Malam itu adalah malam yang dingin.
Sedingin lautan es yang membekukan langit malam. Di bawahnya ada sebuah Menara yang tingginya, mencapai langit yang gelap gulita. Berdiri di bawah Bulan yang birunya bagaikan ribuan kristal yang di pahat menjadi satu, di asah hingga kilauannya seperti kaca yang menyinari seluruh Planet yang tandus itu. Di bawahnya seperti padang gurun yang dikelilingi bebatuan merah. Tanaman di sekeliling tempat itu kering, layu, mati. Ada beberapa perumahan yang terlihat, beberapanya seperti peninggalan dari masa lalu.
Pada intinya, semua mati.
Kecuali satu.
Menara itu sendiri.
"Tuan Putri?" Seorang Pria memanggil Gadis cantik yang pucat di depannya. Dia memanggilnya dengan formal, menandakan derajat/status dari Pria itu. "Tuan Putri? Apa kamu baik-baik saja." Pria itu memanggil sekali lagi. Mengejutkan Gadis itu, tapi dia tidak terlalu terkejut. Semua itu adalah hal yang biasa baginya, 'Tuan Putri.' Itu adalah derajat dari Gadis itu. "Aku baik-baik saja. Paman Rahma." Gadis itu membalas, suaranya terdengar sedih. Dia melipat bibir, lalu menatap Bulan itu lagi. "Hari ini. Aku mengalami mimpi yang aneh..." Katanya. "Mimpi seperti apa Tuan Putri?" Pria bernama Rahma, bertanya dengan ekspresi yang serius. "Tsuki-Kiyomi. Menghilang dari langit. Lalu seseorang—." Gadis itu mencoba untuk bercerita akan mimpinya, namun Rahma memotong cerita itu."Itu, hanyalah mimpi." Kata Rahma. "Tidak perlu untuk di pikirkan Tuan Putri." Dia mencoba untuk menghindar dari apa yang dia dengarkan. "Itu ... pasti hanyalah mimpi." Otsuna memberi sugesti itu kepada dirinya. Itu semua hanya sekedar mimpi, Pikirnya.
Di sisi lain, Rahma menyembunyikan sesuatu. Kemungkinan besar hal yang serius. Apakah!? Dia tidak begitu yakin dengan pemikiran yang sedang bergulat di dalam kepala Pria itu. Bibirnya mengering, tenggorokannya terasa haus, dia menelan air ludah yang terasa hambar, lalu berdiri dari bawah lantai. Rahma menutup pintu kamar Tuan Putri itu perlahan. Saat dia menggeser pintu depan—.
Gadis itu berbalik kepadanya.
Rambutnya sangat putih, panjang, dikepal menjadi satu. Wajahnya, tidak perlu diragukan, dapat memabukan para pria yang melihatnya secara sekilas. Tubuhnya di tutupi kimono hitam bercorak mawar, berwarna violet ungu. "Tunggu Paman Rahma." Gadis itu mendesah. Pantulan dari cahaya bulan mengenai dirinya. Tuan Putri Otsuna berdiri di tengah kamar lalu berkata. "Aku ... memiliki satu permintaan." Katanya.
Rahma hanya asal menebak, permintaan ini pasti yang dikatakan Dewi Sakuya, dia sendiri tidak begitu yakin. Rahma mengangkat wajahnya untuk melihat sang Tuan Putri. "Permintaan apa itu?" Dia bertanya dengan serius.
"Aku ingin keluar dari Menara." Kata Tuan Putri dengan pandangan mata yang, tanpa ada keraguan itu. Permintaannya dalam waktu sekejap membuat Rahma terdiam.
Pria itu bukanlah orang biasa.
Dia adalah seorang petinggi dari Klan yang terhormat. Sebuah klan yang memberikan kehidupan kepada Planet yang mereka tinggali. Mereka, menari-nari untuk memberinya kehidupan. Mengalirkannya Cakra keseluruh Planet itu bagaikan mata air dari sungai. Dari Klan itu juga bunga dan pepohonan bertumbuh sangat merdu. Mengikuti irama dari sang Ratu, menyatukan mereka di bawah sinar dari bulan yang mereka buat berabad-abad yang lalu.
Tsuki-Kiyomi ialah nama dari Bulan itu.
Klan besar itu memiliki nama yang di ukir dari Api kehidupan.
Klan Kotomatsu.
"..."
Rahma masih bingung untuk menjawab. "Paman..." Tuan Putri Otsuna memberinya tatapan itu lagi. Matanya berair, ekspresinya mengkerut, menandakan betapa sedihnya dia. Otsuna berharap kepada Rahma untuk dapat mengabulkan permintaan itu. Dan dia, kemungkinan besar satu-satunya orang di dalam Menara yang memiliki kekuatan yang tidak ada bandingannya. Pria itu masih di posisi yang sama, memegang pintu dengan kedua tangannya. Dia belum menjawab Tuan Putri Otsuna.
Rahma mengingat lagi tragedi yang kelam, tetapi dia memutuskan untuk tidak menghindar lagi. Rahma menghela napas, lalu akhirnya menjawab. "Baik jika itu keinginanmu. Tuan Putri." Balas Rahma.
Balasannya membuat sang Tuan Putri bahagia, dia berbalik keluar jendela, berdoa kepada Tsuki-Kiyomi. "Ibu aku mohon perlindunganmu." Doa Tuan Putri dengan wajah yang berserih. Membuat Rahma senang dengan ekspresi yang Tuan Putri tunjukan. Pria itu, hanya memberikan jawaban yang kepastiannya, sangat tidak pasti. Dia menutup pintu sang Putri, menarik napas sedalam mungkin, lalu melepaskannya. Hal itu seperti, hal pertama yang ingin dia lakukan sebelum mengakhiri hidupnya, atau memulainya, Rahma tidak begitu yakin. Pria itu berdiri dan lanjut berjalan melewati koridor-koridor gelap yang di terangi benda-benda bernama,
Hinotama,
Bentuknya bundar, kecil, terangnya bagaikan bintang-bintang yang berterbangan. Mengelilingi setiap koridor yang lebarnya lebih dari 20meter.
"Rahmanaya!"Seorang Gadis memanggil Pria itu. Rahma berhenti saat mendengar suara yang memanggilnya. Dia melihat seorang Gadis, mereka berdua saling menatap satu sama lain sekitar setengah menit. "Mai." Kata Rahma. Mereka berdua dari Klan yang sama, pakaian yang mereka kenakan terlihat mirip. "Akhir mungkin akan segera terjadi." Kata Rahma dengan ragu. "Akhir katamu!!" Mai sangat terkejut mendengar kata 'Akhir.' Rahma kembali berjalan melewati Mai yang penuh dengan keringat, kata yang lebih cocok untuk mendeskripsikan kondisi Gadis itu: mandi keringat.
Hati Gadis itu bergetar, detak jantungnya berdegup seperti pintu yang di ketuk berkali-kali. Rahma sendiri bimbang dengan apa yang baru dia ucapkan, tapi dia bukanlah seseorang yang mudah ragu. Rahma berhenti untuk sementara waktu, menguatkan mentalnya. "Sakuya-sama." Gumam Rahma.
"Hhhh..." Mai menghela napas, berpikir keras dengan keadaan yang mungkin akan terjadi. Mai Kotomatsu, dan Rahma Kotomatsu adalah tangan kanan dan tangan kiri sang Tuan Putri.
Otsuna Otsutsuki.
Bisa dikatakan mereka berdua adalah penjaga dari Tuan Putri Otsuna sendiri. "Na ... na, na..." Tuan Putri Otsuna bernyanyi kepada sang Bulan di atasnya. Kebenarannya, dia mencoba untuk menghibur dirinya sendiri. Tuan Putri itu sedang memikirkan apa yang akan datang, atau apa yang mungkin terjadi jika dia keluar dari Menara.
Dan semua itu,
Mencerminkan keraguan pada wajahnya yang cantik.
GHHGK!
Tuan Putri menggigit bawa rahangnya. Mencoba untuk menguatkan mentalnya yang masih dalam keadaan, berayun-ayun. Di saat itu juga Rahma sedang berjalan,
Seketika itu,
Dia tiba-tiba berhenti, "Kirana!?" Rahma terkejut, melirik seseorang dengan tajam. "Apa yang kamu lakukan di dalam Menara!? Kenapa kamu tiba-tiba datang!" Dia menaikan nada suaranya, memberikan tanda kepada Wanita putih di depannya untuk segera berbicara. Jika alasannya tepat, maka dia akan hiraukan. Tapi jika alasannya sama seperti apa yang sedang dia pikirkan, maka—.
"Aku datang. Untuk menghentikan apa-pun yang kalian pikirkan ... Rahmanaya." Wanita itu membalasnya dengan sopan. Namun di balik kata-kata itu, terdapat belati yang dapat menyayat musuh-musuhnya. Dia memberikan alasan kepada Rahma, dan alasannya itu, sangatlah jelas! Rahma melangkah maju. "Kirana. Lebih baik, kau segera pergi dari Menara ini." Dia membuka kuda-kuda yang kokoh. Kirana memajukan langkah, "Hehehe, hahaha..." Wanita itu tertawa terbahak-bahak mendengarnya.
Lalu,
DUUUUAAARRR!!
Mai mendegar suara ledakan dari dalam Menara, dan langsung berlari ke arah kamar Tuan Putri Otsuna. "Tuan Putri!?" Mai memanggil Tuan Putrinya berkali-kali. Dan, pada akhirnya suara itu mencapai Tuan Putri Otsuna di balik kegelapan. "Ada apa?? Apa yang terjadi? Mai." Tuan Putri Otsuna bertanya. "Tidak ada waktu untuk menjelaskannya!" Mai membalas. Gadis itu menarik Tuan Putri Otsuna keluar dari kamarnya dengan tergesah-gesah.
Di saat itu terjadi,
Rahma muncul di belakang mereka,
"Masuk ke dalam sini!!" Kata Rahma. Kedua Gadis itu berbalik, melihat sebuah Portal yang terlihat seperti pintu, terbuka di depan mata mereka. Mai menarik Otsuna, secepat mungkin tapi Gadis itu hanya mendorong Tuan Putrinya menuju Portal. Otsuna terkejut, dia bahkan tidak sempat mengatakan apa-apa kepada dua orang itu. "Maafkan aku Tuan Putri." Kata Mai. Seglintir kata itu membuat sang Tuan Putri mengeluarkan air mata. Sebelum dia dapat masuk ke dalam Portal. "Tuan Putriku!!" Teriak Wanita bernama Kirana di belakang mereka. Sesuatu seperti kain melesat, menahan bawah kimono Tuan Putri Otsuna, namun benda apa-pun itu, tiba-tiba mundur kembali dari awal tempatnya keluar.
"Mai! Paman—!!"