamar mandi, dia melihat dirinya di kristal kaca besar yang menempel di dinding. Sekarang rambutnya biru tua, benar-benar biru tua.
"Kapan kau mewarnainya?" tanya Rei heran.
"Apa kau suka, kau lebih tampan dengan warna biru!" puji Ewa Lani.
"Aku memang tampan sejak lahir, tapi kapan kau melakukannya? Aku tak merasakan apapun?" ujarnya.
"Serbuk bunga Pansyla dari hutan Igdrasil sangat mudah diaplikasikan, aku hanya mengolesnya sedikit, oh iya hati-hati meskipun aman dibilas dengan air sungai, air hujan bisa membuat warnanya hilang " jelas Ewa Lani.
"Okay..!" jawab Rei sembari sibuk mengaca dan melihat rambut barunya yang keren. Rei merasa sedang bermain cosplay karakter komik ala wibu.
"Rei, cepat makan, kita harus segera berangkat hari ini!" ujar Ewa Lani.
Mereka bergegas makan, ternyata makanan yang dipilih Ewa Lani sudah cukup sesuai dengan selera lidah Rei. Rei menghabiskannya sembari Ewa Lani mulai mengatur rencana.
"Oh iya, kita harus memakai nama samaran. Sekarang namaku Arabella, kalau kau mau nama apa?" tanyanya.
"Nicholas, panggil aku Nicho saja," ujar Rei singkat.
Pagi itu mereka berangkat menuju dapur istana, tampak para Caterpi sedang bersiap juga untuk masuk dan memulai pekerjaan mereka.
"Selamat pagi!" sapa Ewa Lani pada Caterpi yang berkumis.
"Selamat pagi, kau jadi membawa temanmu? Baiklah ayo kita masuk!" ajak Caterpi berkumis itu.
Rei tampak mengamati makhluk berkaki banyak itu, dia masih geli melihat ada ulat bulu besar, berkumis dan berjalan di sebelahnya. Tapi saat ini dia harus bertahan untuk bekerja dengan makhluk itu agar mendapatkan akses cepat menuju istana.
Mereka masuk melalui lorong yang sangat ramai dengan penjaga yang mirip dengan manusia serigala yang mengejarnya kemarin. Kali ini, dia agak tenang karena dia tidak dikenali dengan rambut barunya. Baru saja mereka datang, ada penjaga yang sudah memberikan perintah.
"Hei koki, buatkan satu porsi makanan untuk tahanan!" ujar penjaga itu.
Caterpi berkumis beserta Caterpi yang lain mulai berlenggak-lenggok memasak dengan tangannya yang kecil dan sangat banyak. Rei yang sekarang menjadi Nicholas membantu mengupas beberapa buah dan sayuran. Ewa Lani tampak membantu Caterpi yang lain memotong bumbu dan bahan campuran. Sebentar saja masakan buatan Caterpi berkumis sudah siap, ulat itu menyuruh Nicholas mengantarnya ke penjaga.
Rei berjalan menyusuri lorong, bertemu dengan penjaga dan malah menyuruhnya mengantarkan sendiri makanan itu ke bangunan bawah tanah. Lorongnya semakin gelap, hanya nyala api dari obor yang memberi sedikit penerangan untuk sel-sel penjara yang pengap.
"Hei koki baru! Taruh saja makanan itu di depan sana!" ujar salah satu penjaga yang menunjuk sel di ujung.
Rei berjalan pelan dia agak takut seperti apa rupa tawanan yang sedang di sekap diruang bawah tanah itu. Rei menaruhnya di depan sel, bukan sosok yang besar yang dilihatnya. Ada gadis seumurannya sedang menangis dalam kegelapan.
"Kau tak apa?" tanya Rei. "Kalau kau lapar makanlah ini!" ujarnya lagi.
Gadis itu mendengar suara asing Rei yang memang berbeda dari para penjaga yang garang dan bersuara keras. Gadis itu berjalan mendekat dan saat wajahnya terlihat, Rei sadar kalau yang di depannya itu adalah Putri Reina. Gadis yang bertabrakan dengannya kemarin, gadis yang bisa jadi saudara kembarnya, ternyata berhasil tertangkap dan dimasukkan ke penjara bawah tanah.