Hari ini, Ara dan Fanya memiliki tugas khusus dari orang tua Sinta. Mereka dimintai tolong untuk mengajak Sinta pergi ke suatu tempat sementara orang tua Sinta, Ruri, dan Banu mempersiapkan acara perayaan ulang tahun Sinta. Sepulang dari kuliah, mereka berusaha untuk mengalihkan perhatian Sinta.
"Kalian setelah ini langsung pulang?" Tanya Ara.
"Tidak, kita ke kantin terlebih dulu." Kata Sinta kepada kedua temannya.
"Seharusnya kamu tak perlu tanya, Ra. Sinta sudah pasti pergi ke kantin terlebih dulu daripada langsung pulang." Kata Fanya yang membuat Ara tertawa.
Mereka pun berjalan menuju kantin. Tujuan Sinta dan yang lainnya pergi ke kantin, tentu adalah untuk menemui Bima. Di salah satu meja kantin, terlihat Bima dan ketiga temannya yang lain. Posisi duduk Bima membelakangi Sinta, namun Sinta bisa dengan mudah mengenali jika postur tubuh tegap dan tinggi yang duduk membelakanginya itu tak lain dan tak bukan adalah Bima.
Sinta pun tersenyum dan menyapa Bima serta yang lainnya. Ia pun duduk di kursi kosong yang ada di samping Bima dan langsung ditanya oleh Ara, "Kamu langsung duduk, tidak mau pesan sesuatu dulu?"
Sinta terkekeh, "Iya, aku mau pesan makan." Sinta pun bangkit dari duduknya dan berjalan untuk memesan makanan.
Setelah Sinta pergi untuk memesan makanan, Ara dan Fanya duduk di kursi kosong yang berhadapan dengan Prada dan Ino.
"Siapa yang akan memesan minum?" Tanya Ara kepada Fanya.
"Biar aku saja, nanti kamu yang berbicara dengan Kak Prada." Kata Fanya yang mengundang tatapan penasaran dari Prada, Nuca, dan Ino. Ia pun segera pergi setelah mendapat persetujuan dari Ara.
"Kak, hari ini masih ada kelas?" Tanya Ara kepada Prada.
"Ada, tapi nanti sore. Kenapa?" Jawab Prada.
"Hari ini orang tua Sinta ingin merencanakan acara ulang tahun Sinta di rumah mereka. Kami mendapat bagian untuk mengalihkan perhatian Sinta supaya tak langsung pulang ke rumahnya. Kalau Kakak ada waktu, mungkin bisa datang ke rumah Sinta. Kami juga dimintai tolong untuk memberitahu Kak Prada tentang ini."
"Lho, Sinta ulang tahun?" Tanya Ino dan dibalas anggukkan oleh Ara.
"Ya sudah, kami akan pergi ke rumah Sinta." Kata Prada.
Bima yang tahu ada hal yang tidak beres pun berkata, "Siapa yang kau maksud dengan kami?"
"Tentu saja kita semua. Aku, kau, Nuca, dan Ino." Jelas Prada.
Bima menggelang dengan keras, "Tidak, kali ini aku tak mau terlibat."
"Oh, ayolah." Kata Prada.
Ara yang tahu jika perdebatan panjang akan terjadi pun berkata, "Sebentar, Kak. Sebelum Sinta datang, aku mau jelaskan dulu rencana kami. Jadi, nanti aku dan Fanya akan mengajak Sinta untuk pergi ke kosku setelah dia selesai makan. Jadi, kalau bisa kalian pergi setelah kami pergi." Prada, Nuca, dan Ino mengangguk setuju.
Fanya pun kembali dengan membawa minum untuk dirinya dan Ara. Beberapa saat kemudian, datanglah Sinta dengan membawa makanan yang ia pesan, hari ini ia memesan mie ayam.
"Sinta, apakah malam itu Bima mengantarmu pulang dengan semangat? Eh, maksudku dengan selamat?" Tanya Ino sambil menaikturunkan kedua alisnya untuk menggoda Bima. Bima yang tahu jika pertanyaan Ino bertujuan untuk menggodanya, ia hanya merespon dengan decakan.
Sinta tertawa mendengar penuturan Ino dan menjawab, "Ya, bahkan Mas Bima juga sempat bertemu dengan kedua orang tuaku."
Prada tersedak minuman yang sedang ia minum, Nuca menghentikan kegiatannya dalam menyuapkan makanan ke dalam mulutnya, serta Ino membatalkan niatnya untuk minum jus yang ia pesan hingga gelas yang sudah terangkat itu tak sampai di mulutnya yang sudah siap untuk meminumnya. Mereka yang kembali sadar dengan adanya suara batuk Prada pun membantu Prada untuk menepuk-nepuk punggungnya.
"Yang benar?" Tanya Prada kepada Sinta setelah ia berhenti tersedak dan Sinta mengangguk.
"Lalu? Bagaimana?" Tanya Nuca. Bima yang tahu jika Sinta akan bercerita tentang malam di mana ia mengantarnya pulang pun hanya menghela napas pasrah.
Sinta pun meceritakan semua kejadian saat Bima dan kedua orang tuanya bertemu.
"Jadilah Bunda dan Ayah meminta Mas Bima untuk datang ke acara ulang tahunku hari Minggu besok."
"Oh, sudah pasti."
"Sudah pasti Bima akan datang."
"Tenang saja, sampaikan ke orang tuamu jika Bima pasti datang. Ya kan, Bim?" Prada, Nuca, dan Ino mencoba untuk menggoda Bima dengan seruan-seruan mereka, sedangkan yang digoda hanya diam.
"Eh, ngomong-ngomong, kalian tidak pesan makan atau bagaimana?" Tanya Sinta kepada Ara dan Fanya.
Fanya menjawab, "Tidak, aku sedang tidak berselera makan."
"Sebenarnya aku ingin makan, tapi aku mau makan bakso aci." Kata Ara.
"Bakso aci?" Tanya Fanya.
"Ya, kemarin aku melihat teman satu kosku pesan bakso aci. Kuah panas dan kaldu dagingnya itu mengepul hingga tercium olehku. Lalu ada banyak sekali toping, dan tak lupa sambalnya yang pedas. Melihatnya aku jadi ingin membelinya. Tapi kemarin aku sudah sikat gigi sebelum tidur, jadi aku mengurungkan niatku untuk membelinya."
"Astaga, Ra. Ceritamu membuatku lapar." Kata Fanya.
"Ya, sepertinya enak. Makanan yang pedas selalu menggugah selera." Sahut Sinta.
Ara pun tersenyum kepada kedua temannya, "Bagaimana jika kita membelinya? Yang jual bakso aci itu ada di dekat kosku."
"Ide bagus. Tapi kamu bagaimana, Sin? Kan kamu sudah pesan makanan." Tanya Fanya kepada Sinta.
"Tenang saja, setelah aku menyelesaikan kegiatan makanku, lalu kita akan pergi ke kos Ara untuk membeli bakso aci."
"Kamu juga mau beli?" Tanya Ara.
"Tentu saja." Kata Sinta sambil mengeluarkan cengiran khasnya.
Bima yang sudah memiliki niat untuk kabur pun menyelesaikan kegiatan makannya lebih cepat. Setelah melihat Sinta hampir menyelesaikan makannya, Bima bangkit dari kursi.
"Eh, eh. Mau kemana?" Tanya Nuca. Bima yang ditanya oleh Nuca itu hanya berjalan menjauh. Prada dan Ino mencoba untuk menahan gerak Bima setelah menyadari jika Bima berniat untuk kabur, namun usaha kedua lelaki itu sia-sia. Mereka tak bisa menahan gerak Bima, sebab tenaga mereka tak cukup kuat untuk tetap membuatnya duduk di tempatnya semula. Alhasil Bima pun berhasil melarikan diri.
Sinta yang tahu jika Bima pergi, pun bertanya, "Dia kenapa?"
"Mungkin ada urusan." Jawab Nuca.
Ino menambahkan, "Kebelet kali, tenaganya gede gitu." Ucapan Ino membuat yang lainnya tertawa, kecuali Sinta. Ia masih bertanya-tanya kenapa Bima pergi begitu saja.
"Kamu pake nanya, Sin. Seperti tak tahu kebiasaan Kak Bima saja, kapan dia akan betah berlama-lama berada di dekatmu?" Kata Fanya yang pada akhirnya membuat Sinta tertawa. Dia berkata, "Betul juga. Itu justru hal yang wajar, ya."
Sinta, Ara, dan Fanya tertawa, sedangkan Prada, Nuca, dan Ino saling berpandangan. Tak lama setelah itu, ketiga perempuan itu pun pamit untuk segera pergi ke tempat kos Ara. Saat Sinta, Ara, serta Fanya pergi, Ino berkata dengan ngeri, "Perempuan memiliki cara yang menakutkan untuk mengalihkan perhatian dan mengendalikan situasi." Prada dan Nuca mengangguk mengiyakan perkataan Ino setelah mereka tahu sendiri bagaimana cara Ara serta Fanya menjalankan rencana mereka sehingga sama sekali tak diketahui oleh Sinta. Mereka merasa ngeri akan hal itu.
Sinta, Ara, dan Fanya berjalan menuju tempat parkir untuk pergi menuju tempat kos Ara. Ketika mereka berjalan ke arah parkiran, nampak Zizi yang tengah menunggu mereka di arah tangga. Sebenarnya Zizi dan teman-temannya sedari tadi menunggu waktu yang pas untuk melabrak Sinta. Ia menunggu saat yang tepat ketika Sinta sendirian dan akan segera melabraknya. Namun, mereka telat menyadari jika Sinta dan teman-temannya itu telah pergi dari kantin, mereka baru menyadari ketika Sinta dan teman-temannya telah sampai di parkiran.
Zizi dan teman-temannya pun langsung berlari menghampiri Sinta, ia berteriak, "Heh, Bocah!" Sinta, Ara, dan juga Fanya yang mengenali suara teriakan itu pun langsung saja mempercepat kegiatan mereka. Sinta dengan cepat naik ke motor Ara dan Ara pun segera melajukan motornya.
Terdengar lagi teriakan yang dilontarkan oleh Zizi, "Jangan berani-berani kau kabur! Dasar pengecut!" Teriakan marah milik Zizi terdengar semakin mengecil ketika Ara dan Fanya berhasil melajukan motor mereka dan pergi meninggalkan Zizi. Sinta, Ara, serta Fanya yang tahu jika mereka telah berhasil menghindari Zizi dan teman-temannya itu pun tertawa senang. Sinta bahkan sampai membalikkan badan, ia menjulurkan lidah, serta mengacungkan jari tengahnya ke arah Zizi.
Di lain sisi, Prada, Nuca, dan Ino yang hendak pergi menuju rumah Sinta pun mendapati Zizi yang berteriak marah. Mereka melihat ke arah Zizi dengan tatapan aneh. Zizi yang tahu jika ada teman-teman Bima yang menatapnya pun menghampirinya, "Apa lihat-lihat?" Tanya Zizi dengan kesal. Prada, Nuca, dan Ino semakin menatap Zizi dengan aneh.
Tak hanya Sinta, Ara, dan Fanya yang sedang berada di perjalanan menuju tempat kos Ara pun meninggalkan tak hanya Zizi yang marah, namun juga Prada, Nuca, dan Ino yang saat ini sedang melakukan perjalanan ke rumah Sinta. Prada yang telah mengetahui rumah Sinta itu pun segera melajukan motornya dan menjadi penunjuk arah bagi kedua temannya yang lain.
Setelah sampai di rumah Sinta, mereka disambut oleh Bunda yang membukakan mereka pintu. Mereka pun langsung berjalan menuju ruang tengah, tempat di mana semua orang berkumpul. Di sana telah ada Ruri dan Banu.
"Silakan masuk." Kata Bunda kepada Prada, Nuca, dan Ino.
"Iya, Tante." Sahut mereka bertiga secara bersamaan.
"Duduk, duduk." Kata Bunda mempersilakan Prada, Nuca, dan Ino untuk duduk di kursi. Mereka bertiga pun memperkenalkan diri mereka masing-masing ke bunda Sinta. Bunda yang menyadari tidak adanya sosok yang mengantar anaknya semalam pun bertanya sebelum Prada dan teman-temannya duduk di kursi, "Bima tidak ikut?"
Pertanyaan Bunda membuat Prada, Nuca, dan Ino terdiam beberapa saat. Ino yang sadar jika tak ada dari mereka yang menjawab pertanyaan bunda Sinta pun berkata, "Anu, Tante. Bima mules." Jawaban Ino membuat Prada dan Nuca menoleh ke arahnya. Ruri yang bisa melihat jika jawaban itu adalah jawaban yang sengaja dikarang pun menahan tawanya.
"Lho, kok bisa?" Tanya Bunda.
"Iya, tadi sebelum kami kemari, kami makan dulu di kantin. Bima hari ini pesan ayam geprek yang super pedas."
"Astaga, tapi dia tidak apa-apa?"
"Tidak apa-apa, Tante. Dioles minyak angin sedikit juga pasti sembuh." Kata Nuca dengan tertawa.
Prada, Nuca, dan Ino bersalaman dengan Ruri dan juga Banu. Mereka mengobrol santai sebelum pada akhirnya duduk di kursi.
"Silakan diminum." Kata Bunda sambil meletakkan jus jeruk yang baru saja dibuatnya.
"Terima kasih, Tante." Kata Nuca.
"Untuk ulang tahun Sinta apa sudah dibicarakan, Tante?" tanya Prada.
"Belum, kami juga baru saja berkumpul, ayah Sinta tak bisa bergabung karena harus bekerja, jadi hari ini hanya kita yang datang. Terima kasih sudah mau datang, ya." Jelas Bunda.
"Tidak masalah, Tante. Sebenarnya kami juga tidak tahu sebelum Ara menjelaskan hal ini kepada kami." Sahut Nuca.
"Iya. Saat ini mereka telah sampai di tempat kos Ara, baru saja mereka memberi kabar. Jadi, apa langsung kita mulai saja, ya?" Tanya Bunda yang dibalas anggukkan semua orang.
"Sebenarnya saya belum ada ide, Tante. Soalnya jika kita mau memberi Sinta kejutan, pasti tidak akan berhasil. Maksudku, dia pasti ingat akan tanggal ulang tahunnya, dan jika kita bersikap aneh sedikit saja, ia justru akan dengan sengaja berbalik mengerjai kita." Kata Ruri kepada Bunda.
"Iya juga." Sahut Bunda.
"Berarti begini saja." Kata Prada yang membuat semua orang menoleh ke arahnya, ia pun melanjutkan, "Kita tak perlu merencanakan kejutan yang bertujuan untuk mengerjainya. Kita akan membuat kejutan yang akan membuat dirinya tak habis pikir, bagaimana?"
"Caranya?" Tanya Nuca. Prada yang diberi pertanyaan oleh Nuca dan ditatap oleh banyak pasang mata yang ada di ruang tengah rumah Sinta pun berkata dengan kikuk, "Eh, aku juga belum tahu. Kita pikirkan dulu saja."
Ruri yang mengerti akan maksud Prada pun berkata, "Bagaimana jika kita berikan penutup mata pada Sinta dan mengarahkannya ke suatu tempat? Jadi konsepnya, kita mempersiapkan adanya kejutan di suatu tempat, lalu Sinta yang sudah tahu jika dirinya akan diberi kejutan itu akan merasa penasaran akan kejutan yang akan kita berikan. Dan saat dia membuka penutup mata tersebut, Sinta terkejut karena tak percaya dengan kejutan yang kita berikan kepadanya."
"Ide bagus!" Kata Ino.
"Kita bisa ajak Saka untuk datang, ia pasti akan terkejut. Mereka kan sudah lama tidak bertemu." Usul Prada.
"Nah! Ide bagus!" Kata Ino sambil menunjuk Prada.
"Tapi, di mana kita akan mempersiapkan kejutannya? Sebab tak mungkin jika kita menyiapkan kejutan itu di halaman belakang rumah, bukan?" Tanya Bunda.
"Oh iya." Sahut Ino dengan lesu.
Banu yang sedari tadi diam saja pun mengeluarkan suaranya, "Bagaimana jika kita merayakannya di salah satu restoran cepat saji?" Semua orang yang duduk di ruang tengah rumah Sinta itu pun menatap Banu dengan tatapan senang, "Nah! Itu adalah ide yang bagus!" Seru Ino dengan semangat.
Mereka pun saling berbagi tugas dalam mempersiapkan acara perayaan ulang tahun Sinta. Semua peran telah dibagikan, dan saatnya mereka menyusun rencana mengenai kejutan apa saja yang bisa membuat Sinta tak habis pikir.
"Kita bisa undang Kak Bima untuk datang, pasti Sinta akan sangat senang sekaligus terkejut." Kata Banu, sepertinya keterdiaman Banu adalah tanda di mana ia sangat berpikir dengan keras untuk membalas kejutan ulang tahunnya yang Sinta berikan kepadanya waktu itu.
"Ide bagus!" Sahut Ino.
"Kau sedari tadi hanya bicara ide bagus, nah, ide bagus lagi. Beri juga usulmu, No." Kata Nuca yang disambut tawa oleh orang-orang yang lain. Ino yang dicibir oleh Nuca itu pun hanya terkekeh.
"Baiklah, Mas Prada sama yang lain bisa memastikan jika Kak Bima akan ikut, kan?" Tanya Ruri.
"Tenang saja, serahkan pada kami." Kata Prada, Nuca, dan Ino secara bersamaan.