Otsuna berjalan bersama Arato Uzumaki.
Bahkan setelah kejadian canggung yang mereka berdua, hadapi sebelumnya. Beberapa bongkahan Es setajam paku dengan cuaca yang dapat mengundang hipotermia. Itu adalah pekerjaan sehari-hari Anak itu, kira-kira, bisa dibilang begitu. "Oke-oke jadi." Arato bercerita kepada Otsuna di sepanjang perjalanan mereka. "Begitu." Dia sangat antusias, entah kenapa.
Otsuna tampaknya tertarik dengan cerita Anak itu, "Ohhh!!" Gadis itu terpukau. Dia berjalan sambil memikirkan kisah-kisah menarik dari Anak laki-laki itu. Kebenaranya adalah, itu sebenarnya cuma cerita biasa. Yamato berkomentar.
Arato menghiraukan ucapannya. Otsuna menoleh ke depan, lalu sekali lagi dia menoleh dengan pandangan mata, yang berkilauan. Gadis itu melihat sesuatu yang merah di depan mereka. Sebuah Gerbang desa yang terbuka lebar. Otsuna menyentuh tengah dada, merasakan degup jantungnya lagi.
Arato meliriknya.
Melihat Gadis yang pucat itu, dia seperti bebas. Arato berpikir begitu saat melihat Otsuna di depannya. Gadis itu mengenakan syal biru milik Anak laki-laki itu. Dia memberikannya di tengah perjalanan mereka, dan Gadis itu sepertinya menyukainya, (syal itu). Di saat itu juga, Otsuna tiba-tiba menghentikan langkah
kakinya. Dia melihat Gerbang merah di depan mereka sekitar lima menit, membuat Arato sedikit heran. Dari sudut pandangnya, dia sepertinya baru melihat sesuatu yang seperti itu. Arato melirik Gerbang desa itu juga, dari belakangnya. Dia berjalan melewati Otsuna. "Ayo kita masuk." Dan menepuk pundak Gadis itu. "Hm!? B-baik." Otsuna terkejut. Mereka berdua berjalan memasuki Gerbang desa, namun Arato melihat sesuatu yang tampaknya sedikit aneh. Tapi dia berpikir, mungkin cuma perasaanku saja. Dia memberikan sugesti itu kepada dirinya.
Arato dan Otsuna pun melangkah masuk, berjalan menuju Pos Penjaga. "Permisi. Kami berdua ingin melapor." Kata Arato. "Baik apa ada yang bisa aku bantu?" Seorang Gadis membalas. Dia tampaknya seorang Chunin, atau mungkin Jonin. Apa dia baik-baik saja?? Yamato cukup takjup. Dia melihat Gadis berkacamata bundar dengan kelopak mata seperti sedang terkena kerja lembur. Kelopak matanya sedikit hitam, aku ragu kalau dia baik-baik saja. Arato membalas. "Apa Kakak baik-baik saja?" Arato bertanya kepada Gadis itu. "Ya, aku ba-ik-baik saja." Gadis itu menguap lebar. "Uh, Baiklah." Balas Arato.
"Kami berdua mau masuk ke dalam desa." Lanjutnya. "In-to the vi-llage. Ki-ta ma-suk." Arato berima lagi, seperti biasa.
"Baik, kalau begitu." Gadis itu hanya mendengar setengah perkataan Arato. Dia meletakan kedua tangan di atas keyboard dan sepertinya siap untuk mengetik. "Nama kalian berdua?" Gadis itu bertanya. "Aku Arato Uzumaki." Balas Arato, lalu.
"A.k.a O-ni Pu-tih" Dia berima. Gadis berkacamata bundar itu hanya diam. Dia tidak memiliki tenaga untuk berkomentar,
jadi,
Dia hiraukan.
"Aku Otsuna." Otsuna menundukan kepalanya dengan sopan. "Baiklah. Kalian berdua, tunggu sebentar ya." Gadis itu mengetik nama Arato dan Otsuna. Dia mencetak nama mereka ke dua buah tag name, (kartu tanda turis.) Memakai alat yang hampir mirip dengan printer. "Ini dia." Kata Gadis itu. "Woah-woah!"
Yamato mendorong kedua tangan, seperti memberikan tanda stop. "Uh, ini kan. Kartu untuk turis!" Arato protes dengan kartu yang di berikan kepadanya. Sungguh turis. Hello! Yamato juga sepertinya protes akan hal itu. "Aku adalah Shinobi dari
desa ini-." Arato memberitahu Gadis itu dengan serius. Anak laki-laki itu sepertinya tidak akan diam dan menerima kekalahan begitu saja. "Beberapa hari yang lalu, sedang ada masalah dalam data penduduk desa..." Gadis itu menyela Arato. "Jadi aku tidak dapat mengkonfirmasi kata-katamu." Lanjutnya. "Huh!?" Arato terkejut bingung, apa-apaan itu. Mereka berdebat selama 3 menit. Otsuna tampaknya ingin meredakan situasi, tapi di hiraukan begitu saja. Gadis berkacamata bundar itu kerepotan dengan Anak laki-laki yang keras kepala di hadapannya. "Sial. Kalau begitu!" Arato menggeser tas punggung, mengambil ikat kepala, lalu menunjukannya tepat ke arah wajah Gadis di depannya.
"Hhhh..." Gadis itu menghela napas, sepertinya dia akan menyerah. "Baiklah-." Sebelum dia dapat menyelesaikan kata-katanya, Arato menyela "Jadi." Katanya. "Jadi aku dapat memahami rasa frustasimu. Dan sayangnya, aku harus mengatakan ini ... pakailah kartu itu untuk sementara waktu." Gadis itu membalasnya. "Huuh." Arato mendesah dengan ekspresi malas. Dia tidak ingin berdebat lebih jauh, dan hanya akan menyepelekan masalah tag name di tangannya. "Sial." Gumamnya. "Sampai data penduduk desa di pulihkan. Maaf tapi kamu harus memakai tag name itu untuk sementara waktu." Gadis itu mencoba untuk memberikan penjelasan yang, cukup rasional. Kata Yamato.
Setelah perdebatan yang cukup singkat.
Mereka akhirnya tiba pada titik di mana, "Kalian berdua sekarang di persilahkan untuk masuk. Dan jika ada seseorang dari kepolisian atau Shinobi desa-." Gadis itu memberikan penjelasan lebih lanjut secara terperinci, namun Arato menyela sekali lagi. "Kami tunjukan ini. Benar bukan?" Kata Arato.
"Benar." Gadis itu mengangguk.
Anak laki-laki itu bersama dengan Gadis pucat di sampingnya, akhirnya berjalan masuk ke dalam desa Di Balik Daun. "Maaf soal tadi." Arato menoleh kepada Otsuna. "Tidak. Tidak apa-apa." Otsuna membalas dengan kata-kata yang sopan. Sejak pertama mereka bertemu, cara Gadis itu menyampaikan sesuatu. Benar-benar orang yang sangat formal, Pikir Arato. "Ya." Yamato muncul sekali lagi. "Saking formalnya. Aku curiga dia mata-mata." Yamato bergurau.
"..."
Arato tidak membalas gurauan itu. "Atau mungkin dia memang orang yang ramah." Yamato mengangkat bahu. Arato memperhatikan Gadis pucat itu, dari belakangnya dengan penuh kecurigaan.
Tiba-tiba,
Otsuna menahan napas sebentar di tengah jalan yang di penuhi dengan gedung-gedung tinggi. Seluruh tempat di sekitarannya bagaikan sesuatu yang baru dan sulit untuk di cerna oleh dirinya. Bagaikan dunia yang penuh dengan dongeng, tempat itu sungguh berwarna warni. "Ini seperti mimpi." Kata Otsuna secara tiba-tiba. Dari ekspresi wajah Gadis itu, Arato tidak perlu memperdebatkan hal-hal yang sepeleh. "Itu tidak terlihat seperti wajah seorang mata-mata menurutku." Dia tersenyum menyeringai kepada Yamato. "Ya. Tapi tetap saja ... Itu wajah seorang turis." Yamato membalasnya.
"Hei! Otsuna. Ada tempat yang cukup terkenal disekitar sini." Arato mengagetkan Otsuna. "Uh! Ohh. Bb-begitu ya." Dia cukup terkejut saat Anak laki-laki itu berjalan melewatinya sambil memanggil. Otsuna tersenyum manis, lalu mengikuti jejak di mana Anak laki-laki itu berjalan-.
"Bau apa ini??" Gumam Arato "Ada apa?" Otsuna bertanya kepada Arato yang tiba-tiba saja berhenti di depannya. "Tidak bukan apa-apa." Balas Arato. Dia lanjut berjalan, kali ini dia waspada akan sesuatu. Otsuna memperhatikan cara pandang
Anak laki-laki itu, dia berbeda dari pada sebelumnya. Pikir Otsuna. Mereka baru saja memasuki desa, dan seketika itu. Anak-anak kecil di sekitaran mereka terlihat takjup. Mereka melirik panjangnya rambut yang di miliki Otsuna. Tampaknya
Anak-anak itu sedang bermain dengan beberapa ranting pohon, "Hai kakak!" Kata seorang Gadis kecil. Dia muncul tiba-tiba di depan Gadis yang kulitnya putih seputih salju. "Uhh! Oh, maaf aku sedikit terkejut." Otsuna menundukan kepala. "Tidak apa-apa Kak. Hanya saja, kalau rambutmu terkait kayu atau kotoran pasti sulit ya untuk membersihkannya?" Kata Gadis itu. Otsuna tersenyum mendengarnya, "Tidak perlu untuk di khawatirkan nona muda. Aku dapat membersihkannya dengan kedua mata tertutup." Kata Otsuna. "Uhh..." Arato bingung dengan maksud ucapan Otsuna. Yah, kalau kau memiliki Byakugan itu terdengar mungkin ... maksudku, benarkan? Yamato tidak begitu yakin. "Hmmm. Apa boleh kami mengepangnya. Kalau tidak merepotkan Kakak." Gadis itu bertanya kepada Otsuna. Dia dan dua orang Gadis kecil di belakang memakai pakaian yang
tidak terlalu mengherankan. "Hmmm." Arato berjongkok. "Apa ada bayarannya?" Dia bertanya kepada Anak gadis itu. "Tidak-tidak ada." Anak Gadis itu berdiri, tangan kanan memegang dada kiri sambil mengangkat lengan keatas. Dari gerakan itu Arato bisa menebak, mereka pasti mengincar lencana Pramuka. "Janji Pramuka!" Gadis itu dengan tegas mengatakan itu. "Jika hal itu tidak merepotkan, maka..." Kata Otsuna, "Baiklah." Balasnya kepada Anak gadis itu. Dua rekan Anak gadis lainnya berada di belakang, dan mereka ikut tersenyum "Bagus!" Kata teman Gadis itu.
Sekitar 15 menit berlalu,
Anak-anak itu mengepang rambut putih Otsuna dengan sangat cantik. "Baiklah sudah selesai!" Kata mereka. Otsuna merasa takjup dengan perubahan rambutnya. "Apa kami boleh meminta tanda tangan ke dalam buku ini?" Seorang Anak lainnya membuka buku Pramuka yang dia miliki.
"??"
Otsuna tampak kebingungan dengan kata 'tanda tangan'. "Biar aku saja." Arato menyela mereka. "Dan aku tahu kalian bertiga berupaya keras dalam tugas kalian." Dia tersenyum. Ketiga Anak itu saling melirik satu sama lain, mereka tampak ragu. "Baiklah." Tetapi akhirnya mereka, mengangguk setuju. Kedua Anak lainnya pun menunjukan buku yang mereka miliki kepada Arato. Anak laki-laki itu menandatangani buku mereka satu persatu.
"Ya. Aku rasa sudah semua." Katanya. "Terimakasih banyak!!" Ketiga Anak-anak itu melambaikan tangan mereka
kepada Otsuna dan Arato. Mereka menunjukan rasa appresiasi dengan cara Pramuka.
"Ten-tu sa-ja." Arato berima membalas mereka bertiga.
Setelah itu,
Arato Uzumaki dan, si gadis misterius. Yamato sedikit menggodanya, berjalan lagi. Kebenarannya: Arato cukup takjup dengan rambut Otsuna yang di kepang. Dia kurang memperhatikan jalan dengan seksama, dan hampir saja menabrak tong sampah. "Fokus patner, fokus!" Yamato muncul lagi. Baik-baik. Arato menoleh kembali ke arah jalan dengan
tampang yang bodoh. Beberapa menit telah berlalu sejak pertemuan mereka dengan ketiga Anak pramuka itu.
Arato menghentikan langkahnya, "Akhirnya sampai." Katanya. Otsuna kehilangan kata-kata untuk membalas. Mereka berdua
berdiri di atas sebuah tempat di sekitar barat desa Di Balik Daun. Melihat pemandangan dari atas sana, melihat-lihat keramaian para penduduk di sekitaran mereka. "Ya-ya tunggu." Kata-kata itu keluar dari dalam keramaian, "Ayolah cepat sedikit!" Balas seseorang dengan penuh, ketidak-sabaran. Otsuna sangat penasaran akan sesuatu yang masuk ke dalam pandangannya. Ramai, Pikir Otsuna di tengah tempat yang sangat asing baginya. Dia tersenyum di balik selimut tipis yang menutupi bibirnya.
"Aku..." Gumam Otsuna. "Keluar dari Menara." Dia
memejamkan kedua mata. Tidak dapat mempercayai semua yang terjadi kepadanya, bagaikan mimpi. Pikirnya. Pagi yang segar itu membentang luas di depan mata Gadis yang kelihatan polos itu. "Uh ... ada apa dengannya??" Yamato menoleh, jika dia tidak memakai topeng yang menyeramkan itu, dia pasti terheran-heran seperti Arato. Aku tidak tahu... Arato membalasnya. "Benar-benar tidak tahu." Dia menoleh kepada arah yang sama dengan Gadis pucat di depannya.
CKLK!!
Bunyi minuman kaleng yang di buka.
"Huh segar!" Arato bersama dengan Otsuna duduk untuk mengambil kembali tenaga mereka, meminum minuman kaleng bertuliskan, Teh Olong. Arato melirik sesuatu yang aneh dengan patung wajah para Hokage. Sebelum dia dapat melihat keseluruhan wajah-wajah mereka, "Ahh!!" Otsuna terkejut, dan hal itu juga mengagetkan Arato. "Ada apa??" Dia bertanya. "Aku baru ingat..." Kata Otsuna. Gadis itu berbalik kepada Arato. "Aku ingin memberikan ucapan terimakasih." Otsuna berdiri dari tempat dia duduk dengan ekspresi yang cukup, serius. "Uh, sama-sama." Arato membalas Otsuna. Tipikal dirinya, lebih bingung dari pada orang yang bertanya. "Tidak-tidak. Aku bersikeras." Otsuna terdengar tegas kali ini. "Yah baiklah..." Balas Arato. Otsuna mulai berjalan cukup jauh dari arah mereka duduk, sekitar 8meter. Dari caranya berdiri, sebenarnya cukup rumit. Kuda-kuda kaki Gadis itu, menampilkan sesuatu yang membuat orang-orang di sekitaran mereka, berhenti berjalan. Seluruh mata memandanginya, (Otsuna). Arato, bisa dibilang sedikit bingung dengan apa yang akan terjadi. Gadis pucat itu 'pun melakukan sesuatu yang memukaukan mereka semua. Kedua lengannya mengeluarkan sesuatu seperti kelereng, berwarna hitam pekat bagaikan tima, lalu, dicelupkan ke dalam cat berwana hitam. Dua bola kecil itu mengubah bentuknya bagaikan tanah liat, dari sesuatu yang bundar menjadi, kipas tangan, Arato terkejut dengan hal itu. Dia berdiri dari tempatnya duduk, lalu terdiam.
"Itu..." Yamato kehilangan kata-katanya. Dia menoleh kepada Arato, "Bung!" Lanjutnya. Mereka berdua, bisa dibilang seperti dua orang idiot dalam acara TV tengah malam. Otsuna melanjutkan Gerakannya, tangan kiri dia gerakan ke arah kanan, lalu dibalasnya secara anggun memakai dua kipas tangan yang, "Berkedip-kedip." Kata seorang penduduk desa. Butiran salju, hingga tumpukannya berubah menjadi bunga Es. Mekar di saat musim dingin seperti kristal. Suara tepuk tangan pun mengelilingi tempat itu, bersamaan dengan ekspresi membeku Arato Uzumaki. Anak laki-laki itu lebih daripada bingung, dia sedikit merasakan deja'fu yang cukup aneh. Tarian
itu mengingatkan keduanya pada seseorang. "Uh..." Yamato sedikit bingung untuk merespon. Arato lebih kebingungan dari pada Anak berambut api itu. Mereka berdua tidak menyangka akan apa yang baru saja terjadi.