Chereads / Menikah Sembilan Bulan / Chapter 15 - Hinaan calon mertua

Chapter 15 - Hinaan calon mertua

Perkataan yang diberikan Wanda padanya membuat Jesica merasa semakin membenci keluarga Admadja. Tidak ada niatan balas dendam di hati Jesica. Tapi, untukbersama keluarga itudia sangat merasa sesak. Seperti tidak ada ruang gerak Jesica hanya ingin membuat Ibunya tidak merasa malu dengan keadaannya yang sudah hamil dengan atasannya. Ia rela akan bercerai setelah anaknya lahir.

Surat semua sudah di urus. Robin mengirim jadwa foto bersama Billy untuk buku nikah mereka berdua. "Huft…" Jesica menghela napas panjang karena melihat beberapa jadwal yang harus dia lakukan sebelum menikah kontrak dengan Billy.

"Semoga ada hal indah di balik rencanamu, Tuhan." Doa Jesica dalam hati.

Jesica hendak merebahkan badannya diatas kasur. Sedari pagi dia belum sempat tidur. Bahkan dia merasa mual yang sangat hebat saat ini'.

Trrrt….. trrrt…

Ponsel Jesica bergertar membuat Jesica mengurungkan niatnya untuk tidur. Dia melihat ponselnya dengan berderet nomor di layarnya. "Siapa ini," gumam Jesica yang meras tidak mengenali nomor tersebut.

"Hallo!" suara pria muncul setelah Jesica menekan tombol warna hijau pada layar ponselnya.

"Lama banget jawab teleponnya," maki pria itu.

"Siapa ini?" tanya Jesica.

"Billy!"

Deg…

Mendengar nama Itu Jesica menjadi lesu dan kesal. "Ada apa?" tanya Jesica dengan ketus.

"Buka pintu, saya sudah di luar dari tadi," jawab Billy denga nada yang terdengar sangat kesal.

"K-kenapa anda kesini?" Jesica menjadi gugup saat mendengar pria itu sudah ada di depan rumahnya.

"Suka-suka, kan ini rumah saya," kata Billy.

"CEPAT!!!!"

"I-iya-iya." Jesica bergegas menuruni anak tangga dan membuka pintu utama rumah itu. Dan benar saja dia mendapati seorang laki-laki dengan wajah yang sangat lelah dan kesal. Dengan langkah yang lemas Billy menaiki anak tangga menuju kamar Jesica. "STOP!" teriak Jesica saat menlah Billy hendak masuk kedalam kamarnya.

"Kenapa?"

"Anda mau kemana?"

"Tidurlah," jawab Singkat Billy seraya menyingkirkan tangan Jesica yag menghalanginya. Billy tidak peduli dengan Jesica yang menahannya sedari tadi.

Billy me jatuhkan tubuhnya diatas kasur begitu saja. Jesica dengan cepat memaksa Billy untuk bangun. Tapi tangan Jesica merasakan ada yang aneh. "Loh! Kok panas? Anda lagi sakit?" tanya Jeisca dengan panik. Billy terlihat sangat pucat. Jesica bergegas menarik selimut untuk menutupi tubuh calon suaminya.

Rumah ini bagi Jesica sangat asing. Jesica dengan tekad yang bualat mencari wadah untuk tempat kompresan. Dia naik turun tangga melupakan rasa capek dan bencinya terhadap Billy. Jesica dengan telaten mengusap dahi pria yang tidur di hadapannya. Dengan kompres yang menempel di dahinya. jesica yang terjaga mulai merasa lelah. Jesica tertidur saat menunggu Billy yang sedang tertidur. Beberapa kali Billy mengigau dan menggigil membuat Jesica terjaga hingga tanpa sadar tidur dengan pulas walaupun dengan posisi duduk dan kepala berada di meja samping tempat tidur.

`Malam berlalu, kini pagi mulai datang. Billy yang membuka mata terlebih dahulu tersentak dengan pemandangan wanita yang cantik sedang tidur didepannya. Billy menatap erat wajah wanita yang akan menjadi istrinya dalam waktu dekat itu. Billy merasa tersentuh dengan apa yang di lakukan Jesica. Jika Jesica mau, ia bisa saja meninggalakn Billy yang sedang sakit begitu saja. Tapi Jesica memilih merawat pria yang dengan terang-terangan akan menceraikannya setelah anak itu lahir. Jesica yang merasa sedang di pandangi mulai membuka mata dan melihat wajah Billy yang sangat dekat. "ASTAGA!" celetuk Jesica yang keget.

"Anda sudah baikan?" tanya Jesica dengan canggung karena utuk pertama kalinya dia berad di satu ruangan dengan Billy dalam keadaan sadar.

"Sudah," jawab singkat Billy.

"Baguslah." Jesica beranjak dari tempat duduknya. "Terima kasih," ucap Billy membuat Jesica mengurungkan niat kakinya yang hendak melangkah pergi.

"Sama-sama," sahut Jeesica. Untuk menghindari kontak mata dengan Billy secara langsung. Jesica meninggalkan kamar dan memberikan waktu kepada Billy untuk istirahat.

Baru saja Jesica menapakkan kaki di anak tangga yang paling bawah. Suara mobil berhenti di halaman rumahnya.

"GADIS JALANG KELUAR!!!" teriak seorang wanita di depan pintu. Tangan Jesica seketika berkeringat dingin. Saking kerasnya suara itu, Billy yang ada didalam kamar dan di lantai dua bisa mendengar teriakkan itu.

"Ada apa, tante?" tanya Jesica saat membuka pintu dan mendapati Wanda admadaja, Ibu dari Billy berdiri didepan pintu dengan amarah yang menggebu-gebu.

"Mana anak saya? Mana Billy?" cecar Wanda.

"A-ada, lagi tidur," jawab Jesica dengan gemetar dan takut.

Wanda mendengar itu segera menerobos masukdan menaiki anak tangga dengan terges-gesa. Bahkan ia membuka pintu dengan keras. Billy yang hendak keluar dari kamarpun juga tersentak karena pintu kamar terbuka dengan tiba-tiba dan keras.

"Billy, kenapa kamu pulang kesini?"

"Kamu lupa kalau ada gadis murahan itu ada disini?"

"Aku lagi nggak enak badan, Ma. Lagian aku ingat kok ada dia. Badan aku udah lemes aja jadi milih pulang kesini, kan dekat sama kantor. Ma," kata Billy.dengan kesal.

"Bohong, pasti kamu di suruh sama dia kan?" tanya Wanda seraya menunjuk tajam kearah Jesica yang berdiri di belakangnya.

"Enggak, Ma. Dia malah yang ngerawat aku," jelas Billy.

"Kamu jangan sampai suka sama dia beneran. Mama nggak akan restui kalian," ancam Wanda dan menatap sinis kearah Jesica.

"Sudahlah, Ma." Billy mencari aman dengan membawa ibunya keluar dari kamar itu. Jesica segera mengurung diri di dalam kamar dan tidak memperdulikan Wanda dan Billy yang ada di lantai bawah. Ia sibuk menata perasaannya yang semakin haris semakin hancur.

Cukup lama Jesica tidak mendengar suara wanda dan Billy. dia mengira Billy ikut pulang bersama Ibuny, Wanda. Jesica membuka pintu secara perlahan dan mendapati Billy duduk bersandar di depan kamarnya.

"Loh! Kenapa anda disini?" tanya Jesica.

"Iya, Lo kan lagi menenangkan diri. Gue nggak mau ganggu," jawab Billy.

Jesica ikut duduk di samping Billy. "Huft!" Jesica menghela napas untuk membuang rasa kesalnya.

"Sepertinya tidak perlu mengadakn pernikahan antara kita," kata Jesica.

"Kenapa? Lo mau gugurin itu anak?"

"Enggak, aku bakal rawat anak ini sampai sendiri."

"Aku nggak mau karena aku kalian jadi bertengkar satu sama lain, toh ini bukan kesalahanm sepenuhnya. Aku juga salah tidak bisa menjaga diri," jelas Jesica.

"Apa kata keluarga lo dan teman lo kalau lo hamil tanpa suami?" tanya Billy.

"Mereka urusanku," jawab singkat Jesica.

"Nggak! Gue tetep mau tanggung jawab kok." Billy yang angkuh menjadi merasa tidak enak saat melihat raut wajah Jesica semakin melas dan sendu. Wajah polos itu menyimpan banyak kesedihan dan penderitaan. Billy melihat perhatian Jesica semalam membuatnya tidak tega jika harus berlaku kasar lagi pada gadis yang duduk di sampingnya itu.