William dan Naera dengan tidak tega meninggalkan Meera tanpa kejelasan. Pada akhirnya Naera hanya menganggukkan kepala atas ucapan Meera dan mengatakan bahwa ia akan memikirkannya nanti. Daripada terus membincangkan sesuatu yang tidak jelas, dua sejoli itu pun mengambil tindakan lain, yakni pulang ke rumah mereka. William memberi alasan bahwa ia harus segera menyelesaikan tugasnya di kantor.
Ditco dan Meera merasa gemas dengan anaknya sendiri. William menjadi lelaki yang lembek ketika dihadapkan dengan kasus pernikahan. Padahal dulu saat hendak mempersunting Liona Vinch, William begitu cekatan. Seakan ia tidak menyukai hubungannya dengan Naera, tapi dia juga yang membawa gadis itu mengendap di rumahnya selama beberapa waktu.
Jika memang Naera adalah perempuan terbaik bagi William dan tak akan mengkhianati lelaki itu, Ditcho dan Meera berharap pada Tuhan jika keduanya segera disatukan. Mereka sudah tidak sabar melihat William bahagia dengan teman hidupnya dan memiliki seorang anak. Terlebih Meera. Dia masih ingat saja dengan Liona Vinch yang mengatakan bahwa William tak akan pernah laku.
Di kediaman William Morgan.
Tidak tahu harus bersikap seperti apa. Kini, William bak patung hidup yang tiada berguna. Ibunya sedang sakit dan menginginkan seorang menantu. Sayangnya, sosok itu adalah Naera Rose, si perempuan keras kepala. Andai Meera tidak mematokkkan siapa yang harus menjadi istrinya, pasti William sudah menyewa gadis-gadis di luaran sana untuk dipersunting sementara. Hanya demi melindungi hati orang tuanya. Namun, semua tak semudah yang ia bayangkan.
Ketika sampai di rumah, William langsung menenggelamkan tubuhnya di hamparan sofa. Pergi ke kantor hanyalah sebuah alasan belaka. Ia justru menjadi tidak mood untuk bekerja dan memilih cuti satu hari di perusahaan yang ia kelola sendiri.
Naera pun begitu. Sejujurnya ada perasaan iba tatkala mendapati William gundah gulana. Naera merasa suasana rumah menjadi hening tanpa adanya perdebatan diantara mereka. Biasanya tempat itu tak akan pernah sepi meski hanya satu atau dua jam.
Naera membiarkan William berkutat dengan pikirannya sendiri. Dia tidak mau mengganggu laki-laki itu, karena tak ingin memperkeruh keadaan. Akhirnya, William tertidur hingga malam menyambut.
Naera membangunkan William setelah ia memesan makanan online dan menyuguhkannya di meja makan. Satu hal yang sampai sekarang tidak bisa dikerjakan oleh Naera. Dia tidak pandai memasak!
Wanita berambut kemerahan itu mengguncang bahu William seraya menahlil namanya."William. Bangunlah! Kau tertidur selama enam jam,"
Tindakan itu berlangsung sampai dua menit, hingga William pun menarik diri dari alam mimpi.
Dilihatnya pakaian kerja masih terpasang lengkap di tubuhnya. Bahkan, sepatunya saja tidak terlepas. Naera sungguh tidak peduli dengan nasib William Morgan. Tak ada belas kasihan untuk William dengan membukakan sepatunya dan menyuruhnya untuk pindah ke kamar.
Setelah membersihkan tubuh dan mengganti pakaian yang lebih santai, William pun ikut bergabung dengan Naera di meja makan. Suasana begitu hening. Hanya terdengar suara sendok yang beradu dengan piring.
Naera membereskan sisa-sisa makanan, sedangkan William kembali merenungkan nasib dirinya. Saat Naera hendak menuju kamar, William memanggil namanya.
Naera mengurungkan niatnya untuk menuju bilik dan memenuhi panggilan sang empunya rumah. William mengajaknya duduk di kursi beranda. Aneh! Tidak pernah ia melakukan hal ini sebelumnya.
"Ada apa?" tanya Naera agak heran.
Tadi William bermimpi, bahwa ia dan Naera menggunakan pakaian serba putih dan di depan mereka terdapat banyak orang. Semuanya bersuka hati dan saling melempar senyum riang. Kejadian itu membawakan sebuah isyarat pada William. Dia pun ingin mengutarakan sesuatu pada Naera Rose.
"Ada yang ingin kubicarakan denganmu,"
"Katakan saja,"
William mengambil oksigen lebih dalam. Perasaan yang gundah tak bisa ia sembunyikan.
"Kau tahu betapa Ayah dan Ibuku menginginkan kita menikah? Awalnya temanku mengatakan bahwa aku membawa seorang gadis di rumah ini. Bahkan, aku sempat menyesal telah melakukannya setelah tahu efeknya sekarang. Sayangnya semua sudah terlanjur. Ibuku sakit dan sesuai perkataannya, tidak ada yang tahu kapan ia akan bertahan. Dan, aku akan menjadi lelaki yang paling menyesal di dunia apabila sampai membiarkan Ibuku meninggal sedangkan keinginannya untuk mempunyai seorang menantu belum terwujud. Naera Rose! Malam ini aku memintamu untuk menjadi istriku. Tidak usah khawatir, karena pernikahan kita adalah pernikahan kontrak yang bersifat sementara. Kau boleh memutuskan pergi setelah keadaan membaik seperti sedia kala,"
William tak pernah membayangkan jika dirinya akan meminang seorang mantan kupu-kupu malam lagi menyebalkan. Tidak tahu apakah yang ia lakukan benar atau tidak. William hanya memperjuangkan kebahagiaan Ibunya, meskipun harus mengorbankan dirinya dan juga Naera.
Dara yang diajak berbicara sontak gugup. Dia pernah mengakui bahwa William adalah suaminya di depan Adam. Sepertinya perkataan itu telah menjadi boomerang bagi dirinya sendiri. Kini, William benar-benar mengajaknya berumah tangga meskipun hanya hubungan di atas kertas.
"Kau tidak salah berbicara, William Morgan? Apa kau demam, hem?" Naera menempelkan punggung tangannya di dahi William.
"Aku tidak sedang bermain-main, Naera. Aku membutuhkanmu untuk mendinginkan suasana. Kau pernah memiliki seorang ibu, bukan? Pasti kau juga tak sudi apabila ibumu berkecil hati,"
Naera baru kali ini melihat seorang William Morgan berkata-kata serius. Guratan sedih tergambar jelas di wajahnya. William bukanlah pria gagah yang ia kenal pertama kali dan Naera juga bukan perempuan sok jual mahal seperti yang sudah-sudah. Keduanya telah melebur dan tak lagi menutupi kelemahan. Mirisnya mereka tidak menyadari hal tersebut.
"William. Aku sungguh mengerti bagaimana kondisimu sekarang, tapi aku tidak berani mengambil resiko atas pernikahan kita nantinya. Rumah tangga tidak untuk dipermainkan, karena akan lebih fatal jika orang tua kita sama-sama tahu kalau anaknya bercerai," terang Naera yang lebih mengedepankan logika.
"Kau menolakku? Ini jalan tercepat menuju kebahagiaan orang tua khususnya Ibuku, Naera. Kau tidak merasakan, makanya bisa berkata seperti itu," balas William kecewa.
"Ah, kalau begitu biarkan aku memikirkannya terlebih dahulu, tapi kau tidak usah berharap lebih,"
"Silahkan! Semoga keputusanmu sesuai dengan keinginan ibuku,"
Naera meninggalkan William yang senantiasa bercumbu dengan angin malam. Dalam keadaan seperti ini yang diinginkannya hanyalah ketenangan.
Baru saja Naera masuk ke kamarnya dan hendak membaringkan tubuh, tapi gawainya bergetar pertanda ada pesan masuk. Sepasang mata Naera terbelalak melihat kontak yang terpampang di sana. Gegas Naera membuka isi chattnya.
NIOLA
"Naera Rose! Datanglah ke sini jika kau hendak melihat Ayahmu untuk yang terakhir kali. Sebentar lagi kami akan pindah ke luar kota,"
Srrr…
Darah Naera seakan diobrak-abrik di dalam sana. Tangannya bergetar hebat sampai-sampai ponselnya jatuh ke lantai. Tidak ada kabar bahwa Adam akan meninggalkan Kota Jakarta. Hal itu mengundang kecemasan di hati Naera. Dia pun berlari ke bawah untuk menemui William kembali.
"William. Tolong temukan aku dengan Ayahku, cepat!" katanya tergesa-gesa.
"Hei, ada apa?"
William tentu terkejut dengan Naera yang mendadak seperti orang kebakaran jenggot.
"Aku akan menceritakannnya di dalam mobil. Ayo!"
Dengan penampilan seadanya William mengambil kunci mobil dan membawa Naera ke kediaman Adam. Dia tidak tahu apa yang akan dilakukan Naera di rumah ayahnya itu.
***
Bersambung