Chereads / Bertahan atau Pergi / Chapter 4 - BAB 4

Chapter 4 - BAB 4

Waktu dengan cepat bergulir dan hari esok telah tiba di mana Elmira harus meninggalkan sekolah lamanya untuk sementara waktu, bukan karena keinginannya melainkan tugas dari sekolah. Hari ini juga adalah waktu yang tepat di mana ia harus membicarakan ini kepada kedua orangtuanya, setelah hari-hari kemarin dirinya tak bertemu dengan orangtuanya.

Elmira berharap di hari terakhir dirinya ada di kota ini masih bisa bertemu dengan orangtuanya untuk membicarakan bahwa ia terpilih menjadi siswa yang mengikuti pertukaran pelajar.

Sudah dua jam Elmira berada di rumah setelah pulang sekolah tadi, namun hingga detik ini juga belum ada tanda-tanda kedua orangtuanya akan pulang. Lagi pula jam masih menunjukkan pukul dua siang, sangat mustahil jika kedua orangtuanya akan pulang di jam ini.

Akhirnya Elmira memutuskan untuk mengunjungi kantor kedua orangtuanya saja. Gadis itu berjalan menuju kamarnya untuk mengganti pakaian yang lebih rapi lagi, karena ia sudah merasa kapok saat dirinya datang ke kantor orangtuanya dan dimarahi lantaran pakaiannya yang dipandang tidak sopan.

Padahal dirinya memakai celana jeans dan juga kaos oblong, menurutnya itu sudah sopan dan itu juga merupakan stylenya yang selalu memakai pakaian yang simple. Sedangkan yang diinginkan oleh orangtuanya, ia memakai dress yang terlihat mahal dan mewah.

Dan jangan kalian pikir bahwa saat ini Elmira akan mengganti pakaian seperti itu, sudah jelas tidak mungkin. Elmira keluar dari kamarnya dengan memakai celana bahan berwarna khaki serta kemeja pendek berwarna putih.

"Non mau ke mana?" tanya Bi Marni yang baru saja dari luar dan berpapasan dengan Elmira yang sudah berpakaian rapi.

"Ada urusan, Bi," jawabnya singkat.

Tanpa mengatakan apapun lagi Elmira langsung berlari keluar dari rumahnya, bersamaan dengan itu pula sebuah motor berhenti tepat di depan rumahnya dan Elmira langsung naik ke atas motor itu setelah memastikan bahwa itu adalah ojek online pesanannya.

**

Untuk yang kedua kalinya Elmira menginjakkan kaki di perusahaan orangtuanya, kakinya melangkah memasuki gedung tinggi itu. Semua karyawan yang melihat kedatangan Elmira langsung tersenyum dan ada juga beberapa yang menyapanya.

Dan Elmira hanya membalas mereka dengan senyuman tipisnya, Elmira terus berjalan menuju lift yang akan membawanya ke ruangan orangtuanya. Begitu lift terbuka, Elmira langsung masuk dan bergabung bersaman beberapa karyawan lain.

Ting!

Tak membutuhkan waktu lama Elmira telah sampai di lantai yang sesuai dengan ruangan orangtuanya, Elmira menganggukan kepalanya sekilas pada karyawan yang satu lift dengannya lantaran mereka mengalah dan mengutamakan dirinya untuk sampai terlebih dahulu di ruangan orangtuanya.

Saat melihat ruangan yang ia hapal, Elmira langsung mendekat dan mengetuk pintunya terlebih dahulu.

"Masuk!"

Itu suara papinya.

Perlahan Elmira membuka pintu itu dan melihat pemandangan di depannya yang membuatnya selalu jengah. Kedua orangtuanya di sana sama-sama sibuk dengan kertas yang berceceran di meja.

"Ekhem," Elmira berdeham pelan untuk mengalihkan atensi mereka berdua.

"Ya, ada ap—lho, El?" Bram terkejut melihat kedatangan putrinya itu, begitu pula dengan Yulianne yang mengalihkan pandangannya kala mendengar suaminya memanggil nama putri mereka.

Bram kembali fokus pada kertas di hadapannya. "Tumben banget kamu datang ke kantor, ada apa?"

Elmira mencoba untuk tak menangis saat ini juga begitu melihat papi dan maminya yang kembali fokus bekerja. "El mau pamitan."

Yulianne terkekeh pelan tanpa mengalihkan pandangannya ke arah Elmira. "Pamitan ke mana, sih? Jangan ngaco deh kamu!"

"El mohon sekali ini aja kalian fokus sama El!" pinta gadis itu dengan suara seraknya.

"Kalau kamu cuma becanda, Papi gak ada waktu, El."

Gadis itu tersenyum miris. "Terserah kalian mau bilang apa, tapi jangan heran kalau nanti kalian pulang ke rumah udah gak ada El."

Setelah mengatakan itu Elmira langsung keluar dari ruangan kedua orangtuanya dengan air mata yang langsung mengalir membasahi kedua pipinya. Sebenarnya Elmira sendiri sudah menyangka bahwa reaksi kedua orangtuanya akan seperti ini, mungkin seharusnya dari awal juga ia tak perlu berpamitan pada mereka, cukup pada asisten rumah tangganya saja yang jelas-jelas selalu ada untuknya.

**

Saat ini Elmira tengah mengemasi pakaiannya ke dalam beberapa koper, bahkan hampi seluruh bajunya ia bawa. Kebetulan sekolah barunya nanti berada di tempat yang cukup jauh dari perkotaan dan hal itu menjadi pengalaman baru untuknya.

Elmira sangat bersyukur karena bisa ditempatkan di sekolah yang jauh dari kota, karena ia sendiri ingin menghabiskan waktunya sendirian. Untungnya segala kebutuhan dirinya di sana sudah ditanggung oleh pihak sekolah, termasuk rumah yang akan ia tempati untuk waktu yang kurang lebih 3 bulan.

Selesai mengemasi pakaian dan barang-barang yang Elmira rasa perlu untuk di sana, gadis itu keluar dari kamarnya dengan membawa beberapa koper di belakangnya. Bertepatan dengan itu Pak Wijoyo—selaku supir di rumahnya datang menghampirinya.

"Biar saya yang bantu, Non," pria setengah baya itu meraih koper yang dibawa oleh Elmira kemudian menariknya keluar, tak lupa dengan dibantu oleh Pak Nano—satpam di rumahnya.

Elmira tersenyum tipis saat melihat kedatangan Bi Marni dengan membawa segelas susu coklat. "Non, minum dulu ya susu buatan Bibi," wanita yang sudah cukup tua itu menyerahkan gelas yang dipegangnya.

Dengan senang hati Elmira menerima dan langsung meneguknya hingga tandas. "Makasih banyak ya, Bi. Saya pamit dulu," gadis itu mencium punggung tangan Bi Marni dengan sopan. Meskipun dia adalah asisten rumah tangganya, tetapi tetap saja Elmira harus menghormatinya.

"Hati-hati ya, Non. Eh, Non tunggu!"

Kaki Elmira kembali ke tempat semula saat Bi Marni memanggilnya. Sebelah alis Elmira terangkat menatap asisten rumah tangganya itu.

"Non beneran masih ada uang? Kalau emang gak ada, pakai aja uang tabungan Bibi dulu."

"Masih ada, Bi. Uang yang dikirim sama mereka aja masih ada, belum habis, Bi."

"Kalau Non butuh apa-apa, jangan lupa telepon Bibi ya?"

Elmira mengangguk. "Saya pamit, Bi. Assalamualaikum," gadis itu menyempatkan diri untuk tersenyum pada Bi Marni sebelum akhirnya menaiki mobil.

Begitu mobil melaju meninggalkan pekarangan rumah, Elmira menoleh ke belakang melihat rumah besar itu dengan tatapan sendunya. Padahal Elmira berharap jika yang mengantarkannya saat ini adalah kedua orangtuanya, atau setidaknya mengantarkan hingga depan rumah.

Gadis itu tersenyum kecut, sepertinya itu hanya akan menjadi mimpinya saja. Tadi dirinya berpamitan saja, mereka menganggap hal itu sebagai candaannya saja. Tidak mungkin juga jika ia berniat untuk becanda sampai mengunjungi perusahaan mereka.

Mungkin mereka mengira bahwa dirinya sudah dewasa dan tidak perlu lagi diprioritaskan, makannya dari itu mereka lebih memprioritaskan pekerjaannya dibandingkan dirinya yang bisa berkembang dengan sendirinya.

Biarlah, lagi pula sekarang ini ia sudah tak menginginkan lagi perhatian dari kedua orangtuanya.

***