Chereads / CONTRACT MARRIAGE WITH CEO / Chapter 12 - KESAN PERTAMA

Chapter 12 - KESAN PERTAMA

Gemericik air menemani pagi Naera Rose. Tadi malam ia ketiduran akibat kelelahan melayani William Morgan. Kini, resmi sudah Naera menyerahkan mahkota sucinya pada lelaki itu.

Naera membiarkan sekujur tubuhnya dihujani oleh air yang jatuh dari shower. Sambil bersimpuh di lantai, Naera meneteskan air matanya.

"Semua ini bukan kemauanku, semua ini demi Ayah,"

Kalimat itu terus diulangnya sambil mengacak-acak rambutnya sendiri. Naera merasa menyesal, tapi tak dipungkiri bahwa ia akan jauh lebih menyesal apabila membantu pengobatan Adam dengan uang haram.

Naera menghela napas panjang, lalu membalut tubuhnya dengan handuk putih. Kejadian panas tadi malam terus berlarian dalam benak. Kini, ia percaya bahwa permainan William tidaklah cacat, tak seperti apa yang ia katakan dahulu kala. Naera mengakui bahwa lelaki itu jago bermain ranjang.

Jam delapan pagi Naera keluar kamar. Saat melintasi lantai satu, dia mendapati sesosok lelaki bertelanjang dada sedang menghadap ke arah kompor. Siapa lagi kalau bukan William Morgan!

Derap langkah Naera dapat dibaca oleh William. Sembari mengaduk masakan, ia pun membelokkan kepala ke belakang.

"Ada apa melihatku seperti itu?" tanyanya dingin.

Naera sungguh tidak menduga dengan apa yang dilihatnya sekarang. Seorang William Morgan meracik masakan dengan tangannya sendiri, bahkan gerakan tangan William begitu lihai. Tampaknya ia sudah biasa melakukan hal tersebut.

"Seharusnya aku yang bertanya. Apa yang sedang kau lakukan?" Naera mulai mendekati William.

"Apakah kau buta?"

"Kau sedang memasak. Aku tahu itu, tapi apa kau mampu melakukannya?" Naera dipenuhi keraguan.

Dia melihat William memasukkan rempah-rempah ke dalan kuali serta menambahkan sedikit air sebagai pengiring kuah opor ayamnya itu. Aroma sedap menusuk hidung, membuat cacing dalam perut Naera berdemo.

"Lalu, masakan siapa yang kau makan selama ini?"

Naera membulatkan mata dan berseru, "Apa kau juga yang melakukan semuanya?"

"Ya,"

"William. Bagaimana mungkin kau dapat melakukan semua ini? Bukankah kau adalah CEO kaya raya seperti katamu itu? Pantas saja aku tidak pernah melihat adanya pembantu di rumah ini." Naera takjub. Sangat sedikit lelaki yang bisa memasak di lingkungannya.

Sambil terus mengaduk masakannya, William menjawab, "Apakah kau mengira bahwa aku akan meminta orang lain untuk melakukan sesuatu sementara aku mampu? Aku membangun rumah ini jauh sebelum kita saling mengenal. Dulu, aku kerap memasak makanan untuk Liona si pengkhianat, karena rencananya rumah ini akan kami tempati bersama,"

"Kemudian apa kau tidak memerhatikan setiap aku berpergian tanpa menggunakan supir? Seharusnya kau menyadari semua itu sejak dulu, Naera," tambah William.

Naera benar-benar tercengang mendengar pengakuan lelaki di hadapannya itu. Naera tak perlu ragu, karena dia sudah melihat dengan mata kepalanya sendiri.

Mata bulat serta ekspresi kaget Naera Rose nyaris membuat William tertawa. Entah kenapa, Willian sontak merasa terhibur dengan wajah polos dan konyol gadis itu. Sisi sensual dari parasnya mendadak hilang. Sungguh sebuah pemandangan langka.

"Tidak usah memandangku begitu, nanti kau bisa jatuh cinta. Sekarang makanlah ini,"

William mengambil beberapa potong ayam dan meletakkannya ke dalam mangkuk. Ia juga membuatkan Naera segelas susu hangat. Tentu saja Naera terperanjat. Ia bak seorang istri dari William Morgan.

Bukannya William berlebihan, hanya saja dia menganggap siapa pun yang dia persilahkan masuk ke rumahnya adalah tamu. Maka, sudah sepantasnya William memperlakukan orang tersebut dengan apik, termasuk Naera. Terlebih tadi malam Naera sudah menepati janjinya dan tak ada alasan William untuk membenci wanita itu lagi.

William ikut makan bersama Naera. Mereka duduk berhadap-hadapan. Tak ingin menghadirkan perasaan canggung diantara keduanya, William pun memulai obrolan.

"Aku sudah terbiasa mandiri sejak kecil. Bahkan, saat orang tuaku selalu berusaha memanjakan putranya ini,"

"Kukira kau akan membuangku ke tempat sampah setelah mendapatkan apa yang kau mau,"

"Oh! Aku tidak akan mengingkari janjiku sendiri, Nona. Tenang saja, setelah ini aku akan memberikan 10% dari sahamku,"

Naera lega mendengar jawaban William. Baguslah, jika pria itu teguh pendirian.

"Kau juga harus menemani aku menemui Ayah,"

"Kau ingin mengakuiku sebagai suami, kan? Baik, aku akan membantumu,"

William sudah menebak jika rencananya kali ini akan berhasil. 10 % penghasilan sahamnya itu tak akan terasa jika dilimpahkan pada Naera. Selain itu William juga merupakan lelaki pertama yang berhasil merenggut kesucian Naera Rose di kala semua orang berlomba-lomba untuk mendapatkannya. William merasa menjadi pria yang paling beruntung di dunia.

"Oh, ya. Jika kau ingin harta 10 % itu tiap bulan jatuh padamu, maka tinggallah bersamaku di rumah ini. Kau boleh pergi setelah mendapatkan lelaki konglomerat dan memberimu harta yang lebih banyak,"

William dengan tenang mengizinkan Naera untuk menetap di kediamannya sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Naera sudah terlanjur dimiliki oleh lelaki itu, lalu untuk apalagi dia menghindar? Toh, dengan mengabdi pada William akan membuat Naera tetap kaya, bahkan jauh lebih berada. Bagaimana akhir jalan cerita keduanya akan ia pikirkan nanti.

"Aku akan menetap bersamamu," balas Naera, seraya memasukkan suapan nasi terakhir.

***

Meera mendekatkan gelas berisi perasan jeruk itu di bibirnya. Namun, aktivitasnya terhenti akibat seorang wanita berwajah familiar melintas di depan. Dia bersama laki-laki yang sayangnya tidak pernah dilihat oleh Meera.

Hanya dengan hitungan detik darah Meera berhasil mencapai ubun-ubun. Kedua tangannya mengepal di atas meja. Perasaannya mengira bahwa perempuan itu sengaja mencari perhatian. Lihatlah! Dia berpura-pura tidak mengetahui keberadaan Meera.

"Hei, pengkhianat! Masih berani kau menampakkan diri?"

Meera bangkit dari kursi dan meninggalkan dua orang temannya. Dia mencondongkan dada seakan menantang orang yang telah mencoreng nama baik keluarganya, Liona Vinch!

Liona menatap Meera sekilas dan mencoba untuk tetap fokus, meskipun hatinya kalang-kabut saat melihat Meera. Liona baru saja menyelesaikan acara makan siangnya bersama sang pacar. Semua ini bukanlah karangan seperti apa yang dipikirkan oleh Meera. Liona benar-benar tidak tahu jika dia akan berhadapan dengan mantan calon mertuanya itu.

Tujuan Meera adalah untuk mempermalukan Liona balik. Keadaannya pas sekali, karena Liona sedang menggandeng lengan selingkuhannya itu.

"Aku bersyukur karena putraku tidak jadi memperistrimu. Ternyata kau memang seorang pengkhianat kelas kakap," tukas Meera.

"Maaf! Aku tidak ingin berurusan dengan keluarga kalian lagi,"

Liona mencoba menghindar. Dia sadar akan kesalahan dan khawatir akan menjadi bulan-bulanan tamu restoran. Maka dari itu Liona gegas melarikan diri.

Tapi lengannya terlanjur dicekal oleh Meera. "Kenapa lari? Apakah kau masih memiliki malu?"

Kini, semua mata tertuju pada adegan panas tersebut. Meera sengaja mengeraskan suaranya supaya orang-orang tahu bahwa di restoran itu ada seorang pengkhianat cinta.

Tahu bahwa dirinya akan dipermalukan, Liona jadi berpikir keras. Dia akan kalah apabila tidak bertindak. Liona mencari cara agar lawannya mati kutu.

"Meera Morgan. Asal kau tahu saja, sesungguhhnya aku tak pernah mencintai putramu itu. Dia saja yang terlalu berlebihan. Lelaki ini adalah pacarku yang sesungguhnya. William hanyalah seorang pria berusia matang yang khawatir tak akan kebagian jodoh, makanya dia memaksaku untuk dinikahi,"

Liona terpaska mengarang semuanya agar harga dirinya tetap berada di puncak.

***

Bersambung