Chereads / Possessive Husband (His Dark Side) / Chapter 18 - Missing Him

Chapter 18 - Missing Him

Malam ini...

April tidak bisa tertidur..

Lampu sudah padam dan malam sudah larut, di luar sana hanya terdengar suara binatang malam seperti jangkrik. Gadis itu masih menggenggam erat ponsel miliknya di depan dada, berbaring menatap langit-langit kamar yang gelap. Masih tidak ada kabar dari pria itu, seharian ini Om Tio sama sekali tidak menghubunginya.

Ingin sekali April menghubungi Nita dan bertanya apa tetangganya itu masih ada di sana atau tidak, tapi April sedang menghindari semua orang sekarang ini. Dan itu semua karena pria yang sama sekali tidak menunjukan kabarnya seharian ini, entah apa yang sedang dilakukan oleh pria itu. Tidak seperti biasanya Om Tio tiba-tiba menghilang seperti ini, puluhan panggilan April sama sekali tidak dijawab olehnya.

Apa Om Tio dalam keadaan baik-baik saja?

Apa dia sedang kecelakaan atau sakit parah hingga tidak bisa memberi kabar?

Atau Om Tio sudah pergi dari kota ini?

"Hah!" April merasa gusar.

Bangun dari tidur dan terduduk di atas ranjang, kepalanya mulai pusing dan dadanya mulai terasa perih karena Om Tio tidak memberi kabar. Dan seingat April, pagi ini ia sama sekali tidak bertemu dengan Om Tio di jalan. Apa pria itu sedang pergi?

April membuka ponselnya, melihat-lihat sosial media yang sama sekali tidak membantu banyak. Lalu April kembali ingat kepada Nita, ia ingin menghubungi temannya itu. Tapi saat April menekan tombol panggil, Nita sama sekali tidak menjawab panggilannya dan membuat April putus asa.

"Ini sudah tengah malam bodoh! Dia mungkin sudah tidur!" Rutuk April pada dirinya sendiri, tidak ada yang terbangun di tengah malam seperti ini kecuali April yang sedang mencari Om Tio.

Beberapa menit berlalu, April masih memandangi layar ponselnya di dalam selimut. Kedua matanya mungkin sudah membengkak karena tidak tidur selarut ini, meskipun begitu ia masih setia menunggu Om Tio menghubungi dirinya. Bosan menunggu di dalam kamar, April keluar dari kamarnya menuju dapur. Mencari cemilan yang dapat mengisi perutnya yang mulai keroncongan, setidaknya makan malam dapat membuatnya sedikit bernafas lega meski ada sesuatu yang masih mengganjal, dan hal itu adalah tentang Om Tio. Beberapa kali April bolak-balik ke dalam kamar hanya untuk melihat ponselnya, tapi masih tidak ada pesan atau panggilan dari Om Tio.

April sengaja meninggalkan ponselnya di dalam kamar bertujuan agar ia tak selalu menunggu kabar dari Om Tio, namun pada akhirnya April tak tahan juga. Hampir frustrasi dan pikiran negatif mulai menghantuinya, April sempat berpikir jika Om Tio sudah pergi dari kota ini dan tidak akan kembali lagi. Gadis itu bahkan sempat menangis terduduk di meja makan sembari melahap cemilan dan segelas susu yang tadi ia buat.

"Eh, April!" Seru seseorang dari belakang, April segera mengusap kedua pipinya saat lampu dinyalakan.

"Mama?" Sahut April berusaha tidak terlihat sedih.

"Belum tidur?"

"Belum ma, masih laper!" Jawab gadis itu.

"Ya udah, nanti kalau sudah selesai makan. Jangan lupa lampunya dimatiin!"

"Iya ma!" Setelah itu Ibunya pergi, meninggalkan April sendirian lagi di dapur dengan segala kesedihannya. Om Tio baru menghilang beberapa jam dan belum genap dua puluh empat jam, tapi April bersikap seolah pria itu telah pergi meninggalkan dirinya untuk selamanya. Sebegitu besarkah perasaan April kepada Om Tio? Tanpa gadis itu sadari, semakin lama ia berhubungan dengan Om Tio, maka akan semakin dalam pula perasaannya kepada pria itu. Pria yang sama sekali belum April pahami, bahkan April juga tidak mengetahui keluarga besar Om Tio dan kedua orang tuanya.

April remaja dengan sifat yang labil tidak pernah berpikiran jauh ke sana, yang hanya gadis itu pikirkan hanyalah Om Tio selalu ada untuknya dan berjanji. Selebihnya, mungkin April akan menyesalinya kelak!

Setelah selesai dengan segala pemikiran dan lamunannya, April beranjak dari duduk untuk mencuci gelas lalu kembali ke dalam kamar. Entah mengapa, kamar yang besar terasa sempit bagi April seolah hanya tempat ini yang mengisi hari-harinya sekarang ini. Seakan dunia April tidak seluas dulu, ia bisa pergi kemana saja yang ia inginkan dan dengan siapa saja. Sementara sekarang, April terjebak di dalam rumah dan hanya Om Tio harapannya untuk bisa membawanya kemana pun.

Tanpa April ketahui dimana keberadaan pria itu sekarang dan apa yang sedang ia lakukan.

April kembali berbaring di atas ranjang seolah hanya itu yang bisa ia lakukan saat ini, mengamati layar ponselnya yang tidak berubah. Melihat tampilan layar bagian atas dan belum ada pesan masuk atau pun panggilan di sana, kembali April iseng menghubungi Om Tio. Menekan nomor ponselnya lalu menempelkan benda mungil itu ke daun telinga April, tapi beberapa detik kemudian. Masih tidak ada jawaban dari sana, April khawatir jika ponsel Om Tio terjatuh di jalan atau hilang. Dan pria itu tidak tahu lagi nomor ponsel April hingga tidak dapat menghubungi 

Berbagai kemungkinan terus April pikirkan dan hingga detik ini pun belum terjawab sama sekali.

"Om Tio, kemana?"

"Om Tio baik-baik aja, 'kan?"

"Om Tio kok nggak angkat telpon April?"

"Om?"

"Om Tio?"

Belasan, mungkin puluhan pesan sudah April kirimkan. Semakin membuatnya frustrasi karena hampir seharian ini kerjaan April hanya menatap layar ponselnya saja, panggilan keluar selama puluhan kali tidak terjawab juga.

Hingga akhirnya panggilan terakhir, April menyerah. Ia meletakan ponselnya ke atas ranjang di sebelah bantalnya, gadis itu akhirnya bisa tertidur karena mengantuk. Hingga pagi menjelang...

Seusai mandi April kembali melihat ponselnya dan menghubungi Om Tio.

Tut...

"Halo?!"

"Om Tio, kemana aja?" Seru April tak menyangka akhirnya mendengar suara pria itu.

"Kemana apanya?"

"Dari kemarin nggak ada kabar, emangnya nggak lihat ponselnya ada banyak pesan dari April?" Suara gadis itu mulai melemah seolah ingin menangis.

"Oh! Om nggak lihat, kemarin sibuk kerja."

"Lembur ya?" Sahut April, setidaknya perasaannya mulai lega setelah mengetahui Om Tio dalam keadaan baik-baik saja.

"Ya gitu deh, emangnya kenapa?"

"April nyari'in Om Tio..." cicit April.

"Nyari'in dimana?"

"Uhm, nyari di rumah aja sih." Jawab gadis itu, sontak April mendengar suara tawa renyah dari sambungan telepon. Suara tawa yang membuat April tersenyum mendengarnya.

"Nyariin kok di rumah."

"Habis April nggak tau mau nyariin Om Tio kemana, kirain Om Tio udah pindah." Tukas April.

"Om nggak kemana-mana, mau dianter sekolah nggak?" Tawar Om Tio.

"Mau... mau..." seru April.

"Ya udah, Om ke situ sekarang!"

April buru-buru memakai seragam sekolahnya, tak sabar ingin bertemu dengan Om Tio setelah seharian kemarin pria itu menghilang.

Tapi April tidak pernah bertanya apakah benar pria itu sibuk bekerja atau ada urusan lain, karena April terlalu terbuai dengan Om Tio.