Elmira mengikuti seorang guru laki-laki di depannya yang membawanya ke sebuah kelas, perasaan gadis itu saat ini benar-benar tak karuan. Apalagi dirinya dan Rivanya berbeda kelas, hal itu membuat Elmira bertambah gugup.
Gadis itu mencoba tersenyum pada semua murid yang berada di hadapannya, tak ayal Elmira melihat ada beberapa yang berbisik seperti membicarakannya. Elmira takut jika pertemuan pertama mereka buruk, sehingga Elmira tak memiliki teman di sini.
Ia benar-benar tak bisa membayangkan jika hal itu terjadi.
"Selamat pagi semuanya!"
"Pagi, Pak!"
"Seperti yang kalian lihat di depan, Bapak membawa seorang siswi. Dia akan menjadi teman baru kalian dan seperti yang kalian ketahui bahwa Elmira ini merupakan siswi yang terpilih di sekolahnya untuk mengikuti pertukaran pelajar," tutur guru lelaki itu.
Sementara Elmira tersenyum mendengar penjelasan dari guru tersebut, sebelum akhirnya Elmira dipersilakan untuk berkenalan lebih lanjut. Elmira lebih dulu berdeham agar suaranya tak serak lantaran sedari tadi dirinya tak membuka suaranya.
"Hai semuanya, perkenalkan saya Elmira Laurens dari SMA Pelita Bangsa. Tujuan saya ada di sekolah ini dan lebih tepatnya di kelas ini yaitu untuk memenuhi program pertukaran pelajar ini. Semoga kalian bisa membantu saya dalam memenuhi tugas ini, terima kasih atas perhatiannya."
"Salam kenal, Elmira!"
Elmira mengangkat kedua alisnya terkejut saat mendengar sahutan dari mereka semua, dengan cepat gadis itu tersenyum manis sembari melambaikan tangannya.
"Bantu Elmira ya!" pesan guru itu.
"Siap, Pak!"
"Bagus, yasudah Elmira kamu duduk di depan Varo—lebih tepatnya kamu duduk bersama Berlyn."
Elmira mengalihkan pandangannya ke sudut kelas saat seorang perempuan di sana mengacungkan tangannya. Lantas Elmira pun berjalan menghampiri perempuan yang diketahui bernama Berlyn itu.
"Hai, Elmira!"
"Hai juga! Gue boleh kan duduk di sini?"
Berlyn mengangguk cepat. "Boleh dong, lagian gue sendirian juga."
"Kita mulai pembelajaran hari ini ya."
**
Pada saat istirahat berlangsung Elmira tak pergi ke kantin, ia memutuskan untuk tetap di kelas saja. Sebenarnya Berlyn sudah mengajaknya untuk mengisi perutnya ke kantin, tetapi Elmira sedang tak mood untuk beranjak dari duduknya.
Ia juga tak merasa sendirian di kelas karena masih ada murid lain juga yang diam di kelas, namun ada juga yang membawa makanannya dari kantin untuk disantap di kelas. Salah satunya adalah murid laki-laki.
Entah perbedaan yang ke berapa dibandingkan dengan sekolahnya, di SMA Tribuana ini tak boleh membawa ponsel dan itu membuat Elmira merasa bosan juga jika berada di dalam kelas terlalu lama.
Akhirnya Elmira memutuskan untuk menidurkan kepalanya di atas meja, menatap semua orang satu-persatu yang mulai masuk ke kelas dan ada juga berlarian keluar kelas. Hingga tiba-tiba seorang lelaki datang menghampirinya, menghalangi penglihatan Elmira.
Tiba-tiba terulur secarik kertas di hadapannya membuat Elmira langsung menegakkan badannya dan mendongak menatap laki-laki itu dengan kernyitan di dahinya. Pertanda bahwa ia tak mengerti maksud dan tujuan laki-laki itu menyodorkan kertas.
"Tulis nomor handphone lo di sini," ujar laki-laki itu menjelaskan.
Gadis itu mengedarkan pandangannya berharap Berlyn datang ke hadapannya, namun yang ia lihat malah sekumpulan laki-laki yang tengah menatap ke arahnya. Elmira kembali menatap ke arah laki-laki yang masih menyodorkan secarik kertas kosong.
"Gak mau," jawab Elmira seraya menggeleng.
Namun, tak ada unsur pemaksaan dari laki-laki itu. Dia langsung melengos begitu saja dan menghampiri teman-temannya yang sedari tadi menatap ke arahnya itu. Elmira tentu saja tidak merasa percaya diri berlebihan, karena ia tahu bahwa mereka sedang memainkan truth or dare.
Tentu saja Elmira tadi melihatnya mereka sedang memutarkan botol bekas air mineral yang ditaruh di tengah-tengah lingkaran yang mereka bentuk. Tak lama kemudian Berlyn datang seorang diri, lalu menghampiri sekumpulan laki-laki tadi.
Dapat Elmira lihat mereka seolah sangat akrab, sepertinya Berlyn memang dekat dengan mereka namun tak terlalu dekat dengan teman-teman perempuannya. Semenjak pembelajaran berlangsung pun Elmira melihat Berlyn tak terlalu banyak berinteraksi dengan teman perempuannya.
Hingga tatapan Elmira kembali teralih lagi pada sekumpulan lelaki itu yang tengah menatap ke arahnya, di sana masih ada Berlyn yang juga ikut menatap ke arahnya dengan tatapan seperti meledek.
"Elmira! Ada yang suka nih sama lo!"
Tetapi ia tak menghiraukan teriakan dari Berlyn itu, Elmira mencoba menyibukkan diri dengan mengambil buku di tas sekolahnya lalu pura-pura membacanya.
"Elmira!" Berlyn kembali memanggilnya, membuat Elmira menatapnya sekilas seraya menaikkan sebelah alisnya.
"Sini! Gue mau ngomong sesuatu sama lo."
Gadis yang saat ini memakai bandana di kepalanya itu menggeleng. "Lo yang butuh, lo aja yang datang ke gue," sahutnya tanpa mengalihkan pandangannya dari buku di hadapannya.
Tak berselang lama Elmira merasa kursi di sebelahnya terisi, tanpa menoleh pun Elmira dapat melihat siapa yang duduk di sampingnya dengan ujung matanya.
"Di antara mereka ada yang suka sama lo! Tadi dia minta nomor handphone lo, kan?" bisik Berlyn yang langsung diangguki oleh Elmira.
Elmira berdeham pelan lalu menatap ke arah Berlyn sepenuhnya. "Gue bukan cewek yang baperan, Berlyn. Gue tahu kok kalau tadi yang datang ke gue itu lagi main truth or dare sama temennya."
Berlyn mengulum bibirnya mencoba menahan tawanya. "Gagal deh bikin lo salting alias salah tingkah, bagus deh kalau lo gak baper sama si Varo karena masalahnya dia itu playboy."
Sepertinya ucapan Berlyn tersebut sampai pada orangnya, terbukti oleh Varo yang langsung berjalan menghampiri Berlyn lalu mengapit kepala gadis itu di antara lengannya. "Kalau ngomong jangan sembarangan lo ya! Gue gak se-playboy itu kali!"
"Lepasin! Lepas, Varo!" Berlyn memberontak dan sekuat tenaga melepaskan tangan Varo yang berada di samping kepalanya.
Melihat itu membuat Elmira menggeleng-gelengkan kepalanya lalu kembali fokus pada buku yang dibacanya. Ini juga yang pertama kali baginya memiliki teman yang sifatnya melebihi Alana, tetapi sepertinya jika Alana berada di posisi Berlyn maka dia akan menggunakan kesempatan itu dengan baik.
Karena Elmira akui kalau lelaki bernama Varo itu memang cukup tampan, namun tetap saja ketampanannya itu tak bisa mengalahkan cowok ganteng di SMA Pelita Bangsa walau ujung-ujungnya mereka memiliki pawang—alias sudah memiliki pasangan.
"Semua yang diomongin dia tuh bohong, jangan percaya!" ucap Varo sebelum akhirnya meninggalkan Elmira dan juga Berlyn.
Tetapi Elmira sama sekali tak mendengarkan bahkan merespon ucapan Varo pun tidak. Elmira menutup bukunya dengan kasar, ia jadi merasa rindu pada Alana. Andai saja sekolah ini memperbolehkan membawa ponsel, sudah pasti saat ini Elmira bertukar kabar dengan Alana.
"Maafin sifat gue sama temen-temen gue ya, maaf kalau bikin lo gak nyaman di sini. Apalagi ini baru hari pertama, tapi lo udah liat kelakuan asli gue," Berlyn menggaruk kepalanya yang tak gatal.
Elmira tersenyum tipis. "Gak apa-apa. Lebih baik terbuka gini, kan? Lagian gue juga punya temen yang sifatnya hampir sama kayak lo. Bar-bar."
***