Chereads / Ambang Senja / Chapter 9 - Dunia Pun Sedang Berperang

Chapter 9 - Dunia Pun Sedang Berperang

Netherlands, 1940

Irwansyah baru saja keluar dari kelas. Tiba-tiba seorang petugas administrasi kampus menghampirinya sambil memberikan kertas telegram. Wajah Irwansyah mendadak muram, petugas administrasi itu menepuk-nepuk bahu Irwansyah menunjukkan simpati. Irwansyah memaksa dirinya tersenyum, lalu pergi meninggalkan orang itu dengan langkah gontai, matanya tampak berkaca-kaca.

Belum sempat aku membalas budi. Entu telah pergi untuk selama-lamanya. Karena ingin membahagiakan beliaulah, aku menyeberang jauh ke negeri orang, kata Irwansyah di dalam hati sambil membaca lagi isi telegram.

Tiba-tiba terdengar suara lonceng dan sirene dari luar kampus. Awalnya hanya ada beberapa orang tampak berlari, tiba-tiba semakin banyak orang yang memenuhi koridor menuju luar kampus dengan wajah ketakutan.

"Red jezelf! Duitsland is gekomen om ons aan te vallen!"(53) teriak seorang mahasiswa Belanda pada Irwansyah.

"Waar redden we ons mee?"(54) teriak Irwansyah pada mahasiswa itu..

Mahasiswa yang ditanya sudah pergi tanpa menjawab. Irwansyah memandangi orang-orang yang lari ke segala arah.

Seorang dosen melangkah cepat menghampiri Irwansyah dengan wajah yang panik.

"Your analysis of the world war is very accurate. Germany has just invaded Rotterdam. Hurry up! You must escape to England!"(55) ujar dosen berkebangsaan Inggris itu.

"Thank you for the information, Mr. Edward, but ... "(56) ujar Irwansyah.

Mr. Edward juga sudah menghilang di antara kerumunan orang.

Inggris memang tempat yang tepat ketimbang Belanda untuk menghindari serangan Jerman, tapi bagaimana caranya ke sana? Pasti mereka hanya mengutamakan evakuasi warga kelas satu. Jangankan aku, orang Belanda pun tidak mungkin untuk dibawa semua ke sana," tanya Irwansyah di dalam hati.

Irwansyah tampak bingung. Jangankan mengemasi barang, untuk bersedih hati karena kabar kepergian Tengku Rasyid pun dia tak sempat. Dia harus berpikir untuk menyelamatkan diri.

Tiba-tiba Edward menepuk bahu Irwansyah. "Follow me!"(57)

Irwansyah tidak punya pilihan, ia mengikuti Edward.

Edward bilang ia akan membawa Irwansyah ke kantor perwakilan pemerintah Inggris di Rotterdam. Jarak dari Rotterdam ke Leiden hanya sekitar 35 km. Edward memacu mobilnya dengan kecepatan tinggi, ia takut tentara Jerman juga akan menyerang Leiden.

Sampai di kantor perwakilan pemerintah Inggris di Rotterdam. Seorang pejabat kantor perwakilan pemerintah Inggris menyuruh Edward menuju IJmuiden. Di sana akan menjadi tempat evakuasi para bangsawan kerajaan Belanda dan orang-orang penting lainnya ke Inggris. Edward dan Irwansyah pergi ke sana.

Di kawasan kanal IJmuiden, tampak kapal laut HMS Hereward. Irwansyah melihat Ratu Wilhelmina(58) dan keluarga bangsawan kerajaan Belanda lainnya menaiki kapal laut tersebut.

Edward adalah anggota keluarga bangsawan kerajaan Inggris sehingga boleh mengajak Irwansyah. Mereka akan menyeberang menggunakan kapal perusak Inggris HMS Codrington. Semua kapal laut di IJmuiden akan berangkat pada tengah malam nanti.

*****

Rumah Mr. Edward, London, England, 1940

Irwansyah telah sampai di rumah Edward. Mereka membahas tentang kejadian penaklukan Jerman di Belanda. Menurut Irwansyah, setelah serangan ke Belanda, Jerman akan menyerang Perancis, kemudian setelah berhasil menundukkan Perancis, selanjutnya Inggris. Irwansyah juga bilang bahwa Hitler seorang pendendam, ia terobsesi membalas rasa malu kekalahan Jerman dari Sekutu saat penandatanganan Perjanjian Versailles di Paris. Kemungkinan besar Hitler ingin membuat Perancis menandatangani kekalahannya di tempat yang sama.

Edward tidak setuju dengan pendapat Irwansyah. Menurut Edward, Jerman tidak akan berani menghadapi Perancis dan Inggris. Irwansyah pun menjawab, Jerman percaya diri melawan negara-negara pihak sekutu terkuat di Eropa karena telah memiliki teknologi komunikasi perang, yaitu radio, sehingga semua tentaranya terkoneksi, teknologi ini belum dimiliki oleh Perancis dan Inggris. Jerman juga memiliki panser-panser yang bisa bergerak sangat cepat. Selain itu, mereka juga telah menyuruh pabrik farmasinya untuk membuat zat psikotropika yang bisa merangsang otak para prajuritnya agar bisa berperang berhari-hari tanpa tidur. Irwansyah juga curiga akan ada genosida, karena HItler sering berpidato ingin memurnikan ras bangsanya.

Edward tercengang mendengar analisis Irwansyah. "How can you analyze all this?"(59)

"I have many friends from different countries, although not fluent, but I can speak many languages, including French, German, Italian, and Japanese. I also have a lot of time to read books, newspapers from different countries and films about political situations, Sir"(60) jawab Irwansyah.

"No way. It's not just about information, but an analysis. As a law student, you also master politics and war strategy!"(61) puji Edward.

Kemudian Edward meminta Irwansyah membuat analisisnya tadi dalam bentuk tulisan yang lebih komprehensif untuk diberikan pada pemerintah Inggris. Beberapa hari kemudian pemerintah Inggris yang telah menerima tulisan tersebut, memberi Irwansyah tempat tinggal dan memintanya untuk terus memberikan analisis perang dunia.

Ternyata Perang Dunia Kedua berjalan persis seperti yang ditulis Irwansyah. Perancis telah menandatangani kekalahannya di Versailles, Paris. Perdana Menteri Inggris Winston Churchill62 jadi sering memanggil Irwansyah untuk meminta pendapat. Saat Winston Churchill menolak takluk pada Jerman, Irwansyah meminta Inggris bersiap-siap menghadapi serangan udara Jerman, upayakan untuk memiliki teknologi yang mampu memantau pergerakan pesawat Jerman, yang kini dikenal dengan sebutan radar. Inggris pun segera menyiapkan diri menghadapi serangan udara Jerman. Winston Churchil menawarkan hadiah pada Irwansyah. Permintaan Irwansyah hanya satu, yaitu pulang ke Sumatera.

*****

Apartemen Rizal, Kuala Lumpur, Malaysia 1990.

"Wah, yang saya baca Inggris memang mampu menghadang serangan udara Jerman pada Perang Dunia Kedua, tetapi ternyata ada Atuk dibalik peristiwa itu," ujar Rizal kagum.

"Tidak seperti itu. Inggris punya banyak ahli perang. Bukan cuma aku yang punya analisa seperti itu, pendapatku hanya untuk semakin menguatkan pendapat ahli perang mereka," jawab Atuk Irwansyah.

"Lalu, apakah mereka mengabulkan permintaan Atuk untuk pulang ke Sumatera?" tanya Fania.

Atuk Irwansyah tertawa. "Aku rasa mereka lebih mudah mengabulkan, jika permintaanku adalah sekarung emas. Perang Dunia Kedua masih berkecamuk. Aku diminta Edward menunggu hingga kondisinya memungkinkan. Aku menetap di Inggris cukup lama, sekitar setahun lebih."

"Jadi, pekerjaan Atuk di Inggris, semacam penasehat perang?" tanya Fania.

"Tidak, aku bukan anggota ahli perang mereka, aku tidak pernah berada di tengah orang-orang militer, tugasku untuk mereka hanya menulis dari rumah saja. Aku justru lebih banyak menghabiskan waktu mengajar bidang hukum di kampus. Sesuai usulku tentang ujian kompetensi di Leiden, walau masa kuliahku singkat, begitu terjadi perang maka aku sudah diakui sebagai sarjana hukum," jawab Atuk Irwansyah.

"Jadi tepatnya kapan Atuk bisa pulang?" tanya Fania.

"Bukan pulang, lebih tepatnya diperbolehkan meninggalkan London. Jalur perjalanan laut ke Nusantara sedang tidak ada, karena Belanda sudah takluk pada Jerman. Satu-satunya cara pulang adalah melalui jalur perjalanan laut dari Inggris ke Malaysia, yang saat itu masih bernama Malaya. Itupun sangat beresiko. Saat perang, di laut hanya ada kapal-kapal perang dan kapal-kapal minyak untuk logistik perang. Di sekitar akhir tahun 1941 pemerintah Inggris mengizinkanku menumpang kapal minyak Inggris yang akan menuju ke Malaya," ujar Atuk Irwansyah.

"Saya duga, sepertinya, Atuk tidak langsung ke Malaya, masih mampir ke negara-negara lain," tebak Rizal sambil tertawa.

"Betul, Zal. Kapal minyak itu mampir ke beberapa negara jajahan Inggris di benua Afrika dan Asia, sehingga memakan waktu berbulan-bulan. Walaupun bosan, tetapi aku jadi mendapat banyak ilmu tentang perminyakan dan bergaul dengan para ahlinya dari berbagai negara. Namaku jadi dikenal oleh mereka," ujar Atuk Irwansyah.

"Oh, ternyata pengalaman itulah yang membuat Atuk pernah menempati posisi penting di Shell," sahut Fania.

"Oh, Atuk pernah bekerja di Shell?" tanya Rizal.

"Sekitar 2 tahun setelah kemerdekaan Republik Indonesia, aku kembali ke London menjadi dosen. Di sana Shell memintaku bekerja untuknya. Selain karena ilmu perminyakan yang kudapat tadi, juga karena faktor historis. Pada tahun 1890, Aeilko Jans Zijklert dari Belanda mendirikan perusahaan Royal Dutch Petroleum atau Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij. Setelah melakukan perjanjian konsesi dengan kesultanan Langkat, Royal Dutch Petroleum mendapat izin untuk eksplorasi minyak di Pangkalan Brandan. Kemudian, pada tahun 1907 Royal Dutch Petroleum dari Belanda dan Shell Transport and Trading dari Inggris bergabung menjadi perusahaan Royal Dutch Shell atau lebih dikenal sebagai Shell. Kebetulan aku pernah membantu mengurus perkebunan dan Koninklijke Nederlandsche Petroleum Maatschappij sebelum kuliah di Belanda."

"Oh, begitu ceritanya. Sudah susah-susah meninggalkan London, ternyata nantinya ke sana lagi," ujar Fania sambil tertawa.

Rizal tertawa. "Perjalanan hidup Atuk memang penuh kejutan. Oh, iya. Saat Perang Dunia Kedua di Inggris, apakah keluarga tahu keberadaan Atuk?"

"Di Belanda dan London aku juga sering menyurati Tengku Sani. Di tahun 1941 dia sudah pulang dari Kairo. Dia yang mengirim telegram kabar kepergian Entu Hasyim, begitu pula kepergian Emakku saat aku di London. Lagi-lagi aku kehilangan orang tua yang telah mengangkat derajatku, tanpa sempat mengantarnya ke liang lahat," ujar Atuk Irwansyah dengan nada sedih.

"Bisa saya bayangkan suasana hati Atuk. Sudah dalam kondisi perang, kehilangan orang tua, terkatung-katung pula di belahan dunia lain. Lalu, bagaimana kondisi Atuk setelah kapal merapat di Malaya?" tanya Rizal.

"Sebelum meninggalkan London, Tengku Sani menyuratiku, ia bilang seorang kerabatnya dari kesultanan Perak di Malaya akan mengirim supirnya menjemputku saat aku tiba di Port Swettenham, Malaya. Aku dimintanya tinggal di rumah kerabatnya hingga Tengku Sani datang menjemputku," jawab Atuk Irwansyah.

"Lalu bagaimana cara mereka tahu kapan kapal Atuk sampai di pelabuhan?" tanya Fania.

"Edward membantuku memantau posisi kapal minyak yang kutumpangi. Setiap kapal merapat di negara jajahan Inggris, aku mengabarkannya ke Edward melalui telegram, lalu ia meneruskan kabar ke Tengku sani. Alhamdulillah, walaupun belum benar-benar pulang, akhirnya aku bisa berada di negeri yang serumpun, Malaya" ujar Atuk Irwansyah.

*****

Catatan Kaki

53. "Selamatkan dirimu! Jerman telah datang untuk menyerang kita!"

54. "kemana kita menyelamatkan diri?"

55. "Analisis Anda tentang perang dunia sangat akurat. Jerman baru saja menginvasi Rotterdam. Ayo cepat! Anda harus melarikan diri ke Inggris."

56. "Terima kasih atas informasinya, Pak. Edward, tapi. . . "

57. "Ikuti aku!"

58. Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau adalah Ratu Belanda sejak 1890 - 1948 dan Ibu Suri (dengan sebutan Putri) sejak 1948 - 1962. Ia memimpin Belanda selama lebih dari 50 tahun, lebih lama daripada penguasa monarki kerajaan Belanda lainnya.

59. "Bagaimana Anda bisa menganalisis semua ini?"

60. "Saya memiliki banyak teman dari berbagai negara, meskipun tidak fasih, tetapi saya dapat berbicara banyak bahasa, termasuk Perancis, Jerman, Italia, dan Jepang. Saya juga punya banyak waktu untuk membaca buku, surat kabar dari berbagai negara dan film tentang situasi politik, Tuan."

61. "Tidak mungkin. Ini bukan hanya tentang informasi, tetapi juga analisis. Sebagai mahasiswa hukum, kamu juga menguasai politik dan strategi perang!"62. Sir Winston Leonard Spencer-Churchill adalah seorang politikus, perwira militer, dan penulis Britania Raya. Ia merupakan Perdana Menteri Britania Raya dari tahun 1940 hingga 1945.