Boruto Uzumaki dan Sarada Uchiha hampir sampai ke tengah desa.
Di saat itu pun juga,
Mereka berdua terhenti saat melihat apa yang sedang turun dari atas langit desa. Dia yang tiba-tiba membuat seluruh langit desa itu mendung. Hujan menuruni desa di balik daun tiada henti-hentinya, deras hingga guntur berbunyi keras. Lalu awan hitam di atasnya pun melingkar seperti akan terjadi badai setelahnya. Membuat mereka yang berada di bawah, semakin berjaga-jaga. "Tuan Putri tenang saja." Kata Sumire. Gadis itu mencoba untuk menenangkan Otsuna yang sedari tadi, ketakutan, Pikir Sumire. Arato dan ketiga orang lainnya yang berada di tempat itu tahu apa yang sedang turun. Dan itu bukanlah pertanda yang baik. Shikadai semakin berkeringat.
Seorang sosok mulai terlihat dari kejauhan.
Bau ini mengerikan!! Yamato merasa mual, dan semakin waspada. "Otsuna Putriku." Suara yang mencekam memanggil nama si Gadis itu, "Otsuna!!" Katanya sekali lagi. Para Shinobi desa sedang melihat seseorang, melihat sesosok Pria berpakaian putih berselendang emas, berparas tampan, bertanduk dua. Otsutsuki!! Seorang Shinobi desa mengatakan itu dengan penuh rasa dendam.
Pria itu,
Dia turun dari atas sana, tapi tidak menyentuh tanah.
Baddddam!!
Shinobi desa yang tadi memanggilnya meletus seperti balon seketika. Tanpa peringatan atau apa-pun itu, "D-ddia mati." Shinobi yang berada di dekatnya dipenuhi dengan darah dan sisa-sisa organ dalam temannya itu.
Membuat para Shinobi desa itu seperti paralisis.
!
Shikadai terheran-heran dengan kemampuan yang berada di luar nalar itu. Bagitu pula dengan orang-orang yang melihat kejadian itu secara langsung. Arato, berkeringat dingin, entah apa yang baru saja terjadi. Anak itu mengeluarkan Pedang dari balik sarung di punggungnya. "Hei-hei!" Shikadai memperingati Arato untuk tidak gegabah.
Anak laki-laki itu melihat kode di tangan Shikadai,
Tapi dia tidak dapat mundur sekarang.
Secara diam-diam Hitomi Tomoe miliknya, tertancap di tiga titik yang berbeda disekitaran desa. Mencipatakan apa yang Anak itu namakan, Medan Ilusi. Sebuah teknik yang dapat memanipulasikan Api Homura sebagai sarana untuk membuat semacam medan tak kasat mata.
Dan di dalam medan itu,
Dia.
Tarian Oni – Gerakan Pertama!
Arato memasang kuda-kuda yang kokoh, kedua kakinya terbuka, tangan kanan dan kiri memegang Pedang Yamato pada sisi sebelah kanan. Kai, Yamato membuka kedua pintu depan Gerbang Aomori memakai kedua tangannya. Hal itu membuka kemampuan Dojutsu Arato Uzumaki ke tingkat yang selanjutnya.
Yoh-Noh-Haku.
Anak laki-laki itu mengeluarkan benang-benang api berwarna biru dan hitam dari dalam tubuhnya. Melingkar bagaikan nyamuk, terlilit seperti mumi, lalu, wujud zirahnya mulai terlihat. Topi bundar, hitam dengan sepuluh lonceng berbentuk magatama mengitari topi miliknya. Zirah berwarna biru dilapisi dengan zirah lain yang berwarna hitam saling melapisi satu dengan yang lain.
Teknik zirah miliknya di namai,
Yomo.
Yomo itu ada beberapa tingkat.
Jika menyinggung yang lebih spesifik adalah tiga, namun saat dia berdiri dengan Jutsunya. Tanpa disadari dia sudah berada pada tingkat yang terakhir. Emosinya sedikit bercampur, dan hal itu tidak dapat disalahkan, dia tidak dapat menghentikannya. Api pertama yang menyala di atas Jarum Tomoe mengejutkan seseorang," Hah. huh!?" Kejutnya. Arato menunggu hingga seluruh Jarum pun menyala. Saat kondisi Jutsunya telah sempurna. Anak laki-laki itu berdiri dengan topengnya yang mengeluarkan darah di bawah lubang pada kelopak mata topeng itu. Arato menunggu Pria di depannya untuk maju, "Tidak kusangkah akan bertemu di tempat seperti ini..." Kata Pria itu. "Oni!!" Lanjutnya dengan kelima bola mata pada kulit dahi yang terbuka, di tengahnya mengeluarkan darah. "Ayah." Gumam Otsuna dengan penuh rasa takut pada sekujur tubuhnya. "Dari mana kau mendapatkan mata itu Oni?" Pria itu memberi tanda kepada Arato untuk segera memberitahunya. "..." Arato hanya diam melihatnya.
Suasana semakin lama, semakin mencekam.
Walau hari itu masih siang, semua orang di dalam desa merasa kalau matahari telah tenggelam dan sudah menyambut malam. Arato meneguk air luda yang berada pada tenggorokannya yang kering.
Lalu,
Berpura-pura Menjadi Oni!
Tiba-tiba Anak itu menghilang dari tempatnya berdiri. Berubah menjadi sekawanan gagak api berkaki satu. Mengejutkan mereka yang melihatnya, Shikadai berpikir kalau dia bisa saja terkena, Ilusi!? Shikadai menoleh. Dia juga kurang begitu yakin. Gagak-gagak itu semakin lama, bersuara semakin nyaring, teriakan mereka mengitari seluruh area. Berterbangan seperti kelelawar di malam hari, menakuti beberapa Shinobi desa yang berpikir itu mungkin saja, "Jutsu milik musuh!!" Teriak seorang Shinobi. "Serang!" Teriak yang lainnya.
Mereka mulai melempar Kunai dan salah satu Kunai mereka mengenai gagak itu. Dan seketika itu pun terbelah menjadi dua.
Teknik itu bernama,
Yatagarasu.
Gagak-gagak itu semakin bertambah, dari seratus menjadi lima ratus gagak. Menakuti siapapun yang mereka lewati, tetapi tidak dengan Pria berpakaian putih itu. Dia, tanpa ekspresi apa-pun pada mimic di wajahnya berkata, "Apa kau sedang bermain-main denganku? Oni." Kata-kata itu menghancurkan ketiga Hitomi Tomoe milik Arato. Apa!? Anak itu lebih dari sekedar terkejut, dia tercengang. Tubuhnya tiba-tiba muncul, hampir mendekati Pria bermata lima itu. Jarak mereka sangatlah dekat namun Arato terpeleset dengan Jutsunya sendiri. Sebelum dia dapat memutar tubuhnya Pria itu telah berada di depan wajah, menangkap topengnya lalu, dia dorong hingga menghancurkan tanah. "Akhhh!!" Arato teriak kesakitan. Akan tetapi Pria itu tidak menunjukan tanda pengasihan. Dia mengangkat Arato lalu mendorong Anak itu berkali-kali hingga menghancurkan seluruh struktur tanah di bawahnya. Pria itu melemparnya bagaikan ranting kayu, terlempar beberapa ratus meter, menabrak Es milik Otsuna hingga terpental kembali seperti bola voli ke dalam lorong-lorong pertokoan.
Pada intinya, dia babak belur.
"Ba—jingan." Arato memuntahkan darah dari mulutnya. Hei! Seseorang memanggil Arato, Hei Patner! Bertahanlah bung!! Yamato memanggilnya berkali-lali, namun Anak laki-laki itu telah kehilangan kesadarannya.
"Tidak kusangka ini." Pria berkain putih itu masih melihat tubuh Kirana yang membeku. Dia mendekati Wanita itu, tetapi tidak dapat menghancurkan bongkahan Es di hadapannya. "Ayah." Otsuna memanggilnya. Dan Pria itu menoleh, "Otsuna" Gumamnya. "Apa kau mengkhianati aku. Ayahmu!" Pria itu menaikan suaranya. Membuat seluruh tubuh Otsuna langsung bergetar, "Hhhh." Gadis pucat itu menghela napas. Terengah-engah seperti ada sesuatu yang mengganjal lehernya. Sebelum Pria itu dapat melangkah maj. Tubuh Nue sudah berada di belakang Otsuna. Mahkluk itu sebesar tokoh kue, dan seseorang menungganginya bagaikan kuda. "Baik, baik. Nue." Sumire mengelus Nue seperti Anak kucing.
Di sisi lain dari tempat itu.
"Aku rasa dia akan baik-baik saja." Kata seorang Wanita. "Baik kalau begitu, biar aku saja yang menggendong bocah ini." Balas seorang Pria. Uuuuh! Arato berhenti untuk berpikir dalam sesaat. Dia merasakan punggung seseorang. Gawat-gawat-gawat!! Dia benar-benar dalam keadaan yang, sangat gawat! Pikir Arato. Anak laki-laki itu membuka matanya perlahan, lalu melirik ke sebelah kiri. Dia mencoba untuk mengatur napasnya, membuat adrenalin dalam darah kembali stabil.
Degup jantungnya, mulai berdetak secara normal.
"Apa kau sudah bangun?" Boruto memanggil Anak itu. Walau dia berupaya untuk diam selama beberapa detik, Anak itu merasa kalau dia telah, "Ketahuan." Kata Arato. "Sejak kapan kau mengetahuinya?" Dia bertanya kepada Boruto. "Sejak kau berpura-pura pingsan." Boruto menjawabnya dengan santai, dan itu, Mengerikan... Yamato mendesah. Tapi kau sangat beruntung bisa selamat. Terlempar seperti itu menabrak beberapa toko—. Yamato tiba-tiba muncul tapi menahan kata-katanya.
Anak berambut api itu terdiam.
Boruto masih meliriknya.
Jadi,
Yamato menghilang lagi. Hm Boruto menggumam, berpikir kalau Anak itu mungkin saja, semacam, Jubi. Pikirnya. "Apa kau bisa menurunkanku?" Arato bertanya. "Ya" Balas Boruto, "Apa kau yakin sudah tidak apa-apa?" Boruto sedang memikirkan kondisi Anak itu. Dari sudut pandangnya dia tahu, "Kau babak belur." Boruto bergurau. "Yah, itu uh? huh." Arato mendesah dengan ekspresi malas. Dia sedang tidak ingin membalas gurauan apa-pun. Kebenarannya: kenapa Sarada masih menatapnya.
Hal itu membuatnya gugup.
Boruto menurunkan Anak itu dari punggungnya.
Dia menginjak tanah, dan seketika itu juga tersadar,"Topengku!?" Arato memutar tas punggungnya. "Oh" Sarada memegang sesuatu, "Maksudmu ini?" Dia mengulurkan sebuah Topeng yang tadi dia pegangi. "Ya. Uh terimakasih." Arato mengambil Topeng miliknya, tapi tetap saja masih di tatap dengan serius. Anak laki-laki itu tidak ingin membuat masalah yang lebih jauh, Jika ketahuan aku tidak yakin bisa kembali ke waktu dimana aku berada. Pikir Arato sambil memakai Topeng itu. Dia kehilangan Pedang Yamato, kemungkinan besar terhempas bersamanya. Dia ingin mengambil kembali Pedangnya, tetapi Sarada ingin mengatakan sesuatu.
"Apa hanya begitu saja?" Kata seseorang. "Ten—tu s-aja tid—ak." Seseorang terengah-engah membalas perkataan itu.
Sarada dan Boruto mendengar suara orang-orang yang sedang berbicara. Mereka semua berhenti untuk sementara Waktu. "Orang itu lagi." Gumam Arato. Dia baru menyadari kalau mereka berada sangat dekat dengan Otsuna, Sumire, dan Shikadai. Jaraknya sekitar 40meter.
Arato memakai Noh,
Dia menoleh kesekitarannya.
???
Sesuatu sedang menetes mengenai rambutnya, "Huhhh!" Arato menyadari hal itu dan segera untuk berpindah tempat, "Uhhuh-huh-huh!" Dia mundur perlahan-lahan sambil melihat beberapa lendir yang tiba-tiba turun. Lendir-lendir itu menuruni langit seperti udara di sekitar mereka terbuat dari tembok. Cairan berlendir itu terkumpul pada satu tempat, lalu mulai membentuk bola mata yang banyak. Arato bahkan tidak berpikir untuk mendekati, Cairan menjijikan apa itu sebenarnya?? Pikirnya.
BRRRKRKKK!!
Suara terjangan es pun muncul Kembali bersamaan dengan jeritan penduduk desa.
Anak laki-laki itu tanpa berpikir panjang segera bergegas ke arah letak suara yang dia dengarkan sebelumnya. Dia melempar Jarum ungu miliknya, jarum itu berubah menjadi benang-benang ungu. Terikat ke sebuah tiang, dan dia bergelantungan darir gedung ke gedung sampai tiba di sebuah bongkahan Es raksasa. "Arato!!" Boruto dan Sarada memanggilnya. "Ini lebih buruk dari pada yang kupikirkan." Arato berdiri di atas bongkahan Es namun pandangannya tertutup uap yang tebal. Dia sempat melihat sesuatu di bawahnya. Aroma asing memasuki penciumannya lagi, membuat Arato yakin kalau dia tidak lagi perlu menentukan arah dan langsung melempar jarumnya sekali lagi. Menusuk Pria bermata lima di bawahnya, tapi tidak seperti dugaan. Pria itu menahan jarumnya sambil menarik Arato dari atas. "Ooohhh—Ahhhhhh!!" Arato teriak panik saat tubuhnya di tarik semudah itu.
Tarian Homura – Gerakan Keenam.
Arato menggunakan pukulan lembut seperti cara Klan Hyuga bertarung.
Macan Putih!!
Api biru dan hitam melilit tangan kanannya, berubah menjadi wujud yang hampir sama seperti harimau. Dia tidak perlu mengukur, dan langsung menembakan Jutsunya. Harimau api itu menerjang kabut, melubanginya, menuju Pria berkain putih itu.
DUUARRR!!
Ledakan api dari Jutsu Arato menghempaskan uap-uap dingin di sekitaran tempat itu. Dari cara api itu meledak, tidak mungkin Pria itu hidup, itu yang Arato pikiran. Seketika itu juga wajahnya ditangkap tepat di tengah telapak tangan orang itu, Apa-apaan!? Arato terkejut, atau lebih tepatnya kebingungan. Wajahnya sekali lagi di ramas seperti bantal. Hampir meremukan tulang pipinya jika bukan karena Topeng yang menahan jari jemari Pria itu. Jika tidak kepalanya mungkin berakhir seperti salah satu Shinobi desa.
"Oni." Kata Pria itu. Dia mulai mengencangkan cengkramannya, namun sesuatu tiba-tiba terjadi. Tubuh Arato berubah lagi menjadi gagak-gagak api. "Permainan ini lagi!!" Pria itu muak dengan Jutsu Arato. Dia berpaling sebentar lalu menoleh dengan amat cepat. Namun kurang wajahnya balik di hajar dengan Teknik itu.
"Rasengan!!" Arato teriak sekencang mungkin. Teknik itu semakin lama, semakin membara seperti obor.
Homura!
DUAR!!
Rasengan miliknya meledak, menghempaskan Pria dan Anak itu kedua arah yang berlawanan. Arato menahan hempasan tubuhnya memakai dua tangan dan kaki. Walaupun beberapa detik dia terlempar, pada akhirnya dia berhenti, lalu kembali mengambil napasnya yang terbuang. Musuhnya menghentikan tubuhnya dengan sangat mudah. Entah itu Gaya Angin atau Gravitasi aku tidak lagi peduli!! Arato menggeram. Anak itu melihat Pria di depannya mendorong tubuhnya sendiri seperti mengendalikan layang-layang. Dia mengapung di tengah udara dengan keseimbangan yang sempurna. Mereka cukup jelas berada di tingkatan yang sangat jauh berbeda. "Kau mempunyai beberapa tipuan Oni." Kata Pria itu. "Sarada!" Boruto tiba-tiba muncul di depan Arato. Sebelum dia dapat melanjutkan kata-katanya. "Aku tahu!" Sarada membalasnya. Mereka berdua seperti membaca pikiran satu sama lain. Hal itu tidak begitu mengejutkan, mengingat kedua orang itu adalah rekan satu tim. Arato menoleh ke arah Otsuna, di sebelah kiri dari tempatnya berdiri. Gadis pucat itu terengah-engah, tampaknya akan akan segera pingsan. Sumire terluka, begitu pun juga Nue, Shikadai berada di dekat Otsuna dengan wajah yang babak belur dan tubuh yang penuh dengan luka serius. Dia berdiri seakan-akan lukanya hanya sekedar luka gores. Pria itu berkeringat, hembusan napas dia atur sesuai dengan keadaannya yang sekarat. Dia tidak memiliki banyak Cakra yang tersisa. Jika Pria itu bergerak, maka mereka, tanpa keraguan pasti mati. Arato berdiri dari tanah, memikirkan beberapa kemungkinan. Tapi mengalami jalan buntu pada strateginya.
Dia menggigit bawah rahangnya.
Tarian Homura!!
Anak itu memakai kuda-kuda yang sama dengan Tarian sebelumnya, namun kali ini. Tangan kanan dan kiri menampilkan segel tangan pada dada kiri dan perut sebelah kanan.
Di saat itulah,
Gerakan Kesembilan - Kurama Ekor Sembilan!!
Dia menghentakan dua kaki ke bawah tanah.
Memberikan tanda kepada Apinya, kalau dia siap untuk bertarung. Arato menjadi semakin bersemangat. Tubuhnya mengeluarkan wujud Rubah berapi-api, berekor sembilan, bertaring biru laut. Membuat semua orang di desa itu berhenti. "Kurama!?" Naruto berhenti di tengah jalan menuju pengungsian bersama Hinata dan Himawari. Mereka melihat sesosok pelindung yang telah lama menghilang dari desa itu. Rubah itu memegang beberapa orang dengan ekornya. "Kau ini sebenarnya siapa!!" Arato bertanya kepada musuhnya. "Akulah Tuhan dari Tuhanmu Oni." Pria itu menjawab Arato. Jawabannya tidak lebih pasti dari pada kepastian itu sendiri. Menurut pengalaman Anak itu dalam hal interogasi, orang ini sedang tidak bercanda. Anak itu terkejut melihat Pria itu menahan Api Homura miliknya "Aku Brahma." Pria itu mengangkat kedua lengannya ke atas secara bersamaan. Dan lendir yang berjatuhan mengenai tubuhnya semakin lama menelannya. Lendir itu bergelembung mengeluarkan hawa yang sangat panas. Apa dia sedang melelehkan dirinya?? Yamato sedikit bingung dengan apa yang terjadi. "Tidak peduli apa-pun itu..." Kata Arato. "Aku sendiri yang akan membakarnya!!" Wujud Rubah api berlari dengan tangan dan kakinya bagaikan serigala, membuka rahang, lalu menyantap lender dengan Pria itu di dalamnya. Namun mereka semua terkejut, begitu pula dengan Anak itu sendiri, "Apa kau bercanda!?" Arato mengeluh. Lendir itu berada di tengah api miliknya tetapi tidak terbakar sama sekali. "Tampaknya api ini masih belum dewasa." Sebuah suara keluar dari dalam lendir itu. "Tsuki-yo—. " Otsuna menoleh ke arah Arato. Tsuki akan mati begitu juga semua orang ditempat ini.
"Oni atau Anak Manusia. Semua itu tidak lagi penting." Kata Brahma. "Di sinilah tempatku menari!" Arato memperjelas bahwa dia tidak akan mundur begitu saja. "Akulah api di tempat ini." Lanjutnya. Anak itu menatap sesuatu yang sedang terbentuk dari lendir itu. "Arato jangan gegabah!" Kata Boruto. "Bukannya aku gegabah. Tapi sejak kapan orang tidak mengambil tindakan bodoh jika mendengar suara dari balik benda itu?" Arato membalasnya. Boruto cukup mengerti maksudnya, tapi pada inti pembicaraan, bukan itu yang coba dia sampaikan. Anak yang keras kepala... Boruto menggeram. "Ya, ampun!" Gumamnya. "Hmm. Hehe..." Sarada sedikit tertawa mendengar mereka. Bukannya dia berpikir itu lucu, tetapi, terlihat cukup bodoh. Pikirnya.
"Tempatmu menari ya." Gumam Brahma. "Mata itu Kyogan." Seluruh tubuh Brahma mulai terbentuk dari dalam lender menjadi sesuatu yang gelap, bagaikan tinta yang di keraskan. Dia seperti mahakarya seniman yang sengaja di buat untuk menakut-nakuti anak-anak. Arato tidak pernah mencium aroma yang sedang menyengat hidungnya. Sungguh mengerikan. Anak itu mengigil. Rasa takut menggerogoti pikirannya, degup jantungnya tidak berhenti sejak dari tadi.
"Tuhan!!"
Arato mendorong dirinya dengan Gaya Angin.
Seratus Poin – Shu!
Menyerang Brahma dengan serangan yang mampu dorongan udara seperti gelombang air. Teknik itu bahkan tidak membuat Brahma bergeming sama sekali. Pria itu tersenyum bengis, untuk yang pertama kalinya. Arato semakin frustasi, Brahma membuka Jutsu Ruang dan Waktu lagi, lalu mengeluarkan sebuah tongkat. Benda itu sepertinya terbuat dari material yang sama dengan yang di miliki Otsuna, tetap agak sedikit berbeda. Tongkat itu bercincin lima, berwarna emas dan hitam pekat. Terlihat seperti benda yang biasa di pakai seorang biksu. Sebelum Brahma mengambil Tongkat itu. Otsuna melesat dengan kecepatan tingg ke arah Brahma. "Otsuna—!" Brahma terkejut. Dia menoleh secepat mungkin.
Tarian Putri Musim Dingin.
"Tunggu. Shirayuki!!" Arato teriak kepada Otsuna. Namun Gadis itu menghiraukannya. Tubuh Otsuna semakin bercahaya, dalam artian yang buruk. Arato secepat mungkin mengarah kepadanya. Seketika itu terjadi, sesuatu menembus Otsuna di tengah dada, hampir mengenai wajah Arato.
Cipratan darah keluar dari ujung tongkat itu.
Terciprat ke seluruh wajah Arato yang goyah melihat benda itu menembus tubuh Otsuna. Arato terdiam kaku. "Tsu-ki-yo." Kata Otsuna." Shirayuki." Arato tidak menyangka akan apa yang telah terjadi. Semuanya bagaikan mimpi buruk. "Semuanya akan baik-baik saja." Otsuna memejamkan mata.
Lalu ledakan lainnya terjadi.
Ledakan itu keluar dari tubuh, memadamkan Api yang sedang mengamuk di atas langit hingga tanah. Arato tidak dapat meraih apa yang telah berubah menjadi pecahan debu salju. Mereka semua terhempas di atas langit.
"Tangkap mereka!!" Kata Sai. "Baik!"Inojin membalasnya.
...
Sekitar lima menit telah berlalu.
"Uhhhh, ahh aduh" Arato terbangun dengan keadaan yang menyedihkan. Tulang-tulang di badannya terasa nyeri seperti terserang demam tinggi. "Sial." Arato mencoba untuk bernapas lebih tenang. Salju yang tadinya berhenti, mulai turun kembali perlahan-lahan, mengenai pipinya yang hangat. "Apa kau tidak apa-apa?" Sarada bertanya kepada Arato. "Ya-yah... tidak. tidak juga." Balas Arato. Dia cukup tertekan, memikirkan Kembali Otsuna. Sarada sedang mengobati luka-luka Arato memakai Jutsu pengobatan. Dia yakin Anak itu akan baik-baik saja, atau mungkin tidak. Mereka semua di tempat itu tampak murung, walaupun langit desa itu terlihat cerah kembali.
Arato membangunkan dirinya.
Dia tidak mengatakan apa-apa, begitu juga mereka yang berada di sekitarannya. "Maaf sudah menyeretmu ke dalam masalah ini." Kata Sarada. Arato tidak mengerti apa maksud dari perkataan itu, dan tidak terlalu memikirkannya. "Aku rasa. Aku sudah tidak apa-apa sekarang." Arato tersenyum. "B-baiklah." Sarada mengangguk. "Jangan terlalu banyak bergerak." Lanjutnya. Arato melihat seseorang di seberang mereka. Boruto sedang berbicara dengan beberapa wajah yang tampak tidak asing baginya. "Itu tidak bagus." Gumam Arato dengan serius. Mereka tampaknya berbicara tentang sesuatu "kau dengar apa kata mereka?" Yamato bertanya. "Tidak, aku lebih ingin lari sekarang." Arato membalas sambil mencoba untuk berdiri." Hei apa kau benar-benar sudah tidak apa-apa??" Sarada bertanya dengan penuh kekhawatiran. "Ya." Arato berbalik dan lari secepat yang dia bisa.
"Tu—." Sarada merapatkan bibirnya, menahan kata-katanya. "Aku harap dia benar-benar sudah tidak apa-apa?" Sarada bertanya-tanya. "Hhhh" Boruto menghela. Beberapa orang penting di desa bersamanya. "Jadi itu dia ya." Kata Konohamaru. "Ya." Boruto membalsnya. "Berikan dia sedikit ruang Kak Konohamaru." Lanjutnya. Konohamaru mengangguk. "Ini hari yang benar-benar aneh." Gumam Konohamaru. Dia dan beberapa orang lainnya cukup setuju dengan argumen itu, 'hari yang aneh'. Shikadai menoleh ke atas langit dengan pemikiran-pemikirannya.
"O-tsuna." Tubuh Brahma setengah beku. Terkena dampak ledakan dengan luka-luka yang serius. Untuk yang pertama kali seumur hidupnya, dia tidak pernah merasa serapuh itu. Cakra di dalam tubuhnya mempunyai penyimpanan yang berada di luar nalar. Karena ledakan itu seluruh cakraku termakan habis menjadi salju. Pikir Brahma. "Tidak kusangka anak perempuan itu akan berbuat senekat ini!!" Kata Brahma dengan penuh amarah, frustasi dan rasa sakit yang tidak dapat di utarakan. Pria itu mengeluarkan tongkat yang dia masukan kembali ke dalam dimensi lain. Dia berjalan terpincang-pincang menggunakannya, sambil mengingat bongkahan Es yang membekukan seluruh dirinya, seketika itu pecah menjadi butiran salju. Bersama dengan Cakra dan harga dirinya yang tinggi. Brahma tidak menyangka Es Otsuna akan sekuat itu. Dia dapat melihat apa yang akan terjadi, tapi tidak sepenuhnya tepat dalam hal itu.
Dan kali itu tampaknya dia meleset jauh.
Arato berhenti, "Itu kan!" Dia melihat syal biru miliknya, tergeletak di tanah. Anak itu berjalan, mengangkat syal dari tanah, menggenggamnya seerat mungkin agar tidak tertiup angin, lalu memakainya. Air mata membasahi syal biru yang dia pakai. Arato dapat mencium sisa-sisa aroma dari Gadis itu.
!?
Arato semakin waspada, dia mendengar sebuah suara yang semakin mendekat. Suaranya seperti besi yang saling bersenggolan, mengeluarkan bunyi yang berdengung. Arato tidak tahu pasti suara apa itu, tapi dapat menentukan asal suara itu berada. Di depan, Arato menebak. Dia dapat merasakan aroma yang sama. Menyengat hidungnya, Si brengsek itu. Gumam Arato dengan ekspresi muram. Yang benar saja. Apa dia masih hidup setelah terkena itu! Yamato terlihat seperti para penjaga lingkungan yang protes di hari minggu.
Tapi kau benar juga. Balas Arato.
Dia mendengar suara Brahma yang terdengar marah. Pada saat itu dia merasa keadaan genting akan segera terjadi. Dia mungkin telah merusak masa di mana dia berada, tapi aku juga tidak dapat diam saat ini! Arato bertekad kepada dirinya. "Jika itu yang ingin kau lakukan" Kata Yamato. "Ayo menari lagi." Dia tersenyum. Setelah Anak laki-laki bertekad untuk maju,
Dia pun berhenti lagi.
"Apa-apaan—!!" Terkejut melihat Brahma dengan tubuh yang seperti setengah lendir itu. Monster itu menghisap beberapa penduduk desa, entah itu pria, wanita ataupun anak-anak. Brahma tidak memperdulikan hal itu, yang dia peduli hanya, Cakra. Brahma menyerap Cakra dari tubuh orang-orang sampai mengering. Seluruh kehidupan dari tubuh itu bagaikan minuman kaleng baginya. "Ahhhhh!! " Suara teriakan menggema keseluruh penjuru desa. Teriakan itu mengerikan, memedihkan hati. Membuat Arato semakin bersiap-siap untuk yang terburuk. Jaraknya dengan Brahma sekitar 52meter, bahkan dengan jarak sejauh itu. Sudah cukup baginya untuk membidik. Ini yang terakhir, itu yang Arato pikirkan.
"Tarian Homura – Gerakan Akhir."
Kesepuluh bola Api hitam dan biru mengitari telapak tangan kanan Anak itu. Teknik itu sangatlah spesial, rumit, yang terakhir dari Kesepuluh Tarian miliknya. Api hitam pada sisi kiri, dan yang biru pada sisi yang sebelah kanan. Keduanya dia namai sebagai, Oni (Api hitam) dan Homura (Api biru). Dua dari satu yang berada pada kedua sisi yang berbeda, tapi intinya adalah satu. Dia tidak memiliki rencana cadangan, dan hanya percaya kepada dirinya untuk tidak mengacau lebih jauh.
"Roda Rasengan!!"
Bola-bola api itu berputar semakin kencang, membentuk sebuah wujud pada tengah telapak tangannya.
Lalu dia lempar dengan gerakan seperti melempar bola bisbol.
Api itu membentuk sebuah, "Api Iblis." Hinata dengan Byakugannya tidak dapat menjelaskan dengan lebih baik. Naruto kebingungan dengan kata-kata itu, dia tidak mengerti maksudnya. "Uhhh?" Naruto mencoba untuk berpikir, "Baiklah kalau begitu. Itu kedengarannya sangat berbahaya" Dia mengesampingkannya dan beralih kepada, "Intinya gawat benar kan." Kata Naruto. "Apa itu benar, atau?" Sasuke bertanya kepada Hinata. "Aku juga tidak begitu yakin. Tapi mungkin itu bukan milik musuh." Hinata menjawab Naruto dan Sasuke dengan serius. Sakura menoleh kepada Sasuke dan Naruto, "mereka berdua tampaknya tidak mengetahui apa-apa soal apa-pun" Pikirnya. Mereka sendiri kurang begitu yakin dengan pemikiran mereka.
Sebelum tiba pada titik yang konklusif,
DUUARRR!!
"Ini berbahaya!?" Sasuke memakai Susanoo untuk melindungi tubuh mereka.
Ledakan api yang dahsyat meletus seperti bom di tengah-tengah desa di balik daun. Api biru yang bercampur dengan yang berwarna hitam menjalar keseluruh desa seperti akar. Mereka yang berada di dalam radius itu terkena api dengan ekspresi terheran-heran. "Kenapa kita tidak terbakar??" Para penduduk desa melihat satu sama lain selagi api itu melewati mereka. Dan secepat kedipan mata api-api yang membara itu terhisap ke dalam tubuh Brahma seperti penyedot debu kelas tinggi. Apa-apaan!! Yamato tercengang. Begitu pula dengan Arato yang berkeringat. Mengetahui api miliknya, "Hanya sebatas api biasa." Kata Brahma. Pria itu, monster. Arato melangkah mundur. Tarian yang terakhir, Arato meneguk air ludah. Bibirnya mengering. Brahma tersenyum melihat ekspresi Arato, "Kau sudah kehabisan Cakra. Tapi masih dapat berdiri seperti itu ya." Brahma dengan suaranya yang berat itu, benar-benar mengintimidasi Arato. Dia tidak dapat menyembunyikannya, apa yang Brahma katakan benar-benar tepat sasaran. Cakra terakhir yang dia simpan telah dipakainya, dan dengan mudahnya api itu lenyap. "Arato!!" Boruto muncul dengan Jutsu Ruang dan Waktu. Dia bersama dengan Sarada kali ini. Mereka berdua berdiri dihapan Arato, mengingatkan Anak itu akan sesuatu. Amukan Brahma yang selanjutnya, "Bagaimanapun juga kita tidak akan biarkan kau menyentuh Anak ini." Kata Boruto. "Ya." Sarada mengangguk.
"Maaf tapi penampilan terakhir ini harus kucuri." Arato berdiri dengan kuda-kuda yang lain. Dia memegang Pedang Yamato, lalu memasukannya perlahan kedalam sarung pedang yang terbuat dari api. Gerakan itu menimbulkan api yang mulai muncul dari dalam tubuh Brahma. Api-api biru mulai mengamuk keluar, lalu berubah menjadi hitam seperti air yang terkena tinta. Lalu tersayat bersamaan dengan Pria itu saat dia mulai meneriaki kata "Oni!!"
"Apa yang terjadi!?" Boruto kebingungan, begitu pula dengan Sarada.
Para Shinobi desa dan penduduknya teriak, "Akhirnya!!" Mereka menangis, bersedih, berbahagia. Memeluk rekan-rekan dan teman-teman mereka. Arato melihat itu dengan senyuman, dia menoleh ke atas. Melihat langit yang agak cerah, sedikit putih keabu-abuan, memandanginya dengan tatapan berbeda.
"Hari yang aneh." Kata Arato.