"Aku akan memikirkannya nanti, Bu," ucap William yang sudah tidak tahu harus menjawab bagaimana.
Meera menaikkan bibirnya, lalu berseru, "Jangan seperti itu, William. Ibumu ini tidak mau malu di hadapan banyak orang. Lagipula, Ibu hanya membela namamu. Enak saja si Liona pengkhianat itu mengatakan bahwa kau tidak laku-laku."
William dan Liona memang tidak pernah berhubungan lagi semenjak kejadian gagalnya pernikahan mereka kala itu. Wajar saja, karena Liona tak pernah mencintai William. Wanita itu hanya menginginkan harta keluarga Morgan saja.
Sementara William bersusah payah untuk melupakan Liona dan menahan diri supaya tidak menghubungi mantannya tersebut. Sesekali terbesit di hati William bahwa ia bersyukur atas kehadiran Naera Rose, meskipun dengan cara yang mengjengkelkan pada awalnya. Akibat keberadaan wanita menyebalkan itu, William jadi kurang fokus pada masalahnya dan Liona. Dia lebih mementingkan mengejar tubuh Naera Rose.
Namun, bukan berarti William dapat dengan mudah menikahi Naera sesuai permintaan sang ibu. William butuh waktu lama untuk menelusuri setiap perangai gadis itu. Lagipula, Naera juga tak akan sudi bersuami dengannya. Naera rela menyumbangkan tubuhnya hanya karena ia akan mendapat keuntungan 10 % hasil saham perusahaan William Morgan.
Istri Ditcho tak boleh tahu yang sesungguhnya, apalagi dia sudah mengakui di khalayak publik bahwa Naera Rose adalah kekasih putranya. William sungguh tak sudi membuat Ibunya terluka dan menahan malu. Di sisi lain, dia juga berat menuruti perkataan Meera. Pernikahan bukanlah sesuatu yang enteng dan bisa dilakukan kapan saja.
"Baik, Ibu. Aku akan merundingkannya dengan Naera dulu."
William menggantung keputusannya dengan dalih ingin berdiskusi dengan Naera. Nanti William akan memikirkan cara lain guna mensiasati masalah ini.
***
Hari ini Naera dihubungi oleh teman SD-nya yang bernama Jhonson. Lelaki yang berprofesi sebagai konten kreator itu meminta sebuah pertemuan pada Naera. Tentu saja Naera tidak menolak. Dia juga sudah rindu pada sosok yang kerap membantunya sewaktu sekolah dasar dulu.
Mereka berjumpa di sebuah café dan saling berbagi cerita. Rupanya Jhonson juga belum menikah, sama seperti Naera Rose. Setelah puas mengobrol, Jhonson menawarkan boncengan pada rekannya itu.
Awalnya Naera menolak secara halus, tapi lambat laun dia tidak tega pada Jhonson akibat pria itu yang terus memelas ingin tahu di mana rumahnya. Akhirnya dengan terpaksa Naera menuruti.
Naera pun memerintahkan Jhonson untuk menghentikan mobilnya di perkarangan gedung bewarna cream. Malangnya, Naera tidak tahu jika saat itu William sedang duduk di kursi beranda rumah. Dia mendapati bekeradaan William setelah mobil mereka berhenti tepat di depan teras.
Naera buru-buru melihat jam tangannya yang membidik angka lima sore. Pantas saja teman serumahnya sudah pulang. Padahal Naera berniat untuk menyembunyikan hal ini dari teman serumahnya itu.
Jhonson mengumpulkan nyawanya melihat bangunan megah di depannya. Bahkan, tempat itu jauh lebih indah daripada rumah yang dibangunnya tiga tahun lalu. Jhonson tidak tahu apa yang dilakukan Naera, sehingga dia bisa memiliki gedung seluas tersebut. Naera hanya mengatakan jika dia mendapatkannya dengan hasil jerih payah.
"Naera Rose. Apakah ini rumahmu?" tanya Jhonson terheran-heran.
Naera hanya mengangguk, sementara matanya menilik William yang sekarang berjalan ke arah mobil Jhonson.
Jhonson membukakan pintu untuk rekan lamanya tersebut, sekaligus ia tersenyum pada sosok yang tadi ada di beranda rumah.
"Naera. Siapa lelaki ini? Setahuku kau tidak memiliki kakak lelaki," tanya Jhonson.
Tak tahu dari mana dia memiliki keberanian untuk mengarang cerita. Naera mustahil mengatakan bahwa dia adalah William si pemilik rumah tersebut. Naera bisa malu, karena ketahuan berbohong.
"Ah! Ini supir pribadiku," jawab Naera dengan enteng.
Badai seolah menerjang jiwa William. Apakah dia sudah salah dengar dengan penuturan Naera barusan? Wanita yang telah ditampungnya di rumah tanpa meminta imbalan malah tega berkata bahwa William adalah supir pribadinya.
"Oh, ya? Aku seperti tidak asing dengan wajah supirmu ini," jawab Jhonson.
Lelaki itu merasa bahwa ia pernah melihat William sebelumnya, tapi entah di mana. Padahal dia saja yang tidak sadar jika William adalah seorang CEO terkenal yang mukanya sering dipampang di berbagai media.
"Naera Rose! Menga-"
"Lihatlah! Langit mulai gelap. Sebaiknya kau pulang dulu, Jhonson. Ibumu pasti sudah menunggu di rumah,"
Pada detik itu Naera memotong percakapan William, lalu menyeret Jhonson untuk memasuki mobilnya. Naera dalam kondisi bingung disertai ketakutan. Syukurnya William tidak mengejar Jhonson dan mengatakan bahwa Naera telah mengarang cerita.
William sengaja menanti kehadiran Naera yang diyakininya pergi dari rumah. Naera bebas melakukan itu karena William tidak menyediakan pengawal lagi semenjak mereka berhasil berhubungan ranjang. Konyolnya meskipun sudah sering bersama, tapi William dan Naera tidak saling menyimpan kontak. Sehingga William kebingungan mencari Naera, hingga dia memutuskan untuk menunggu wanita itu di beranda rumah.
Tapi apa yang Naera lakukan? Dia kembali menghina William secara tidak langsung. William begitu geram. Dia ingin memberi pelajaran pada gadis tidak tahu diuntung itu.
"Naera! Kenapa kau mengatakan bahwa aku ini adalah supirmu? Lalu, kau menyuruh lelaki asing itu untuk pergi dari sini saat aku hendak membela diri. Memangnya siapa dia dan ke mana saja kau tadi?"
William bagai wartawan dan Naera adalah nara sumbernya. Tanpa alasan yang jelas William malah berubah jadi posesif begitu. Naera menundukkan wajahnya. Dia khawatir jika William akan memberinya ganjaran, karena telah menghinanya untuk yang ke dua kali.
"Sebaiknya kau mendengarkan ceritaku dulu, William!"
Kaki Naera terayun menuju ruang tengah, lalu diikuti oleh William. Bukannya Naera tidak tahu diri, tapi dia malu jika mengatakan bahwa dirinya sudah menumpang hidup dengan orang lain. Pasti Jhonson bertanya lebih dalam lagi dan Naera tak ingin jati dirinya sebagai perempuan murahan sampai bertemu dengan William terungkap.
"Dia adalah Jhonson teman SD-ku. Dia kembali menghubungiku hari ini setelah sekian lamanya tidak berkomunikasi. Kami baru saja pulang dari salah satu café di Jakarta. Biar kau tahu saja, aku terpaksa menutupi siapa diriku dan bagaimana ceritanya aku bisa tinggal di rumah ini."
"Dengan mengatakan bahwa tempat hasil kerja kerasku ini adalah milikmu?"
Naera sempat terdiam selama beberapa detik, lalu kembali menjawab, "Ya, mau bagaimana lagi? Aku juga tidak berniat menghinamu. Seharusnya kau tak perlu duduk di beranda rumah tadi."
"Kau sungguh keterlaluan, Naera! Kau merupakan perempuan tidak tahu terimakasih. Aku sudah berbaik hati menampungmu dan sekarang kau malah menginjak-injakku."
"Bukan begitu maksudku, William. Aku han-"
"Ah! Sudahlah. Seharusnya aku tak perlu meluangkan waktu untuk menunggu kepulanganmu. Memangnya siapa dia sampai-sampai kau ingin terlihat tinggi? Apakah kalian memiliki hubungan spesial? Naera Rose! Jangan coba-coba mendekati pria lain, sementara kau berada di sisiku setiap hari."
Bukannya dingin, William malah semakin panas mendengar jawaban dari Naera. Malah sekarang William menjelma bagaikan pria yang sedang cemburu pada pacarnya.
Naera Rose tercengang. Ini merupakan kali pertama baginya melihat William berubah posesif.
***
Bersambung