Arato terbangun dengan posisi tertidur, pipi kiri, menyentuh tanah yang dingin.
"Eh, uh...??" Dia membangunkan dirinya dari tumpukan salju yang menutupi seluruh tubuh. Wajahnya terlihat bingung, kata yang lebih tepat: bodoh. Air liur masih turun dari bibir ke dagunya seperti air. Arato menyeka mulut, lalu menoleh. Kepalanya terasa sakit, pipi kirinya lebih, sakit? Pikirnya. Napas yang hanga keluar dari hidung dan mulutnya, seketika itu membeku di udara.
"Ini sebenarnya ... di mana?" Arato bertanya-tanya, bukan hanya dengan keadaannya tetapi juga, ingatannya. Kepala Anak itu serasa baru terkena balok kayu, lalu, di lempar ke bawah tumpukan jerami yang baru keluar dari lemari pendingin. Seluruh tubuhnya masih terasa, membeku. Arato menggeser tas pembawa pesan pada punggungnya. Dia mengambil syal dari dalam tas itu, dan memakainya pada leher. "Fiuh." Arato menghembus napas, mengingat betapa beruntungnya dia. "Untung saja aku membawa syal." Katanya.
Jika hanya syal itu saja.
Kemungkinan besar kedua lengan dan jari-jarinya dapat terkena radang dingin. Dia menggerakan seluruh tubuh seperti sedang melakukan senam pagi. Menghindari salah satu hal yang sedari tadi masih mengganggu pikirannya, hipotermia. Arato mengangkat kedua kaki, dan, mulai berlari seperti sedang diadakan lomba lari maraton. "Hup-hup-hup!"Semakin lama, dia berlari semakin kencang, melewati pepohonan yang di tutupi salju putih. Meninggalkan jejak kaki di bawa tanah yang membeku, lebih baik aku segera-. Saat dia sedang berpikir untuk bergegas. Sesuatu menghentikan langkahnya, WOAH! itu ... Apa?? Yamato kebingungan dengan apa-pun itu, di depan mereka. Arato terengah-engah, mengambil kembali napasnya. Dia berhenti, menajamkan pandangannya, menoleh ke depan dengan tatapan yang serius.
Dia memakai sebuah Dojutsu.
Noh.
Nama itu pasti terdengar aneh. Hhhh, Arato membuang napasnya perlahan. Dojutsu di matanya memiliki tiga magatama yang di sebut, Tomoe. Akan tetapi mata itu bukanlah mata biasa, melainkan sebuah Sharingan. Warnanya tidaklah merah, melainkan biru bagaikan air laut. Terlihat seperti ikan yang berenang di tengah pupil mata Anak laki-laki itu. "Apa? itu..." Arato mengeraskan bawah rahangnya. Dia ragu, dan tidak begitu yakin dengan apa-pun yang dilihatinya. "Tubuh." Gumamnya. Aroma asing memasuki penciumannya. Dingin, bukan karena cuaca, tetapi bau yang tercium. Dingin bagaikan air yang tenang, membeku saat musim dingin. Arato mendekati tubuh itu perlahan-lahan. Degup jantungnya berbunyi semakin kencang, dan, semakin kencang bagaikan suara lonceng.
Walaupun dia terbiasa melihat tubuh, secara harfiah tubuh yang sudah kaku. Dia tahu, dia tidak akan terbiasa dengan hal yang seperti, Ini. Pikir Arato saat melangkah maju. Dia berhenti tepat di depannya, Yah aku rasa dia sudah mati. Kata Yamato. Dia cukup yakin saat melihat tubuh dari jarak sedekat itu, kulit yang putih, dan lain-lain. Dia terdengar sangat yakin. Arato menunduk, dia mendekatkan telinga ke arah hidung Gadis itu.
Lalu,
Terkejut mundur hingga terjatuh kebelakang.
Kedua matanya terbuka lebar, pupil matanya goyah. Dia merasa legah saat mendengar hembusan napas yang keluar dari mulut Gadis yang pucat itu. "Maaf tapi kali ini tebakanmu salah ya. Yamato." Arato tersenyum. Bukan hanya Gadis itu hidup, tetapi juga dia tidak perlu melihat mayat seorang Gadis dengan kimono hitam yang sedikit terkoyak di bawahnya. Apa dia Bangsawan atau, seseorang yang serius? Yamato bertanya kepada Arato. "Aku tidak tahu." Arato membalasnya. Dia juga tidak begitu yakin sedang melihat Selebriti atau seorang Bangsawan. Karena kedua hal itu, adalah hal yang serius. Tidak perlu ada masalah diplomatik... Yamato mengangkat bahu. "Kan?" Lanjutnya, muncul seketika entah dari mana.
Yamato menatap Arato selama beberapa detik.
Dia tahu ekspresi itu, "Dasar keras kepala." Yamato mendesah. Mengetahui ekspresi Arato hanya akan membuat mereka terjebak ke dalam sesuatu yang lebih merepotkan. Dia menoleh ke bawah, dan bersprekulasi dengan keadaan yang mungkin akan terjadi. "Kita sudah pernah terjebak sekali dengan masalah..." Kata Yamato. Seperti ini, ingat. Lalu Anak berambut api itu menghilang lagi. "Baik-baik. Bu." Arato sedikit meledeknya.
Anak laki-laki itu menggunakan segel tangan,
Namun segel tangan ini.
Terlihat seperti kelinci. "Homura!"Sebuah api biru menyala di tengah telapak tangan kanan Anak itu. Arato menyentuh Gadis pucat di bawahnya dengan Api Homura, mencoba untuk menghangatkan seluruh tubuh Gadis itu. Dia pucat seperti tidak ada pembulu darah, tetapi sangat cantik bagaikan bidadari yang jatuh dari surga.
"Uhk-uhk!" Gadis itu batuk beberapa kali. Arato mencoba untuk mengangkatnya dari bawah tanah.
Namun hal yang tidak dia prediksi pun terjadi.
Gadis itu membuka matanya, mendorong kedua tangan ke arah Arato saat dia hampir menyentuh kain Gadis itu.
BRRRRKKKKK!
Hampir seperti itu,
Bunyi dari Es yang tiba-tiba menerjang bagaikan tembok yang terbuat dari ratusan paku. Menghempaskan pepohonan, salju, tanah, bahkan Anak laki-laki itu dari tempatnya berdiri. Gadis di depannya secara spontan menghentikan kedua tangannya yang gemetaran. Dia menyentuh tengah dada, merasakan detak jantungnya yang masih berdegup kencang. "Tolong maafkan aku. Aku tadi. Tiba-tiba. Itu refleksi." Kata Gadis itu dengan ekspresi yang sangat bingung. Bahkan kata-katanya juga terdengar seperti, hanya memakai apa yang terlintas dalam benaknya. Sudah kubilang bukan! Yamato terdengar serius. Dia meneriaki Arato sambil memperhatikan kondisi mereka. Untung saja kau memakai Api Homura tepat waktu. Yamato sedikit legah mengetahui Arato melindungi seluruh tubuhnya dengan Api biru itu. Api miliknya langsung menutupi tubuh Arato bagaikan selimut. Anak itu masih terdiam kaku untuk beberapa saat.
"Itu tadi ... gila." Dia menghembuskan napas yang di tahannya. "Fiuuhhhhhh! Aku tidak percaya masih hidup setelah terkena ... ini!" Membuang kata-kata yang terlintas dalam benaknya pada saat itu juga. Berdiri sambil melihat bongkahan Es yang ujungnya tajam bagaikan pisau. Dan tubuhnya, hampir saja tertusuk seperti boneka voodoo yang hampir terkena paku. Jaraknya dengan bongkahan Es itu, sekitar 8cm.
Dan,
Perasaannya.
Cukup heboh.
Gadis itu berdiri sekitar 10meter, dan mereka saling menatap satu sama lain. Keadaan jadi sedikit canggung, dan bongkahan Es di depannya bukanlah Gaya Es biasa. Api biru di sekitar tubuh Arato ikut membeku saat bersentuhan dengan Teknik, apa-pun itu. Api biru Homura bukanlah api biasa dan Gadis ini membekukannya seperti air, hal itu cukup menakutkan bagi Arato. Namun dia mengumpulkan keberanian, dan bertanya, "Hai. Apakah ... Uhm, kau baik-baik saja?" Arato bertanya dengan kikuk. Gadis pucat itu hanya menganggukan kepalanya. Jika dilihat dari situasi, ya dia pasti pikir kau seorang perampok. Yamato berkomentar. Pendapatnya tidak membuat keadaan buruk menjadi lebih baik. Arato perlahan-lahan menghindari bongkahan Es, lalu berjalan mendekati Gadis itu.
Dia kelihatannya sedikit waspada melihat Anak itu mendekat. "Tenang saja aku bukan perampok, atau semacamnya..." Kata Arato. "Aku Arato Uzumaki. Shinobi dari desa Di Balik Daun." Dia memperkenalkan dirinya sebelum melangkah lebih jauh.
Dari sudut pandang Gadis itu, Mahkluk ini tampaknya tidak berbahaya. Pikirnya. Situasi di sekitaran mereka, bisa dibilang cukup kacau. Gadis itu menoleh kesekitarannya. Dia tampak serius, kedua mata Gadis itu berubah seketika, mengeluarkan urat di sekitaran mata. Menandakan satu hal dalam sudut pandang Arato. Dia sedang melihat-lihat situasi, Pikirnya. Anak laki-laki itu berpikir, mungkin dia tidak perlu melangkah lebih jauh atau, dia yang akan berubah menjadi kalkun beku dalam hitungan detik. Dojutsu yang Gadis itu pakai juga, kemungkinan besar dia dari Klan Hyuga. Arato hanya berspekulasi akan segala kemungkinan yang semungkin-mungkinnya sedang terjadi. Jika boleh di bilang, keakuratan Anak itu dalam berpikir sekitar 55%, dan itu lebih dari cukup untuk menaikan tingkat kewaspadaannya jauh lebih tinggi dari pada biasanya.
"Ki..." Gadis itu menoleh ke arah Arato. "K-k-kkita ini sebenarnya ada di mana??" Katanya sambil tergugup. Caranya berbicara melelehkan suasana yang tegang itu. Arato tersenyum, menggaruk rambut sambil berpikir, tampaknya tadi itu cuma kesalah-pahaman.
Tapi.
"Penampilan dapat menipu." Atau itu yang biasa Shu katakan. Mengingat itu, membuatnya sedikit mengenang masa-masa kecilnya. "Kita sedang berada di ... Uh, hm. Kayaknya masih disekitaran Negara Api." Kata Arato. Dia juga tidak begitu yakin, tapi dari bukti pepohonan pinus dan jalan yang sama. Bisa di katakan mereka berada di sekitar hutan dekat desa Di Balik Daun. Hei, ngomong-ngomong. Apa kau tidak bertanya siapa dia? Yamato menyinggung hal itu. "Yah." Arato hampir lupa untuk menanyakan namanya. "Siapa namamu?" Anak itu mencoba untuk bertanya dengan sopan. Gadis pucat itu meliriknya. "Otsuna." Katanya, sangat pelan seperti suara bisikan. "Huh??" Arato tidak mendengar ucapan itu. "Otsu." Katanya. "Na." Gadis itu menambahkan. "Oh, jadi. Otsuna bukan?" Arato bertanya lagi. "Hm." Otsuna mengangguk. Aku tidak begitu yakin, tapi kira-kira nama Gadis yang pucat itu adalah Otsuna. Dia tampaknya tipe seseorang yang pemalu, dan sangat berhati-hati. Otsuna menoleh ke atas, melihat langit yang berwarna putih abu-abu. Membentang luas hingga membuatnya terpukau akan hal itu. Salju yang masih berjatuhan, turun ke pipinya yang hangat. "Ini luar biasa." Gumam Otsuna. Gadis itu seperti berserih. Arato menoleh ke arah langit yang sama, memandangi salju yang berjatuhan. Luar biasa?? Dia cukup heran mendengar kata itu, yah mungkin saja itu pernyataan yang-. Sebelum Yamato dapat membalas Arato.
"Aku lupa! Aku harus segera bergegas!!" Anak itu menyadari sesuatu. Dia berbalik, dan-.
"Tunggu!" Otsuna memanggil Arato. "Huh!?" Arato menoleh kepada Otsuna. "Ada apa?" Dia bertanya. "Aku mungkin tersesat dan butuh bantuanmu. Tuan." Otsuna menunduk, dia memohon bantuan kepada Anak laki-laki itu. Dari sudut pandangnya, Hm ... tampaknya, aku juga tidak dapat menolak itu. Pikir Arato.
Lebih baik kau membawanya ke desa. Yah untuk berjaga-jaga. Kata Yamato. Rencana itu terdengar sangat bagus. Shinobi desa dapat membantu Gadis itu.
Dan,
Mungkin sang Hokage dapat menangani kasusnya secara langsung. Kau berpikir sama seperti yang aku pikirkan. Kata Yamato. Tidak. Arato membalas. "Menurutku Ibu dapat membantu Gadis ini. Bagaimana jika kau membawanya langsung ke kantor Hokage." Yamato muncul, lalu mengatakan idenya. Sebenarnya itu ide yang ... Sakit Bung! Arato sangat setuju dengan Yamato. Anak berambut api itu berpose, mencoba untuk terdengar keren, "Tentu saja." Katanya. "Patner." Yamato terlihat cukup bodoh saat mengatakan itu. "Ya ampun." Gumam Arato dengan ekspresi datar. Aku hanya berharap tidak mempersulit keadaan yang sudah ... dari kelihatannya saja cukup sulit, Pikirnya. Arato masih melihat Otsuna yang kelihatannya, terkagum-kagum dengan pemandangan yang sebenarnya, biasa-biasa saja di hadapan mereka.