"Kamu pacaran sama Om Tio ya, Pri?!" Seru Nita, sontak saja hampir seisi kelas menoleh ke arah April yang wajahnya kini berusaha keras menahan malu. Ia tak mungkin memungkiri hal itu mengingat kedua orang tuanya juga sudah tahu tentang hubungannya dengan Om Tio, jadi April hanya terdiam tanpa berniat menjawab pertanyaan Nita dan melanjutkan bacaannya.
"Bisa nggak, ngomongnya nggak usah nyaring-nyaring gitu?" Sahut Amy yang merasa tak nyaman dengan mulut Nita, sementara Nita hanya menyengir kuda seraya menarik kursi duduk di sebelah April.
"Eh, tapi beneran loh. Semalam aku lihat kamu berdua gandengan tangan sama Om Tio di pekan raya." Kini suara Nita terdengar pelan.
Seolah berbisik kepada April agar temannya itu mau menjawab pertanyaannya, April lalu menghembuskan nafas panjang. Jika tidak dijawab sekarang juga, temannya itu pasti akan bertanya terus dan membuat April jengah.
"Kalo iya emangnya kenapa?" April melirik ke arah Nita.
"WHAT?!" April buru-buru menutup mulut Nita sebelum gadis itu membuat seisi kelas menjadi heboh karena dirinya tengah memacari Om-Om.
"Kamu bisa diem nggak? Kalau nggak bisa, ntar aku lakban bibir kamu!" Desis April, Nita hanya bisa mengangguk pelan meski dirinya masih terkejut. Entah mengapa temannya yang kutu buku itu menjalin kasih dengan Om Tio yang terbilang sudah sangat dewasa itu, padahal selama ini beberapa teman lelaki berusaha mendekati gadis itu. Tapi tidak ada satu pun lelaki yang dapat membiag April tertarik.
"Kenapa mesti Om Tio sih?" Tanya Nita yang masih penasaran berbisik kepada April.
"Kenapa emangnya? Kamu juga suka sama Om Tio?" Sahut April.
"Ya enggak sih, cuman. Om Tio 'kan udah tua!" Cecar Nita.
"Nggak tua-tua amat sih! Cuman beda sepuluh tahun." Balas April, kedua mata Nita hampir melotot mendengarnya. Ia sempat melirik ke arah Amy sementara gadis itu hanya menaikan bahunya acuh, tak ingin ikut campur dengan urusan gadis yang sedang dimabuk cinta itu.
"Sepuluh tahun? Eh, dia udah umur sepuluh tahun. Udah sekolah SD, udah gede. Lah dirimu baru lahir, Pril! Kebayang nggak tuh?" Protes Nita, tapi April seolah tak memperdulikan semua hal itu. Karena April terbilang gadis yang menginginkan seorang pria dewasa, bukan anak lelaki yang kerempeng.
"Iya, orang tua aku juga beda usia sepuluh tahun. Tapi mereka adem-adem aja." Sahut April tak mau kalah, tapi dengan nada suara yang begitu tenang.
"Tapi 'kan itu dulu, Pril. Masa iya, mau disamain sama jaman sekarang." Kata Nita.
"Udah lah, aku mau ke kantin. Ribet kayanya ngomong sama kamu!" Ujar April yang langsung berdiri meninggalkan teman-temannya.
"Eh dia kenapa?" Tanya Nita kepada Amy.
"Agak sensitif ya sekarang? Mungkin karena Om Tio, hehehe..." sahut Amy, Nita hanya bisa menggelengkan kepalanya tak habis pikir. Ia sempat mengira bahwa April hanya sebatas mengangumi permainan dan tubuh atletis dari Om Tio, tak menyangka jika April akan sampai sejauh ini.
"Apa gara-gara kita tinggalin April di kafe malam itu sama Om Tio?" Tanya Nita lagi.
"Nggak tahu, kamu tanya aja sama dia." Sahut Amy.
"Dia ditanyain gitu aja udah nyolot, gimana aku mau nanya yang lebih intens lagi." Nita duduk termanggu.
"Udah lah biarin aja! Ntar juga putus, habis itu nangis deh ke kita. Om Tio 'kan udah dewasa banget, mana mungkin dia bisa tahan sama cewek ingusan kaya kita-kita." Ucap Amy, Nita mengangguk membenarkan. Ia yakin jika sebentar lagi April dan Om Tio pasti akan putus, entah karena April yang terlalu kekanak-kanakan atau Om Tio yang terlalu cuek kepada April. Dan sahabatnya itu pasti akan kembali kepadanya lagi.
"My, aku nebeng ya?!" Ujar Nita sembari menyusul Amy ke parkiran motor.
"Ya udah, aku keluarin motor dulu." Sahut Amy.
"Aku tunggu di portal ya!"
"Okey!"
Nita berjalan kaki meninggalkan parkiran.
Tapi tiba-tiba saja ia mendengar suara motor sport dari kejauhan, itu memang hal yang biasa mengingat ada banyak siswa di sekolah ini yang mengenakan motor sport. Tapi suara ini, sepertinya Nita hafal betul suaranya. Seperti suara motor sport yang selalu ia dengar di samping rumahnya, dan benar saja. Om Tio datang dengan gagahnya, Nita baru saja menyadari jika April sedari tadi menunggu di sana. Nita memelankan jalannya, tak ingin April melihat dirinya ada saat gadis itu mulai menduduki jok belakang motor sport Om Tio. Dan tak lama kemudian kedua sejoli itu mulai pergi, Nita tak percaya dengan apa yang dilihatnya di siang bolong seperti ini.
"Nit, ayo naik! Ngapain sembunyi di situ?" Ujar Amy yang sudah ada di samping Nita.
"Eh, ayo-ayo!" Nita buru-buru menaiki sepeda motor Amy.
"Ayo pulang?"
"Ayo cepet ah! Udah keburu hilang tuh dua orang." Kata Nita mulai gusar.
"Dua orang siapa?" Tanya Amy sambil melajukan sepeda motornya.
"April sama Om Tio!"
"Hah, April dijemput Om Tio?" Tanya Amy tak percaya.
"Iya, makanya cepetan dikit."
"Ya ampun, ngapain sih kamu kepoin April terus? Ya biarin aja mereka berdua, toh nggak ngeganggu hidup kamu juga." Ucap Amy yang mulai kesal, lagi pula arah rumah Amy dan April berbeda.
Dan ia tidak mungkin mengikuti kedua orang yang sedang dimabuk cinta itu.
"Ya 'kan aku khawatir sama April, siapa tahu dia dibawa ke semak-semak sama Om Tio terus diapa-apain." Amy menepuk jidatnya sendiri tak habis pikir.
"Emangnya Om Tio kelihatan kayak gitu apa?" Sahut Amy, seketika membuat Nita berpikir keras. Om Tio terlihat seperti pria baik-baik yang jarang sekali keluar rumah selain pergi bekerja dan bermain voli di sore hari. Om Tio bahkan tidak pernah membawa wanita ke rumah kontrakannya meski pria itu tinggal seorang diri di sana.
"Hmm, iya sih." Bahu Nita terasa lesu, mungkin hanya dirinya saja yang terlalu berpikir tidak-tidak kepada Om Tio dan April.
"Ya udah aku mau pulang, kalau kamu masih mau ngikutin mereka. Aku turunin kamu sekarang di sini!" Kata Amy.
"Eh jangan dong! Terus aku pulangnya gimana?" Nita mulai khawatir.
"Makanya cari pacar kaya Om Tio yang mau nganter jemput ceweknya!" Sahut Amy.
"Duh, Om Tio sih terlalu ganteng. Mana mau cowok kaya gitu sama aku." Wajah Nita mulai memerah padam.
"Makanya beli skincare!" Seru Amy yang langsung melajukan sepeda motornya ke rumah Nita terlebih dahulu, sementara Nita hanya menyengir ke arah spion motor saat Amy melihatnya.
Meski sampai detik ini Nita masih penasaran kemana perginya kedua orang tadi, gadis itu menaikan sebelah alisnya.