Semakin hari, April dan Om Tio semakin dekat..
Om Tio selalu mengirimi pesan teks kepada April yang berisikan kalimat-kalimat perhatian kepada gadis itu, Ibu April bahkan terheran melihat perubahan putrinya. April jadi lebih rajin dari biasanya dan berbicara seadanya saja, April lebih sering menghabiskan waktunya di dalam kamar. Meskipun begitu, Om Tio selalu memberi semangat kepada April untuk tetap giat belajar.
"Om tungguin sampai selesai belajar ya?"
April tak henti-hentinya tersenyum melihat ke arah layar ponselnya, hal tersebut tentu saja membuat semangat belajarnya bertambah. Setelah selesai belajar Om Tio menelpon April hingga larut malam, kini pria itu telah berani menghubungi April langsung untuk sekedar mengobrol panjang lebar.
Tanpa sadar jika April telah memasukan seorang pria dewasa ke dalam hidupnya, bertemu di lapangan voli selalu tersenyum dari kejauhan. Membuat teman-teman April menaruh curiga kepada gadis yang kini semakin dekat dengan Om Tio, bahkan di suatu waktu. Om Tio dengan terang-terangan mengantar April pulang ke rumah seusai latihan voli, sejak saat itu kedua orang tua April mulai bertanya-tanya.
"Pacaran, 'kah?" Tanya Ibu April.
April yang sedang menyetrika baju sekolahnya hanya tersenyum menanggapi, gadis itu juga tidak paham akan status hubungan antara dirinya dan Om Tio. Karena pria itu tidak pernah menyatakan langsung perasaannya kepada April seperti yang gadis itu baca di novel.
"Nggak tau!" Sahut April, di sisi lain Om Tio selalu menaruh perhatian kepada April, semakin membuat gadis itu bingung.
"Kalau pacaran, ya dibawa ke rumah." Kata Ibu April, seketika gadis itu baru menyadari sesuatu. Ia langsung bergegas menuju kamarnya sendiri lalu menutup pintu seusai menyetrika baju sekolah, mengirim pesan singkat kepada Om Tio tentang masalah ini. Cukup lama April menunggu balasan pesan tersebut hingga malam tiba, mungkin Om Tio belum pulang bekerja dan sedang sibuk, pikir April. Lalu, saat malam hari ketika gadis itu sudah tertidur nyenyak.
Satu panggilan ke ponselnya berhasil membuat April terbangun, mengusap kedua matanya sendiri melihat ke arah layar ponsel. Betapa senangnya April saat melihat nama Om Tio menghubunginya, rasa kantuk gadis itu hilang seketika. April langsung menggeser layar ponsel dan menempelkan benda mungil itu ke daun telinganya, terdengar suara berat dari sambungan telepon yang selalu April rindukan di setiap harinya. Tersenyum setelah mengetahui pria itu selalu ada bersamanya setiap hari meski hanya lewat sambungan telepon. Di awal obrolan terdengar sangat ringan, pria itu selalu bertanya bagaimana keseharian April selain bermain voli di sore hari tentunya. Dan April menjawab seperti biasa, namun hari ini ada sesuatu yang mengganjal di hati April dan membuatnya harus bertanya kepada Om Tio.
"Maksudnya di pesan tadi itu gimana?" Tanya Om Tio, April menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya secara perlahan. Bagaimana pun juga Om Tio harus mengetahui hal ini.
"Tadi Ibu nanya, 'kan Om Tio sudah sering nganterin April pulang ke rumah kalau sudah selesai latihan voli. Jadi, Ibu nanya Om Tio itu pacar April atau bukan. Kalau iya, kata Ibu suruh bawa ke rumah. Gitu.." jelas April panjang lebar, setelah mengatakan hal itu kepada Om Tio. April terdiam seraya menggigit bibirnya sendiri, khawatir jika dirinya terlalu besar kepala dan menganggap Om Tio sebagai kekasihnya.
Padahal, pria itu sama sekali belum berkata apa-apa tentang hubungan mereka.
"Ya udah, dikasih tau aja kalau kita pacaran!" Ujar Om Tio.
Hah?! April melongo saat mendengarnya, apa Om Tio baru saja meng-klaim bahwa hubungan mereka selama ini adalah sepasang kekasih? Sesimpel itu, tanpa ada omongan terlebih dahulu. April bahkan tidak pernah mendengar pernyataan cinta dari Om Tio kepadanya, tapi entah mengapa saat April mendengar perkataan Om Tio barusan. Ada perasaan senang yang tidak ingin April ubah, sehingga April lebih memilih untuk diam seolah meneruskan hubungan yang ternyata lebih dari ekspektasi April.
"Nanti kapan-kapan Om main ke rumah, deh! Malem minggu ini ya? Biar dikira ngapel 'kan?" Lanjut Om Tio, rasanya April ingin berteriak sekarang ini juga dan loncat setinggi langit. Tak menyangka jika ketertarikan April selama ini kepada pria itu ternyata terbalas juga, dan Om Tio ternyata juga memiliki perasaan yang sama kepadanya.
"Beneran Om?" Sahut April, guna memastikan pria itu tidak hanya sekedar mengumbar janji.
"Iya." Balas Om Tio, April semakin percaya kepada pria itu dan tak sabar menunggu sabtu malam tiba. Om Tio tidak seperti pria atau teman-teman lelaki April yang gemar menebar gombalan.
Om Tio cenderung diam namun penuh perhatian, pria itu juga tidak terlalu banyak bicara dan hanya bicara seperlunya saja. Membuat April semakin mengagumi sosoknya, Om Tio juga bukan tipe pria yang suka menghabiskan waktunya di klub malam seperti teman-temannya yang lain. Pria itu hanya di rumah sepulang bekerja dan menghubungi April setiap malam, dan hal seperti itu akan terus berulang di setiap harinya. Sehingga April dan Om Tio semakin dekat meski belum pernah bertemu satu sama lain seperti di kafe tempo hari lalu, karena Tio sadar jika April hanyalah gadis remaja. Ia khawatir akan pandangan buruk semua orang terutama tetangga April jika Tio bertindak terlalu gegabah.
Hingga pada akhirnya, penantian Tio tidak sia-sia. Adalah sebuah kebetulan kedua orang tua April mengundangnya untuk berkunjung ke rumahnya, sedikit demi sedikit Tio dapat mendekati gadis itu. Lagi pula, April juga tak mengelak hubungan mereka meski Tio meng-klaim sepihak hubungan mereka berdua. Yang artinya, April juga bersedia. Dan dengan senang hati Tio akan mempertahankan gadis itu sampai kapan pun.
"Nanti kalau Om main ke rumah, mau dibawain apa?" Tanya Om Tio.
"Nggak usah repot-repot, Om! Cuman mau ngeyakinin Ibu sama Bapak aja kok." Sahut April.
"Ya udah, berarti Om Tio ntar disuguhin apa kalau ke sana?" Tanya Om Tio lagi, kedua mata April berputar ke atas seraya berpikir. Terdengar suara tawa renyah dari sambungan telepon, dan entah mengapa suara tawa itu terdengar indah di telinga April. Karena ini kali pertama April mendengar suara tawa Om Tio yang terkenal pendiam dan tak banyak bicara itu.
"Kenapa?" Tanya April jika ada sesuatu yang salah pada perkataannya.
"Masa gitu aja mikir? Disuguhin apa Omnya?" Bisa bikin teh nggak?" Tanya Tio.
"Bisa dong, Om mau dibuatin teh?" Kedua pipi April kini sudah semerah tomat rebus.
"Ya.. kalau disuguhin ya diminum." Kata Om Tio.
Semakin intens obrolan mereka, semakin April yakin jika Om Tio serius dengannya. Seorang pria dewasa yang selalu April impikan.