Pada malam hari di markas tentara Inggris yang telah menjadi markas tentara Jepang, Irwansyah duduk dengan tangan terborgol dan dijaga oleh seorang tentara di sebuah ruang. Tiba-tiba seorang petinggi Jepang masuk, ia meminta seorang prajurit melepaskan borgol yang mengekang Irwansyah.
Petinggi Jepang itu duduk di kursi dengan wajah tenang sambil memandangi Irwansyah. "Selamat malam. Nama saya Yano Kenzo(72)."
"Konbanwa Yano Kenzō san. Watashinonamaeha Irwansyah desu,"(73) sahut Irwansyah.
Yano Kenzo tersenyum. "Saya tahu kamu bisa bahasa Nippon. Prajurit saya sudah ... memeriksa tas kamu ... Kamu dari Langkat Sumatera ... kuliah di Holland ... mengajar hukum di England ... Kenapa kamu aaa ... datang ke sini?"
Walaupun dengan kalimat terputus-putus, Yano Kenzo telah menguasai bahasa negeri yang akan dijajahnya.
"Kaeritai nodesuga, Igirisu kara Sumatora e no fune ga arimasen,"(74) jawab Irwansyah.
"Pakai bahasa kamu saja ... Saya sedang berlatih bahasa Melayu ... supaya aaa ... lancar."
"Baik, Tuan Yano Kenzo," sahut Irwansyah.
"Saya hmm ... menjamin keamanan kamu, tetapi saya hmm ... Saya ingin kamu jadi asisten saya ... Saya kagum pada tulisan kamu tentang ... bidang hukum ... Leiden memang aaa ... sekolah hukum sangat bagus ... Apa kamu bersedia?"
"Saya bersedia, Tuan Yano Kenzo." jawab Irwansyah.
"Saya mau memberi anda rumah tinggal ... untuk tempat bicara ... apa yang kamu butuhkan ... saya bisa bantu?" tanya Yano Kenzo.
"Terima kasih, Tuan Yano Kenzo. Boleh saya bertemu dengan orang yang bersama. Namanya Anand, wajahnya keturunan bangsa India," pinta Irwansyah.
"Nanti saya suruh anak buah ... cepat cari," jawab Yano Kenzo.
"Terima kasih, Tuan," sahut Irwansyah.
Irwansyah menduga Yano Kenzo sebenarnya orang sipil. Tutur bahasa dan sikap tubuhnya tidak menunjukkan gestur militer. Irwansyah belum pernah bertemu orang militer yang meminta kesediaan saat menginginkan sesuatu, apalagi pada tawanannya. Irwansyah juga menduga Yano Kenzo seorang akademisi di bidang hukum. Yano Kenzo bisa membaca data-data irwansyah yang berbahasa Belanda dan Inggris serta tertarik pada tulisannya. Untungnya di dalam tas Irwansyah tidak ada hal-hal yang berkaitan dengan analisis perangnya untuk Inggris. Ia memang sudah memikirkan kemungkinan buruk seperti ini.
*****
Rumah Majid, Kuala Lumpur, 1942
Jip militer rampasan yang kondisinya banyak terkena peluru berhenti di depan rumah milik Majid. Seorang tentara meminta Irwansyah dan Anand mengikutinya menemui Majid yang telah menunggu di serambi rumahnya. Anand mencium tangan Majid, rupanya mereka saling mengenal.
"Assalamualaikum, name saye Irwansyah," sapa Irwansyah sambil menyalami Majid.
"Waalaikumsalam. Aku Majid, pemilik rumah ini. Penguse Jepang meminte tempat untuk engkau. Aku hanye bise menawarkan rumah yang kebetulan tidak kutempati. Mari ke dalam," sambut Majid dengan wajah yang dingin.
"Terima kasih, Tuan Majid."
Majid, Irwansyah dan Anand masuk ke dalam, sedangkan tentara Jepang tadi berjaga-jaga di serambi rumah.
"Ape betul, engkau ni orang Melayu yang menjadi utusan Jepang?" tanya Majid.
"Maaf, Tuan Majid. Aku hanye orang yang kebetulan singgah dan menjadi tawanan," sahut Irwansyah.
"Tawanan?" tanya Majid heran.
Irwansyah dan Majid saling berpandangan dengan tatapan curiga.
"Boleh Anand ikut bicare?"
"Silahkan, Anand," sahut Majid.
"Izinkan Anand mengenalkan due-due tuan-tuan ini pade due-due tuan sekalian. Ini adalah Tuan Majid, bangsawan dari negeri sembilan dan ini adalah Tuan Irwansyah, anak Tuan Rasyid dari kesultanan Deli. Tuan-tuan ini sebetulnye kerabat dekat yang kebetulan belum berjumpe," ujar Anand.
"Ape betul kau Irwansyah anak mendiang Tengku Rasyid, yang kate Sani nak menikah dengan adik iparnye Usman?" tanya Majid memastikan.
"Betul, Bang Majid. Awak memang berencane untuk menikah dengan anak Wak Tengku Hasyim, namanye Tengku Farisya," jawab Irwansyah.
"Masya Allah! Oh, ini rupanye Irwansyah. Kau baru tibe dari Belande?" tanya Majid.
"Tepatnye dari Inggris, Bang. Sebelumnye awak memang di Belande. Ceritenye panjang."
"Ape Sani dah tahu kau di sini?"
"Sani yang meminte Tuan Tun Zaenal untuk menjemput awak dan tinggal di rumahnye hingge die datang."
"Oh, pantas kau bersama Anand. Kenape Sani tak meminteku saje yang lebih dekat dengan Port Swettenhan?" tanya Majid pada Anand.
"Awak tak paham, Bang."
"Mungkin kerene menyeberang dari Penang ke Pulau Percha lebih dekat," jawab Anand.
"Ah, alasan macam ape itu? Hey, Wan! Abang ni telah berkali-kali bertandang ke rumah mendiang Wak Rasyid dan Usman saat kau di Belande. Ape cerite hingge kau jadi tawanan?" tanya Majid.
"Pasti mereke nak memanfaatkanku. Bile bukan tawanan, ape perlunye ade penjage di depan rumah Abang?" tanya Irwansyah.
"Maafkan aku, Wan, yang tlah curige padamu."
"Dalam kondisi perang, kita memang patut berhati-hati, Bang," ujar Irwansyah.
"Ape aman bicare tentang mereke?" tanya Majid sambil memberi kode pada Irwansyah, ia kuatir tentara Jepang di luar memahami bahasa Melayu.
"Insya Allah aman, Bang. Sepengamatan awak, hanye satu petinggi mereka yang paham bahasa Melayu. Kebetulan awak paham bahase mereke. Sepanjang hari awak mendengar obrolan mereke di ruang tempat awak ditahan," jawab Irwansyah.
"Jadi, ape yang sebenarnye terjadi pada Inggris sehingge mudah dikalahkan Jepang?" tanya Majid.
"Inggris belum kalah, die hanye kehilangan Malaya sebagai salah satu negeri jajahannye. Jepang sedang mewujudkan ambisinye menjadi penguase Asia Timur. Apelagi Amerika Serikat tlah menghentikan penjualan minyak untuk Jepang. Jepang sangat bergantung minyak padanye, sehingge harus secepatnye mendapatkan sumber minyak baru untuk perang," jawab Irwansyah.
"Oh, begitu rupanye. Lalu ape Inggris akan secepatnye kembali merebut tanah jajahannye?" tanya Majid.
"Menurut awak, Inggris tak kan bise cepat merebut kembali tanah jajahannye. Pade tahun lalu Jerman telah menyerbu Inggris lewat pertarungan pesawat udare. Walaupun Inggris menang, tetapi sebagian kota London juge hancur. Menghadapi Jerman pun sudah berat, apelagi ditambah Jepang, kecuali bile Amerika Serikat yang sudah menyatakan ikut perang, mampu menaklukkan Jepang."
"Ape menurutmu ade kemungkinan Amerika Serikat menang?"
"Entahlah, Bang. Secare kasat mate Jepang memang lebih unggul. Pade akhir tahun lalu, Jepang berhasil menghancurkan pangkalan militer Amerika Serikat, Pearl Harbour, tetapi menurutku Jepang malah baru saje membangunkan harimau tidur."
"Berarti menurutmu ade hal lain yang tak kasat mate?"
"Sesungguhnye Perang Dunia tu merupakan permainan segelintir orang penguase keuangan. Inggris adalah senjate mereke yang mulai berkarat, sementare Amerika Serikat adalah senjate baru yang belum digunakan dan jauh lebih kuat. Jepang membuat penguase keuangan itu menghadirkan senjate paling bahaye."
"Aku tak paham."
"Memang ini hanye analise lemah yang tak bise awak buktikan dan baru kali ini awak ceritekan pade orang. Awak cume menghubungkan benang-benang kemungkinan satu peristiwe dengan peristiwe lain. Dalam dunie akademis, kami memang tak boleh sekedar menduge, namun awak tak mau bergantung hanye pade sumber informasi yang boleh tertulis."
Majid tertawa. "Aku semakin tak paham. Maklumlah langkah kakiku tak sepanjang kakimu yang pernah menuntut ilmu hingge jauh ke Eropa. Baiklah, lalu ape kau tahu bede perlakuan Inggris dengan Jepang pade tanah jajahannye?"
"Siapepun yang jadi penjajah, tentulah ingin mengambil pakse hak negeri yang dijajahnye, tapi Jepang memang punye banyak catatan gelap tentang kekejaman. Mereke pernah membantai ratusan penduduk Nanking di China tanpa pandang bulu, termasuk mengeksekusi orang tue, anak-anak hingge memperkose anak-anak gadis."
"Astaghfirlahalazim! Nampaknye tak ade pilihan lain selain berperang mengusir Jepang," ujar Majid.
"Kite wajib waspade, tetapi jangan silap mengambil keputusan. Alhamdulillah, awak paham bahase Jepang, sehingge tahu rencane mereke. Mereke diperintahkan mengeruk hasil kekayaan alam tanpe harus menghadapi perlawanan dari negeri jajahannya untuk menghemat senjate dan biaye."
"Maksudmu, Jepang akan memakai care pendekatan, sehingge tidak menimbulkan perlawanan?"
"Betul. Jepang harus konsentrasi pade musuh yang lebih besar, yaitu pihak sekutu dan Amerika Serikat, Bang."
"Pantaslah mereke tak bersikap keras pada kite. Sekarang aku paham."
"Bukan hanye sekedar itu, Bang.
"Jepang nak membuat program propagande seolah mendukung kemerdekaan tanah jajahannye untuk mengambil hati para pejuang. Bile menang menghadapi musuh besarnya, barulah mereke menunjukkan wajah aslinye."
"Lalu ape yang sebaiknye kite lakukan?"
"Karene dengan senjate kite tak sepadan, make kite gunakan isi kepale. Awak ingin memperalat mereke setibe di negeri sendiri."
"Oh, kau dibolehkan pulang, Wan?
"Aku dengar, petinggi yang bername Yano Kenzo akan ditugaskan di Sumatera Barat. Die orang yang menempatkan awak di rumah Abang. Awak harus mengambil hatinye agar boleh ikut dengannye."
*****
Apartemen Rizal, Kuala Lumpur, 1990
Rizal menghela nafas. "Menegangkan. Lalu, Yano Kenzo mau membawa Atuk?" tanya Rizal.
"Alhamdulilah. Aku tidak perlu memperalatnya, karena kami malah benar-benar berteman baik. Ternyata dia memang orang sipil dan mencintai dunia akademis di bidang hukum. Hari-hari kami di Malaya penuh dengan diskusi menarik. Yano Kenzo yang meminta aku ikut ke Sumatera Barat untuk membantu pekerjaannya," jawab Atuk Irwansyah.
"Apakah Anand juga Atuk bawa?" tanya Fania.
Atuk Irwansyah tersenyum. "Tidak. Dia sudah merasa dirinya jadi orang Malaysia, mana mau dia pindah. Hingga saat ini, Anand tetap tinggal di Malaya dan tetap menjadi sahabatku. Kalau dia tahu, aku belum pulang karena sakit, dia pasti sibuk mengurusku, itulah sebabnya aku tidak mau mengabarinya. Anand sudah jadi pengusaha sukses di Malaysia."
"Apakah namanya Dato Anand Benggala?" tanya Rizal.
"Betul!" sahut Atuk Irwansyah.
"Beliau memang sangat kaya raya," ujar Rizal.
"Dan tetap rendah hati, sekaligus menyenangkan seperti saat pertama aku berjumpa," puji Atuk Irwansyah
*****
Catatan Kaki
72. Yano Kenzo adalah adalah seorang birokrat Jepang. Pada 1 Agustus 1942, Yano ditunjuk oleh Angkatan Darat Kekaisaran Jepang sebagai Gubernur Sumatera Barat, ketika daerah itu berada di bawah kekuasaan Angkatan Darat Divisi ke-25. Ia menjadi satu-satunya pemimpin sipil yang ada di daerah pendudukan Jepang di Indonesia. Namun, karena sikapnya yang menentang kebijakan Jepang di daerah pendudukan, ia mengundurkan diri sekaligus mengakhiri karirnya sebagai birokrat pada akhir Maret 1944. Salah satu peninggalan Yano saat menjabat adalah Kerukunan Minangkabau (Gui Gan), badan yang diinisiasi untuk mengkonsolidasi kekuatan para elite Minangkabau. Anggotanya berasal dari setiap distrik dan subdistrik, terdiri dari kepala nagari, kepala adat, para ulama, pemuda, dan kelompok terpelajar.
73. "Selamat malam Tuan Yano Kenzo. Nama saya Irwansah."
74. "Saya ingin pulang, tetapi tidak ada kapal laut dari England ke Sumatera."