Chereads / My Beautiful Pregnant Maid / Chapter 11 - Terpukul karena situasi

Chapter 11 - Terpukul karena situasi

Saat waktu menunjukkan pukul lima sore waktu New York, akhirnya Phoebe dan Matheo tiba di sebuah apartemen yang cukup mewah. Mereka langsung menuju lantai nomor 9 di mana unit apartemen teman Matheo berada. 

"Kak, apa kamu baik-baik saja?" tanya Matheo saat menyadari bahwa Phoebe terlihat lemas dan pucat. 

"Aku tidak apa, Matheo. Aku hanya butuh istirahat dan ... Agak lapar," jawab Phoebe dengan tenang. 

"Hemm, kalau begitu aku akan segera pesan makanan," ucap Matheo kemudian segera merogoh saku jaketnya, lalu mencoba mengorder makanan melalui food delivery.

Tingg ... 

Lift terbuka. Matheo dan Phoebe segera keluar dari lift sambil menyeret koper dan membawa tas mereka masing-masing menyusuri koridor bernuansa metalik hingga mereka tiba di unit apartemen teman Matheo. 

Matheo menggunakan sebuah kode yang diberitahu oleh temannya untuk membuka pintu apartemen itu, sementara Phoebe membawa ponsel-nya untuk memilih makanan. 

Beep beep ...

Akhirnya pintu terbuka. Matheo membawa kopernya dan koper Phoebe masuk ke apartemen, sementara Phoebe lanjut mengikutinya setelah berhasil memesan makanan. 

Phoebe menatap suasana apartemen yang bernuansa metalik itu, kemudian berhenti di ruang tengah yang cukup luas dilengkapi dengan interior modern yang didominasi oleh warna silver. Wanita itu pun memilih untuk duduk di sofa berwarna abu-abu kebiruan, kemudian menyandarkan punggungnya karena merasa lelah. 

"Apa dia akan mencari aku dan mengetahui keberadaanku di sini? Atau mungkin saja dia hanya diam Karena dia sudah punya wanita lain di hatinya?" Phoebe menghela nafas, kemudian mengambil ponselnya yang tersimpan di dalam tas. Dia melihat wallpaper yang merupakan foto kebersamaannya dengan saat masih melakukan honeymondy di Paris Beberapa bulan yang lalu. "Aku merindukannya tapi aku juga membencinya ... Aku benar-benar tidak menyangka cinta yang dia berikan tidak sepenuhnya diberikan hanya untukku, tapi juga untuk cinta lamanya." 

Phoebe kembali menangis, seolah masih belum bisa menerima kenyataan ini. Rasanya seperti baru kemarin dia mengucap janji suci di hadapan Tuhan bersama John, kamu sekarang janji suci itu seperti dipatahkan, seperti dihancurkan dan tidak berguna lagi dan tidak memiliki arti lagi. 

"Ya Tuhan ..." Phoebe menghela napas, memegangi dadanya yang terasa sesak akibat situasi ini. Rasa lapar, mual, pusing, tertekan, seolah bercampur menjadi satu. 

Karena terlalu lelah dan pusing, akhirnya Phoebe ketiduran di sofa. Matheo yang baru kembali dari kamar setelah meletakkan koper dan membersihkan kasur, segera membopongnya ke kamar dan merebahkannya di kasur. 

"Ya Tuhan, aku pikir dengan mendapatkan suami yang kaya, kakakku akan bahagia. Tapi ternyata tidak ... Sekarang dia semakin menderita, memiliki beban ... Aku benar-benar tidak bisa melihatnya seperti ini," lirih Matheo sembari melirik Phoebe yang tertidur dengan wajah yang terlihat kusut, terlihat jelas wajah itu masih agak lembab dan sembab karna sering kali menangis. Yeah, faktanya saat masih di dalam pesawat tadi pun wanita itu juga sering menangis, karena masih terbayang-bayang oleh kelakuan bejat suaminya. 

'Sebaiknya sekarang aku mulai menghubungi dosenku dan membujuknya supaya aku bisa diizinkan untuk kuliah secara online saja. Aku tidak mungkin meninggalkan kakakku di sini sendirian ... Aku juga tidak mungkin kembali ke Ohio karena John pasti akan menemui aku, atau mungkin mengikuti aku saat aku kembali ke sini. Itu pasti akan membuat kakakku tidak aman,' batin Matheo sembari beranjak berdiri. Dia segera keluar dari kamar sambil mencoba menghubungi dosennya dan juga menunggu makanan yang dipesan tadi. 

___ 

John menghentikan mobilnya di halaman rumah, kemudian segera turun dan berjalan memasuki rumah dengan tergesa-gesa. Pria itu berjalan sembari melepaskan kancing kemejanya karena merasa panas, merasa ingin segera mandi. Hmm, bahkan setelah bercinta dengan Rachel kemudian malah ketahuan oleh istrinya, pria itu bah belum sempat mandi.

"Kenapa sangat sepi? Apa mungkin dia masih berada di kamar dan menangis?"

John penasaran saat tiba di ruang tengah. Dia pun segera ke kamar lantai atas dengan melintasi tangga dengan perasaan yang agak khawatir karena pintu kamar terbuka sedangkan dia tahu bahwa istrinya tidak pernah membiarkan pintu kamar terbuka begitu saja. 

Setibanya di kamar, John langsung menatap ke arah ranjang yang kosong. Dia berjalan menuju ke arah balkon, kembali masuk lagi ke kamar utama hingga tatapannya tertuju pada meja rias. 

"Semua peralatan make up nya sudah tidak ada ... Apa mungkin dia pergi dari rumah ini?" 

John segera memasuki ruang walk in closet. Dia membuka lemari pakaian istrinya, seketika matanya terbelalak saat melihat pakaian istrinya sebagian sudah tidak ada bahkan koper yang tadi sempat dia buang pun sudah tidak ada. 

"Sialan, brengsek!" John berteriak, kemudian menutup pintu lemari dengan membanting. Emosinya langsung ngomong, napasnya memburu membayangkan istrinya yang pergi dalam keadaan hamil sedangkan dia masih mencintainya dan belum bisa menentukan pilihan untuk tetap bersamanya atau bersama sang selingkuhan. Dia sama sekali belum siap untuk kehilangannya, membuatnya merasa ingin segera menemukannya. 

John kembali ke kamar utama, duduk di tepi ranjang dan mencoba menghubungi Phoebe. 

"Sialan, nomornya sudah tidak aktif. Dia pasti sengaja melakukan ini supaya dia bisa lari dariku supaya dia tidak bisa aku temukan!" ucap John dengan geram, mengepalkan tangannya yang kokoh. "Sebaiknya aku hubungi orang-orang yang berkaitan dengan Matheo. Aku yakin dia pergi bersama Matheo ... Aku akan segera menemukannya!" 

John beralih menghubungi orang lain. 

"Hallo, Sam. Aku ingin kamu mencari istriku sekarang juga!" ucap John. 

"Tapi ... Memangnya istrimu ke mana?" tanya seseorang bernama Sam dari telepon. 

"Dasar bodoh!" bentak John. "Jika aku tau di mana keberadaannya, aku pasti tidak menyuruh kamu untuk mencarinya!"

"Eh, maaf. Tadi aku salah bicara. Maksud ku adalah, apa alasan istrimu pergi?" 

"Sudahlah, itu bukan urusan mu. Tapi yang pasti kamu harus membantuku untuk menemukan istriku. Dia benar-benar sedang gila, bahkan sekarang dia sedang hamil. Aku tidak ingin terjadi hal buruk padanya!" 

"Baiklah ... Aku akan mencarinya sekarang. Kuharap aku akan mendapatkan imbalan yang bagus," ucap Sam dengan santai kemudian sambungan telepon terputus. 

John menghela napas, lalu berbaring dengan kaki yang menggantung di pinggiran ranjang. Dia menatap langit-langit ruangan, membayangkan apa yang terjadi hari ini sangat membuatnya stres. Pria itu merasa takut jika istrinya tidak akan pernah kembali padanya, sementara hubungannya dengan Rachel pun juga tidak jelas. 

'Ya Tuhan ... Aku harus bagaimana sekarang? Aku benar-benar belum siap untuk kehilangan dia ... Dia adalah istri yang baik dan setia ... Tapi aku juga tidak bisa menyingkirkan rasa cintaku pada Rachel ... samasekali tidak. Aku memang brengsek ... Aku tidak tahu kenapa aku harus mencintai dua wanita dalam waktu yang sama ... Bahkan aku tidak bisa memilih salah satu dari mereka!' 

John memijat keningnya, merasa benar-benar pusing dengan situasi ini. Dia juga khawatir jika orang tuanya datang menemuinya dan mengetahui bahwa istri yang kabur dari rumah, dan itu semua karena perselingkuhannya dengan Rachel.