"Mau ketemu seseorang, tapi kayanya orang itu nggak muncul."
Sahut Om Tio, seketika April terdiam dan kehilangan senyumnya. Om Tio ternyata datang ke kafe itu bukan sebuah kebetulan bertemu dengan April dan teman-temannya, tapi karena pria itu akan bertemu dengan seseorang yang sudah pasti adalah perempuan. Membuat nyali April menjadi menciut, ya tentu saja. Om Tio adalah sosok pria yang sudah sangat dewasa, pria itu pasti memiliki ketertarikan kepada seorang wanita yang sudah dewasa sama sepertinya.
April dapat melihat Om Tio yang sedang gusar memeriksa ponselnya terus-menerus, gadis itu mengerti bagaimana perasaan Om Tio setelah teman yang ditunggu itu tidak datang. Tapi April hanya gadis remaja yang tidak dapat menghibur Om Tio dan hanya bisa duduk di sebelah pria itu sambil menyeruput minumannya.
"Nggak minum, 'Om?" Ujar April, Om Tio hanya mengangguk lalu memesan segelas minuman dengan raut wajah kesal. Entah apa yang ada di pikiran wanita yang menolak untuk menemui pria setampan Om Tio, jika April ada di posisi wanita itu. April tentu saja tidak akan menyia-nyiakan kesempatan emas seperti ini.
Duduk di samping pria yang diam-diam sering April perhatikan dari kejauhan, tak menyangka dirinya akan sedekat ini dengan Om Tio. Meskipun hal seperti ini belum bisa dikatakan terlalu dekat, tapi setiap kali berdekatan dengan Om Tio. Debaran dada April makin meningkat dan kedua lututnya terasa tidak dapat bergerak luas, April bahkan tidak dapat berhenti melirik ke arah pria itu. Mengenakan kaos ketat selalu menjadi ciri khas Om Tio, menambah kesan maskulin padanya apalagi lengan dan jari-jemari Om Tio terlihat sempurna. Ingin sekali April pulang ke rumah dan berteriak di dalam kamar karena ia telah melihat seorang pria yang begitu sempurna di mata April.
"Kamu sekolah kelas berapa?" Ujar Om Tio tiba-tiba, April yang masih berada di dalam dunia khayalannya tak dapat mendengar dengan jelas pertanyaan pria itu.
"Hah, apanya Om?" Sahut April sambil melongo.
"Sekarang kamu kelas berapa?" Tanya Om Tio lagi.
"Oh! Kelas dua belas, Om." Jawab April yang berusaha keras agar kegugupannya hilang.
"Bentar lagi lulus dong!" Seru Om Tio.
"Hehehe, iya!" April meringis, percakapan mereka berdua tak ada habisnya dan Om Tio terus melontarkan berbagai pertanyaan yang sebenarnya malu untuk April jawab. April ingin pulang sekarang juga, sambil memikirkan alasan agar ia bisa meninggalkan Om Tio tanpa menyinggung pria itu.
April melirik ke arah jam dinding yang terpajang indah di dinding kafe, jarum jam telah menunjukan ke angka sembilan. Seketika terbesit sebuah ide di kepala April.
"Om, April balik duluan ya? Soalnya udah jam sembilan." Tukas April.
"Masih juga jam sembilan." Sahut Om Tio seraya melirik ke arah jam tangan yang ada di pergelangan tangan kirinya.
"Jam main April dibatasin sampai jam sembilan aja." Balas April meyakinkan agar dirinya bisa cepat pulang.
"Ya udah, mau om anterin?"
"Hah, nggak usah Om!" Tolak gadis itu.
Hmm, mampus aku kalo sampe dia mau nganterin beneran! April mengumpat dalam hati.
"Nanti Bapak sama Ibu marah kalau aku dianterin orang pulang ke rumah, soalnya tadi izin keluar bareng temen-temen." Wajah April mulai panik.
"Tapi hati-hati ya! Malem-malem gini cewek pulang sendirian." Kata Om Tio, rasanya perasaan April jadi berbunga-bunga bangkai saat mendengar Om Tio yang perhatian kepadanya.
"Kamu pake motor?" Tanya Om Tio.
"Enggak, jalan kaki aja. Rumahku 'kan deket sini." Balas April.
"Oh, deket sini.."
"Ya udah, Om. April balik duluan ya?" April berdiri dari duduknya dengan perasaan canggung, beruntung kedua kakinya masih bisa berdiri meski jalannya mungkin akan sedikit oleng. Tapi seketika April melihat ada beberapa gelas dan piring teman-temannya tadi, Amy dan Nita bahkan belum membayarnya.
Si kampret dua itu belum bayar lagi, hadeuh!
Lagi-lagi April mengumpat dalam hati, memastikan uang yang ada di dalam tasnya cukup untuk membayar pesanan teman-temannya itu.
Melihat kebingungan April yang melihat ke arah meja berserakan di depannya, Om Tio hanya tersenyum begitu menyadarinya.
"Biar Om aja yang bayar!" Seru Om Tio, membuat April menoleh ke arah pria itu seraya melebarkan kedua matanya.
"Beneran Om?" Tanya April memastikan bahwa telinganya belum tuli.
"Iya." Kata Om Tio, suaranya yang besar dan bariton terdengar pelan seolah menyejukan hati siapa saja yang mendengarnya, termasuk April.
"Makasih banyak ya, 'Om! April pulang dulu!" Seru April seraya tersenyum lebar, senyum yang entah mengapa membuat Om Tio kagum saat melihatnya. Senyum polos dari wajah yang polos tanpa sapuan make-up sedikit pun, Tio tersenyum saat melihat gadis itu keluar dari kafe dari kejauhan. Tentu saja gadis itu tidak mengenakan make-up, ia hanya gadis remaja yang masih berstatus sebagai pelajar. Dan entah mengapa perasaan Tio berubah pada malam itu juga, melihat gadis kurus yang sering ia dapati mencuri pandang ke arahnya. Tapi April hanya seorang gadis remaja yang tidak tahu apa-apa.
Tio mengelus pelan dagunya sendiri, kedua alis mata setajam elang itu memerhatikan April dari dalam kafe yang hampir seluruh dindingnya terbuat dari kaca. Gadis itu berjalan di pinggiran jalan raya seorang diri, membuat Tio khawatir. Tapi tak lama kemudian gadis itu berbelok ke sebuah gang yang Tio duga adalah rumah April, seperti kata gadis itu bahwa rumahnya tak jauh dari sini. Entah keinginan dari mana, Tio langsung mengambil kunci motornya dan meninggalkan tempat itu. Mengendarai motor sportnya memasuki gang tempat dimana April berbelok tadi, menoleh ke kanan dan kiri berharap menemukan gadis itu agar ia bisa mengetahui tempat tinggalnya.
Entah apa yang sedang Tio lakukan, ia hanya mengikuti kata hatinya dan memastikan gadis itu sampai ke rumah tanpa diganggu atau diculik oleh orang lain. Konyol memang pemikiran Tio! Tapi tiba-tiba ia melihat gadis berambut hitam legam yang panjang mengenakan baju berwarna merah seperti yang dikenakan April tadi, dan itu benar gadis itu. Seketika Tio menyunggingkan senyuman setelah mengetahui dimana tempat tinggal gadis itu, ia langsung melajukan motor sportnya segera meninggalkan gang itu.
"Suara motor siapa sih? Ribut!" Cecar April yang baru saja hendak memasuki rumah saat ia tiba, perasaan April malam hari ini menjadi tidak karuan. Mendengar ucapan tulus dari Om Tio beberapa kali hampir membuat jantungnya copot, apalagi setelah mengetahui bahwa Om Tio tidak jadi bertemu dengan seorang wanita malam ini. Itu menandakan bahwa pria itu tidak memiliki seorang kekasih alias single!
"Terus kalau single kenapa? Emang dia mau sama kamu?!" Kata April pada dirinya sendiri.