Baru saja Nita selesai makan siang dan berniat duduk di teras sambil menikmati camilannya, tiba-tiba saja suara motor sport milik Om Tio terdengar. Pria itu berhenti tepat di depan rumah kontrakannya seraya tersenyum ke arah Nita, tapi gadis itu membalasnya dengan senyum canggung. Tak seperti biasanya ia melihat Om Tio dengan pandangan biasa, tapi kali ini setelah pria itu terlalu dekat dengan April. Nita jadi merasa curiga. Gadis itu melirik ke dalam rumah guna memastikan sesuatu, sudah pukul tiga sore hari dan pria itu baru saja pulang seusai mengantar April.
Nita menyatukan kedua alisnya sembari memperhatikan Om Tio memasuki rumah.
"Kemana aja dari jam satu siang? Wah, jangan-jangan nih!" Pikiran negatif Nita terbang kemana-mana, memikirkan segala kemungkinan yang baru saja terjadi antara Om Tio dan April hingga sore seperti ini. Bahkan satu jam lagi mereka akan kembali bertemu di lapangan voli.
"Nggak bosen apa ketemu terus setiap hari?" Racau Nita, kemudian gadis itu kembali masuk ke dalam rumah untuk bersiap latihan voli sore ini.
Sementara Tio di dalam rumahnya, merasa pandangan Nita terhadapnya kini berbeda. Mungkin tentang hubungannya dengan April membuat teman-teman gadis itu menjadi tidak nyaman.
Di balik jendela kaca, Tio dapat melihat dengan jelas apa yang sedang Nita lakukan di dalam kamarnya. Karena rumah Tio dan Nita bersebelahan, sehingga Tio dapat mendengar segala ocehan Nita di dalam kamarnya yang kebetulan bersebelahan dengan kamar Tio. Pria itu menegak air di dari dalam botol yang baru saja ia ambil dari kulkas, sembari mendengarkan obrolan Nita dengan temannya yang bernama Amy. Entahlah, Tio tidak terlalu mengenal semua teman April.
"Masa jam tiga sore gini baru pulang, ngapain aja?!"
"Ya mungkin lagi bertamu ke rumah April, Nit. Kamu nggak boleh ngomong gitu kalau nggak tau apa-apa!"
"Tapi dari jam satu siang, sampe jam tiga sore. Coba deh kamu pikir!"
"Mungkin mereka mampir ke warung bakso, coba aja langsung tanya ke April! Kok malah nanya ke aku, emangnya aku peduli sama hubungan mereka. Aku aja sampe sekarang masih jomblo!"
"Hah! Kamu itu nggak perduli sama temen sendiri."
"Bukannya nggak perduli! Ya kalo Aprilnya sendiri baik-baik aja dan ngerasa bahagia, ngapain kita rempong. Lain halnya kalau April lagi nangis histeris, baru deh kita tolongin."
"Ya udah deh, males ngomong sama kamu!"
Tut...
Tio bersandar di dinding setelah membuka hodie dan kaosnya, hanya mengenakan celana jeans dengan bertelanjang dada sembari menegak air mineral tak sengaja mendengar percakapan Nita bersama temannya yang bernama Amy lewat sambungan telepon.
"Hah!" Tio menghembuskan nafas panjang, hari ini begitu gerah. Tubuhnya sampai berkeringat karena cuaca sangat panas, dan sekarang ia baru saja mendengar sesuatu yang membuatnya semakin panas. Mungkin ia harus menjauhkan April dari teman-teman toxicnya itu, jika tidak hal-hal kecil seperti ini dapat merusah hubungan mereka. Apalagi April masih remaja dan labil, pemikirannya bisa berubah kapan saja. Tio khawatir jika April akan berubah pikiran dan berakhir memutuskan hubungan dengan sepihak. Tio mengambil ponsel dari dalam saku celana.
Menghubungi nomor yang setiap hari menjadi prioritasnya.
"Om Tio?!" Pria itu tersenyum mendengar suara ramah yang selalu membuatnya tersenyum, terdengar ceria dan penuh semangat. Inilah salah satu hal yang membuat Tio betah selama tinggal di kota ini.
"Lagi apa?" Tio duduk di sofa ruang tamu seraya menyalakan televisi.
"Siap-siap berangkat latihan voli, Om!"
"Oh, iya. Udah jam setengah empat ya? Nggak kerasaan, nanti Om jemput lagi ya?" Ujar Tio.
"Iya Om! Tumben jam segini telpon April, padahal baru aja ketemu tadi."
"Hmm, masih kangen!" Kata Tio, April yakin saat ini wajahnya pasti semerah kepiting rebus setelah mendengar perkataan pria itu barusan.
"Oh iya, gimana sekolah tadi sama temen-temen kamu?" Tanya Tio, berusaha mencari tahu bagaimana keseharian gadis itu di sekolah setelah teman-temannya tahu soal hubungan mereka berdua. Apalagi, sekarang hampir setiap hari Tio menjemput April pulang sekolah. Terdengar helaan nafas dari sambungan telepon, dari sini Tio mulai menyadari ada sesuatu yang tidak beres dialami oleh gadis itu.
"Dua orang temenku itu, kayanya nggak suka sama hubungan kita, Om." Kata April, suaranya tak seriang tadi. Seperti kecewa dan sedih, Tio yang mendengarnya juga ikut sedih.
"Dua orang siapa?" Tanya Tio berpura-pura tidak tahu.
"Amy sama Nita, terutama Nita."
"Memangnya dia ada ngomong apa?" Tanya Tio yang penasaran.
"Ya, pokoknya mereka kaya nggak suka gitu aku pacaran sama Om Tio. Karena usia Om yang udah dewasa, yang kaya gitu-gitu lah!"
"Oh, jadi cuman karena itu. Terus kamu gimana tanggapannya?"
"Aku nggak nanggepin, langsung aku tinggal pergi aja!" Ucap April terdengar polos, Tio sampai hampir tertawa mendengarnya.
"Menurut April tentang ucapan temen-temen itu ada benernya nggak?" Tanya Tio lagi, kali ini gadis itu berpikir dengan keras.
"Kayanya enggak sih, soalnya Om Tio juga nggak pernah minta yang macem-macem, 'kan?" Ucap April.
Belum aja... Sahut Tio di dalam hati.
"Ya udah, ntar malem Om main ke rumah lagi. Kita obrolin soal ini." Kata Tio.
"Tapi nanti jemput April ke lapangan voli 'kan Om?"
"Iya... ini Om mau ganti baju dulu."
"Okey, bye Om!"
Sambungan telepon lalu terputus, Tio tak henti-hentinya tersenyum. Seolah April telah membalikan kehidupannya menjadi lebih berwarna, sepertinya memiliki hubungan dengan gadis remaja lebih baik dari pada seorang wanita dewasa yang sudah sangat paham akan arti cinta dan selingkuh. Saat ini Tio mengabaikan beberapa panggilan dari wanita-wanita yang sempat dekat dengannya, hanya karena seorang gadis remaja yang polos tanpa tahu apa-apa.
Tio lalu kembali mengendarai motor sportnya setelah berganti pakaian, menuju rumah April untuk menjemput gadis itu. Mengenakan kaos ketat dan celana training yang juga ketat, seketika Tio mengernyitkan keningnya merasa heran.
"Baju kamu kok ketat banget?" Kata Tio menilai, April lalu melihat ke arah pakaian yang ia kenakan.
"Ini baju udah sering aku pake latihan voli kok." Tukas April.
"Iya, tapi nggak bagus dilihat. Tuh nampak semua!" Tambah Tio seraya memegang pundak April agar gadis itu berbalik badan.
"Ganti dulu gih sana! Yang agak longgar dikit."
"Daster yang longgar." Sahut April.
"Nih anak dikasih tau kok malah nyahut!" Cecar Tio, April hanya menyengir lalu masuk kembali ke dalam untuk berganti pakaian. Mungkin menurut April, Tio seperti itu karena dia perhatian dan tidak ingin April dilihat banyak orang mengenakan pakaian ketat. Tapi sesungguhnya, Tio tidak ingin gadisnya menjadi incaran lirikan pria-pria nakal seperti teman-temannya.