Sesungguhnya William masih tidak suka dengan keputusan Naera pasca pernikahan mereka. Namun akibat perkataan terakhir Naera, William jadi salah tingkah sendiri. Ia takut dianggap mencintai calon istrinya, jika dirinya terus memaksakan kehendak. Dengan terpaksa William pun menyetujui perjanjian tersebut.
"Oke, baiklah! Kalau begitu kau juga tidak berhak melarang aku dekat dengan siapa saja," titahnya meminta keadilan.
"Iya. Aku juga tidak peduli dengan itu. Selanjutnya apa?"
"Kita harus tetap terlihat mesra di depan orang tua kita."
"Aku setuju!" Naera mengangguk mantap.
"Kupikir itu cukup."
Naera mendongakkan kepala sambil memangku dagunya. Memikirkan adakah hal-hal yang perlu keduanya sepakati sebelum menikah.
"Cukup!" balasnya setelah merasa puas.
Kemudian William dan Naera bersepakat untuk mempertemukan keluarga mereka. Hal ini bertujuan untuk memulai pendekatan dan membahas soal pernikahan. Keduanya harus berakting seolah mereka saling mencintai dan benar-benar menginginkan sebuah pernikahan.
Malamnya Naera dan keluarga William berkunjung ke kediaman Adam. Meera dengan semangat 45-nya membawa banyak parsel dan sebuah cincin untuk Naera. Mereka langsung melakukan acara lamaran.
Mereka disambut hangat oleh Adam beserta istri. Ada sedikit kebahagiaan ketika mengetahui bahwa anaknya tidak main-main dan ia ingin membuktikan, bahwa dirinya bukanlah seorang kupu-kupu malam lagi.
Keluarga Adam mempersilahkan pihak William untuk masuk ke rumah. Mereka langsung menyuguhkan hidangan terbaik yang berada di sana.
"Ah, aku benar-benar tidak menyangka jika malam ini akan bertemu kalian," ucap Meera dengan sumringah.
Sebelumnya ke dua pasang manusia itu sempat berkenalan dan bertukar latar belakang keluarga. Sehingga sekarang hanya perlu mengobrol santai dan membicarakan soal pernikahan.
"Kami jauh lebih senang," balas Niola.
Niola memang tak dapat membohongi perasaannya sekarang. Dia bahagia bukan karena Naera menemukan pasangan hidup, tapi karena anak itu bakal menikah dengan seorang CEO perusahaan ternama. Pastinya kehidupan ekonomi keluarga Adam kembali terdongkrak dan deratanya menjadi tinggi.
Setelah makan malam, keenam orang itu duduk di sofa. Semuanya memasuki acara inti dan William menyerahkan seluruh benda bawaannya kepada keluarga Adam.
"Tuan Adam, terimalah pemberianku ini sebagai bukti keseriusan pada putrimu," katanya agak gugup. Padahal semua ini hanyalah akting belaka.
"Aku menerima semuanya."
Adam menyambut hantaran itu penuh suka cita. Kalau tidak ada orang lain, pasti dirinya sudah meneteskan air mata.
Lalu William dan Naera saling bertukar cincin. Tak lupa keduanya memasang senyum palsu untuk mengelabui situasi.
"Terimakasih atas bukti ini, Sayangku," ujar Naera.
William masih tidak percaya dengan apa yang ia lakukan. Seakan perasaan menang datang menghampirinya. Selama ini memang dialah yang begitu mengejar Naera. Mulai dari berencana untuk mendapatkan tubuhnya, hingga menikah dengannya.
Kemudian mereka melanjutkan perbincangan soal pernikahan. Setelah menimbang dengan matang, semuanya memutuskan jika pesta itu akan digelar tujuh hari lagi, supaya pihak keluarga dapat mempersiapkan dengan rampung.
Meera juga berpesan semoga Naera bukanlah seperti kekasih William yang lama, yakni Liona Vinch. Keluarga mereka tak ingin menanggung malu untuk yang ke dua kali.
"Aku benar-benar mencintai putramu, Nyonya," ucap Naera penuh keyakinan yang dibuat-buat.
"Baguslah jika seperti itu," kata Ditcho menjawab.
Mereka memercayakan semuanya pada Naera Rose. Jika wanita itu pun berbuat seperti Liona, maka barangkali mereka tak akan menikahkan William dengan perempuan mana pun lagi.
Setelah puas bercengkrama dan William serta Naera resmi bertunangan, akhirnya keluarga William berpamitan pulang. Namun sebelum mereka benar-benar menghilang, Adam berseru untuk menyampaikan niat hatinya.
"Kalau begitu biarkan putriku tinggal di sini hingga ia menikah. Aku ingin menghabiskan waktu dengannya."
"Iya. Kami akan kesepian setelah ini," timpal Niola setelah suasana hening selama beberapa saat.
Tadinya William berpikir jika ia dan Naera akan mempersiapkan acara pernikahan mereka bersama-sama. Nyatanya, Naera harus kembali ke pelukan kedua orang tuanya hingga tujuh hari ke depan. William tak mampu berbuat apa-apa selain mengiyakan perkataan Adam. Dia hanya sebatas calon suami dan belum memiliki hak penuh atas diri Naera Rose.
Selain itu, Ditcho dan Meera juga menyetujui perkataan Adam. Mereka dapat memahami bagaimana perasaan lelaki itu saat kehilangan putri satu-satunya nanti.
Keluarga Adam melepas pihak William dengan lambaian tangan dan senyum indah. Akhirnya, Adam dan Naera kembali berbaikan setelah mengalami drama yang panjang.
Malam sebelum Naera masuk ke bilik untuk beristirahat, dia berpapasan dengan Niola yang melangkahkan kaki menuju dapur. Tingkah Niola sangat berbanding terbalik dengan tadi. Sekarang dia bagaikan orang asing yang tak mengenal siapa Naera. Perempuan itu melintas begitu saja di hadapan putri tirinya.
"Cih! Aku sudah tahu jika ia hanya bersandiwara," batin Naera.
Dari awal Naera memang mencium bau-bau kebohongan di diri Naera. Mana mungkin wanita tua itu bahagia atas pernikahan anak sambung yang seyogjanya ia benci. Namun, Naera tak ambil pusing akan hal tersebut. Lagipula, dia tinggal bersama Niola hanya tinggal hitungan hari.
***
Liona sungguh terperanjat setelah mendapati pesan dari mantan calon mertuanya. Ia yang semula tengah bersantai di balkon kamar, kini harus tergesa-gesa mempersiapkan diri untuk ke luar rumah. Pasalnya Meera mengirimkan pesan pertemuan pada bekas pacar putranya tersebut. Liona berpikir, jika Meera ingin memohon padanya supaya ia kembali pada William.
"Lihat saja apa yang akan kulakukan pada si tua bangka itu," gumam Liona.
Dia sudah menyiapkan segala macam bentuk perlakuan serta perkataan yang akan dihadiahkan untuk Meera. Mulai dari meludahi perempuan itu sampai menendang kepalanya. Karena Liona sangat yakin jika William tak mampu menemukan kekasih selain dirinya.
Sesampainya di restoran permintaan Meera, Liona langsung mencari keberadaan perempuan bertubuh gemuk tersebut. Tampak olehnya Meera yang tengah menanti di meja nomor 07.
"Nyonya Meera Morgan!" panggilnya dengan tatapan sinis.
Meera mendongak ketika merasa namanya terpanggil. Tatapan tajam Liona turut dibalasnya dengan tak kalah seram. Liona kelihatan begitu angkuh dengan tangannya yang terlipat di atas dada itu.
"Bicara saja dan jangan ditunda! Ah, sebenarnya aku tahu apa maksudmu Meera," kata Liona dengan PD-nya.
"Memangnya, apa yang ada dalam pikiranmu?"
"Anakmu William Morgan tak dapat melupakan aku dan dia sudah putus dengan kekasihnya yang kemarin, lalu kau datang untuk memohon supaya aku kembali lagi dengan si pria tak laku itu. Iya, kan?"
Liona tanpa malu-malu berseru sedemikian rupa, hingga membuat Meera berdiri dan terbahak-bahak. Meera memberi dua jempol atas kepercayaan diri dari seorang Liona Vinch. Sayangnya, dia menemui Liona bukan untuk menyatakan hal konyol tersebut.
"Kau salah besar, putri Vinh. Aku mengajakmu bertemu justru untuk menyerahkan surat undangan ini."
Meera yang sudah sangat kesal itu memberikan kertas undangan yang di bagian depannya tertulis "untuk pengkhianat" itu.
"Anakku William akan segera menikah dan kau kami undang untuk menyaksikan momen bahagianya. Hahaha."
Setelah berucap demikian, Meera dengan tak punya hati menempelkan kertas itu di dahi Liona. Kemudian, dia meliurkan bokongnya menuju pintu restoran.
***
Bersambung