Adam melihat kalau putrinya memiliki gelagat yang aneh. Sebagai seorang Ayah, dia tahu kapan anaknya berkata jujur maupun berbohong. Kemudian dia tertawa dingin sambil menyeka ujung matanya yang tidak memproduksi air.
"Iya. Cukup sebuah buku nikah akan meyakinkan bahwa Naera Rose sudah resmi menjadi istri William Morgan dan kembali seperti sedia kala."
Naera semakin down. Kenapa ia tidak memikirkan hal ini sebelumnya. Pun, William tak mampu membelanya. Dilihatnya pelupuk gadis cantik itu yang perlahan mengembun.
"Wahai Ayah mertua! Perlukah semua itu bagimu? Apakah tidak cukup perkataan Naera kau percayai?" William masih berusaha bertahan.
"Anak muda! Kau pikir orang tua ini mudah untuk ditipu? Aku bahkan jauh lebih mengenal Naera Rose ketimbang dirimu. Lagipula, siapa wali nikah Naera? Apakah dia membuat wali palsu sementara Ayahnya masih hidup?"
Dua anak yang usianya di bawah Adam itu spontan mati kutu. Ternyata, William tak mampu menghadapi Adam yang kini tengah sakit-sakitan. Dia merasa malu atas status CEO kaya raya dan gagah yang telah dipamerkan.
"Suamiku. Barangkali mereka berdua ini adalah sepasang kekasih yang sebentar lagi akan menikah. Lalu, Williamlah yang membiayai pengobatanmu. Hanya saja mereka malu untuk mengakui itu."
Niola tidak mengerti apa yang terjadi dengan Naera dan William sebenarnya, tapi jujur saja semenjak kepergian gadis itu Niola kerap mengeluhkan pasal keuangan pada Adam. Biasanya selalu ada orang yang mereka panggil jalang untuk menanggung kebutuhan mereka. Jadi, alangkah beruntungnya apabila Naera menikah dengan William si pria konglomerat. Otomatis ekonomi Adam dan istrinya akan terdongkrak seperti dulu lagi. Karenanya, biar pun Naera sedang berbohong, maka Niola akan tetap membela putri tirinya itu supaya Naera dan William menikah sungguhan, lalu memberinya harta berlimpah.
"Kalau begitu tunjukkan padaku bahwa kalian akan benar-benar menikah. Jika tidak, aku pasti tetap meyakini bahwa Naera Rose belum berubah. Dia hanyalah seorang perempuan bayaran para lelaki hidung belang."
Hawa pedas menyelimuti sepasang mata Naera. Meski Adam tidak memberontak seperti kejadian lalu, tapi permintaannya melebihi amukannya kala itu. Bagaimana mungkin Naera dan William menikah sementara keduanya tidak saling cinta. Naera sngguh terjebak diantara ucapannya sendiri. Awalnya dia hanya berbohong dengan mengakui bahwa William adalah suaminya, tapi sekarang Adam malah meminta bukti kalau mereka benar-benar menikah.
William melepaskan napas berat. "Baiklah. Kami akan mengundang kalian di acara pernikahan kami."
"Uhuk! Uhuk!" Naera tertohok, lalu tersedak. Tenggorokannya seakan lepas dari tempat. Hanya dengan sebuah kalimat ia berhasil dibuat pusing oleh William.
Baru saja Naera hendak menyela, tapi William sudah mengambil tindakan terlebih dahulu. "Kalau begitu kami pulang dulu. Tunggu saja kabar baiknya. Semoga Anda lekas sehat, Tuan Adam."
William berbicara dengan sopan, bahkan membungkukkan setengah badannya. Dia menggiring Naera Rose keluar ruangan dengan lembut. Seakan memperlihatkan bahwa keduanya adalah sepasang kekasih yang saling menjaga. Seberes ke luar dari kamar Adam, William pun mempercepat langkahnya. Dia kembali menjadi lelaki tegas dan tak ingin berbasa-basi.
Naera mau tak mau harus meninggalkan Adam. Percuma juga jika dia berada di sana, karena lelaki itu masih bersikap dingin. Naera juga khawatir jika kebohongannya lama-lama akan tercium.
Sekarang mereka sudah ada di dalam mobil. Dan, di sanalah Naera meluapkan isi hatinya. Air mata luruh dan banjir di atas permukaan pipi. Naera merasa bahwa dunianya telah hancur.
"Hiks hiks hiks."
Naera sampai lupa untuk bersikap kuat ketika berhadapan dengan William. Semua ini karena Adam. Dia tidak yakin sang ayah menerimanya kembali sebagai putri, karena Naera yang tak mungkin menikah sungguhan dengan William.
Sebelum melanjutkan perjalanan untuk pulang ke rumah, William sengaja membiarkan wanita di sebelahnya untuk melepaskan segala emosi. William tiada henti menyaksikan air mata itu jatuh dan membasahi baju Naera. Tahu bahwa hati Naera begitu hancur, tiba-tiba saja perasaan William ikut kacau.
William tanpa sadar mengangkat sebelah tangannya dan mengusap air mata Naera. Tentu saja Naera kaget dengan perlakukan William yang mendadak lembut. Keduanya saling tatap.
"Aku tahu masalahmu begitu berat, meskipun aku belum pernah merasakan dibuang oleh Ayahku sendiri, tapi tenanglah, karena kita akan mencari solusinya bersama-sama."
Jemarinya begitu hangat bertengger di atas pipi Naera. Dia sampai tidak mengenali lelaki di hadapannya itu.
"Ide gila ini menjadi kenyataan, William. Argh! Aku menyesal telah menyetujui tawaranmu kemarin. Toh, ayahku tetap tidak mengakui aku, bahkan dia meminta bukti pernikahanku."
Setelah rela melepas kesuciannya untuk William, sekarang Naera harus kembali menghadapi kenyataan pahit, bahwa keinginannya tidak sesuai dengan realita. Siapapun yang berada di posisinya pasti akan sangat menyesal.
Tak dipungkiri bahwa William juga merasa bersalah. Sekarang bagaimana Naera dapat mencapai hidup yang bahagia seperti impiannya? Mahkotanya telah hilang dan Adam juga tidak kembali.
"Tenanglah, Naera! Aku akan membantumu untuk mencari jalan keluar."
Setelah berucap demikian, William lagi-lagi melakukan hal yang mengejutkan. Lelaki itu membungkus tubuh Naera dalam pelukannya. Ia mengusap halus puncak kepala Naera, sambil mengutarakan kalimat-kalimat penenang.
Siapa yang tak terhanyut diperlakukan sedemikian rupa. Selama ini Naera memang kerap mendapatkan sentuhan dari banyak lelaki, tapi semuanya hanya sebatas nafsu belaka. Baru Adam dan Williamlah yang memeluknya penuh kasih sayang. Naera tak mengerti kenapa William dapat merasakan kesedihannya juga.
***
BRAK!
Pria berstatus sebagai CEO di sebuah perusahaan itu terkejut dengan apa yang baru saja terjadi di ruangannya. Pintu itu didobrak keras. Tidak tahu siapa pelakunya.
Gegas William menarik kesepuluh jari tangannya dari keyboard laptop dan menoleh ke pusat pintu.
"William, Anakku! Ada sesuatu yang ingin kusampaikan."
Oh, ternyata sosok yang membuat keributan itu adalah Meera Morgan. Tumben sekali dia mengesampingkan sopan santun. Biasanya Meera akan mengetuk pintu setiap berkunjung ke ruangan putranya.
"Ibu. Ada apa?" William bangkit dan menggiring Meera untuk duduk di sofa.
Meera menarik lengan bajunya hingga sebatas siku. Tak lupa dia menyelipkan anak rambutnya yang terjuntai ke belakang telinga.
"Anakku. Asal kau tahu saja, kalau Ibumu ini kemarin bertemu dengan Liona Vinch. Dia bersama selingkuhan tidak bergunanya itu," katanya memulai pengaduan.
"Lalu?"
"Liona seakan tidak melihatku, padahal aku tahu jika dia sengaja berbuat seperti itu. Kemudian aku melabraknya dan kau tahu apa yang terjadi?"
William masih setia mendengar curhatan Ibunya dengan telinga terbuka.
"Liona malah mengatakan bahwa kaulah yang memaksa dia untuk segera dinikahi. Sebenarnya Liona tak pernah mencintaimu. Aku semakin kesal ketika dia berkata jika kau merupakan seorang CEO yang tak laku-laku. Tidak ada gadis manapun yang menginginkanmku untuk dijadikan suami."
"Oh, ya? Apakah dia sudah lupa dengan cerita yang sebenarnya?" Keterkejutan menyambangi William.
"Dia memang sengaja melakukan itu. Ibumu ini jengkel sekali, sampai aku mengatakan bahwa aku akan mengundangnya di pernikahanmu."
"Pernikahanku?" Kedua mata William membola.
"Iya. Segeralah nikahi kekasihmu Naera Rose dan tunjukkan pada si pengkhianat itu bahwa kau tidak seperti apa yang ia bicarakan di hadapan banyak orang kemarin."
Jika Naera disuruh menikah oleh Adam, maka sekarang giliran William pula yang diperintahkan untuk menikah oleh Meera Morgan. William menegakkan tubuhnya. Masih belum percaya, karena seluruh kejadian ini seakan memiliki hubungan.
***
Bersambung