Chereads / CONTRACT MARRIAGE WITH CEO / Chapter 20 - MENYETUJUI KAWIN KONTRAK

Chapter 20 - MENYETUJUI KAWIN KONTRAK

Hari ini merupakan hari terbaik bagi Naera Rose, karena dia telah mendapatkan lampu hijau dari Ayahnya. Naera sampai nyaris tak bisa lepas tersenyum. Walaupun Adam masih kelihatan cuek, tapi Naera sebagai anak kandungnya tahu jika lelaki itu mulai memaafkannya. Hanya tinggal selangkah lagi, maka hubungan keduanya akan membaik seperti sedia kala.

Seberes membantu keluarga Adam menata kembali benda-benda di rumah mereka, Naera dan William berpamitan pulang. Sebelumnya mereka kembali mengikrarkan janji akan secepatnya menikah dan mengundang Adam beserta istri di pesta mereka.

William tak lupa dengan tawaran yang kemarin ia lontarkan. Terlampau lama membiarkan Naera bahagia juga tidak bagus. Bisa-bisa ia kembali bersedih saat mengingat bahwa mereka mau tak mau harus melaksanakan nikah kontrak.

"Bagaimana perasaanmu?" tanya William di perjalanan.

Kemudian Naera memutar kepalanya ke sisi kanan dan lagi-lagi tersipu. "Seperti yang kau lihat. Aku begitu senang hari ini! Meskipun aku dan Niola saling bermusuhan, tapi aku tetap berterimakasih padanya yang telah memberi kabar kepergian Ayah,"

"Baguslah! Tapi, kau tak lupa dengan janjimu, kan?"

"Janji?" Naera mengerutkan dahinya menjadi tiga lipatan.

"Kau berkata pada Adam bahwa kita akan segera menikah. Berarti kau sudah siap untuk menerima tawaran kawin kontrak denganku, Naera Rose," kata William kembali mengingatkan.

Tunggu dulu!

Oh, Tuhan! Naera baru ingat jika antara dirinya dan William bukanlah kekasih sungguhan.

Naera pada akhirnya menyandarkan tubuh pada jok mobil dan tatapan matanya mendadak sayu. Barangkali Adam akan bahagia saat tahu putrinya terlepas dari jeratan dunia malam dan menikah. Lalu, bagaimana jika tiba-tiba saja Naera Rose dan suaminya bercerai? Pasti hati Adam akan jauh lebih hancur.

"Dia diam! Pasti dia lupa dengan ucapanku," geming William sambil menyaksikan ekspresi Naera yang berubah drastis.

Naera tak dapat mengendalikan dirinya sampai-sampai dia lupa bahwa secara tidak langsung dirinya telah menyetujui kawin kontrak dengan pria di sebelahnya itu. Padahal kemarin Naera baru saja menolak tawaran William. Sekarang dia malah terjebak dalam situasi sulit.

Sebenarnya mereka memiliki kesamaaan, yakni berniat untuk membahagiakan hati orang tuanya melalui sebuah pernikahan.

Saat Naera sadar, dia segera menyugar rambutnya ke belakang dan melongo ke arah William. "Aku telah terjebak dengan eurofia ini, William," keluhnya.

"Semua sudah terjadi, bukan? Naera, kau tidak punya pilihan lain selain melakukan kawin kontrak denganku."

Naera membuang pandangan ke luar jendela dan menyaksikan para pengendara lain serta gedung-gedung yang menjulang tinggi. William benar! Dirinya tak bisa mengelak dan harus menyetujui tawaran tersebut.

Bersamaan dengan itu, Naera menganggukkan kepalanya dengan kemantapan hati dan sedikit rasa khawatir. "Baiklah, William. Jika semua ini membuat orang tua kita bahagia, maka ayo kita lakukan!" tukasnya agak gentar. Naera masih saja membayangkan perceraian yang akan terjadi nantinya.

"Itu baru anak pintar," kata William menanggapi kalimat Naera.

Pasti lelaki itu telah menganggap bahwa Naera adalah anak labil. Pasalnya kemarin Naera menolak ajakan nikah kontrak dan sekarang dia malah menyetujuinya. Semua bukan berpatok pada pemikirkan, melainkan keadaan.

Mobil melaju membelah gelita yang berpadu dengan pendar lampu jalanan. William akhirnya mendapatkan apa yang ia inginkan. Berbeda dari Naera, William justru tidak memikirkan perceraian akibat pernikahan kontrak yang mereka lakukan. Dia hanya fokus pada acara serta kebahagiaan orang tua mereka.

***

Mumpung hari ini William libur kerja karena akhir pekan, maka Naera pun memanfaatkan hal itu untuk berdiskusi dengan calon suaminya. Banyak hal yang harus disepakati dalam pernikahan kontrak mereka. Naera tak mau menyiksa hidupnya dengan kejutan-kejutan baru yang ia terima dari William nantinya.

Pria itu masih menetap di meja makan sambil memainkan ponsel. Lalu, tiba-tiba saja Naera hadir dan membanting sebuah buku berserta pulpen tepat di hadapan William.

"Apa maksudmu, Naera?" tanya William yang merasa tersinggung dengan prilaku wanita tersebut.

Kemudian Naera duduk berhadapan dengan William dan mulai membuka lembaran pertama dari buku itu. "Aku ingin membuat kesepakatan denganmu," titahnya dengan mata membola.

"Kesepakatan apa lagi?" William meletakkan ponselnya demi memilih fokus pada Naera.

"Apa kau lupa, hem? Pernikahan kita hanyalah pernikahan kontrak, William. Aku tak ingin terjebak dengan status sebagai istrimu, makanya aku ke sini untuk membuat perjanjian. Kita harus menyepakati apa-apa saja yang boleh dilakukan dan tidak selama kita masih menjadi pasangan," terang Naera penuh penekanan.

Sekarang William mengerti. Tanpa pikir panjang William pun mengiyakan perkataan Naera. Ia sendiri pun tak ingin jika nantinya Naera terlalu banyak menuntut sesuatu dengan dalih tanggung jawab William sebagai seorang suami. Mana mau ia terlalu berkorban demi istri yang ia nikahi hanya dalam beberapa waktu saja.

"Yang pertama kita harus menyepakati waktu pernikahan kita."

"Enam bulan!" jawab Naera irit bicara.

"Hah, yang benar saja! Apa kata keluarga kalau sesingkat itu pernikahan putra putri mereka, Naera?"

William dengan keras menolak permintaan Naera. Baginya hal itu akan semakin memperkeruh suasana dan kebahagiaan orang tua keduanya hanya sesaat saja.

"Baiklah kalau begitu biar aku saja yang memutuskan. Empat tahun!" ucap William lagi.

Naera membeliakkan sepasang netranya. "Kau gila apa? Kita terlalu membuang waktu, William!"

"Tiga tahun?"

"Dua tahun! Itu adalah waktu yang paling pas,"

William dengan mantap meraih pulpen tersebut dan mulai menyoret kertasnya. Perjanjian pertama sudah selesai dan dia menyetujui dua tahun sebagai rentan waktu pernikahan kontrak mereka.

"Sekarang giliranku memutuskan sesuatu," kata sang pria. "Selama menikah kita boleh berhubungan ranjang, tapi dilarang punya anak. Kasihan bocah tidak bersalah itu apabila orang tuanya bercerai."

"Lalu, jika ada yang bertanya tentang kehamilan bagaimana?"

"Katakan saja kita sedang berusaha."

"Oke! Aku setuju."

Lalu, William kembali mencatat kesepakatan kedua.

"Selama menikah kita tidak boleh melarang pasangan jika ingin pergi dengan siapapun."

William yang mendengar ucapan Naera langsung menegakkan tubuh. Ia dan wajah ketatnya seakan tak terima dengan kesepakatan yang baru diajukan oleh bakal istrinya.

"Naera Rose. Bagaimana mungkin kita bebas jalan dengan siapapun sementara di mata orang lain kita adalah pasangan suami istri? Mereka tidak mengetahui bahwa kita hanya melakukan pernikahan kontrak. Apa tanggapan mereka? Kita bisa mencoreng nama baik keluarga," protesnya.

Naera mengembuskan napas dari mulutnya. Sebenarnya tujuan utama dia hendak membuat kesepakatan adalah supaya ia tetap bebas berkeliaran seperti masa gadis. Naera sudah terbiasa melanglang buana. Saat dirinya hanya fokus pada satu pria sementara dia tidak mencintai orang itu, maka dipastikan kalau psikis Naera akan terganggu.

"Tidak bisa, William! Kita menikah atas dasar orang tua, bukan cinta. Tak usah membuat drama seolah pernikahan ini akibat keinginan kita," tolak Naera. Sebisa mungkin ia akan memperjuangkan hajatnya.

"Kau istriku dan aku akan marah apabila kau pergi dengan lelaki lain."

"Kenapa? Bukannya kita tidak pernah saling menyimpan rasa?"

Ternyata William keceplosan berucap demikian!

Dia sendiri tidak tahu kenapa seolah ada batu besar yang menghujam dadanya, ketika Naera melontarkan kesepakatan tersebut. Mengetahui kedekatan Naera dangan teman lamanya saja padahal mereka belum menikah sudah berhasil membuat William tak suka, apalagi setelah Naera resmi menjadi istrinya. William tentu menolak keras hal tersebut.

***

Bersambung