Chereads / Raissa / Chapter 66 - Laporan Mencurigakan

Chapter 66 - Laporan Mencurigakan

Briptu Agus memandang layar monitor di depannya, jarinya sibuk mengetik laporan dengan kecepatan tinggi. Briptu Shinta menaruh sekaleng minuman soda dingin dibatas meja Briptu Agus. "Minum dulu, udah berasap tuh kepalamu, ngebul!!" kata Briptu Shinta. "Weeeiiitss.. Baek banget nih partnerku. Terimakasih Shin!" kata Briptu Agus. "Sama-sama.. eh brain storming yuukks.. mumet nih aku mikirin si topi biru!" kata Shinta. "Yeee, emangnya kamu doang, kepalaku ngebul berasap gini gara-gara puyeng mikirin si topi biru! setiap kali kupikir pasti dapat nih!.. eehh.. orangnya ngacir ga tau kemana, semua teori dan insting sudah dikerahkan tak ada satupun yang mempan. Belum lagi di tambah dengan kasus Raissa! sedari kemarin aku harus mengecoh beberapa orang yang mencoba membuntutiku!" keluh Briptu Agus sambil memijit kepalanya. "Nah itu dia, Raissa seperti tertimpa sial, sudah diincar buronan, sekarang nyawanya diincar calon mertua juga." kata Briptu Shinta. "Paling tidak ada Aditya yang dapat selalu melindunginya, emang enak punya kekasih taipan." kata Briptu Agus sendu. Shinta memperhatikan Briptu Agus yang tiba-tiba berubah sendu. "Sudahlah, relakanlah Raissa.. biarkanlah dia bahagia dengan Aditya." saran Briptu Shinta. "Iya Shin, aku berusaha merelakannya, tapi tetap saja rasanya sakit. Apalagi kakakku bilang dia bukan jodohku. Ya sudahlah, itu seperti vonis mati bagiku. Agustine selalu benar!" kata Briptu Agus. "Hmmm, kalo begitu tanya saja sama kakakmu siapa jodohmu sebenarnya!" usul Briptu Shinta. Briptu Agus tertawa, "Bukan begitu cara kerjanya! aku harus membawa wanita itu ke depan kakakku, ya kali aku harus membawa semua wanita agar kakakku dapat 'membaca' mereka?"

"ya siapa tahu berhasil? kamu bisa tenang dan fokus kembali menangkap penjahat." kata Briptu Shinta. Briptu Agus mengangkat bahu. "Tapi aneh rasanya, apa tidak seperti dijodohkan? kalau aku asal membawa wanita mana saja, tiba-tiba kakakku bilang dia jodohku padahal aku sama sekali belum ada rasa dengannya, apa tidak seperti dipaksakan?" kata Briptu Agus. "Hmm iya juga ya.. jadi selama ini kau selalu membawa wanita yang sudah kau sukai ke depan kakakmu? dan selama ini kakakmu itu selalu bilang tidak?" tanya Briptu Shinta takjub. Briptu Agus hanya mengangguk. "Berapa kali kau dikecewakan?" tanya Briptu Shinta kembali. Briptu Agus mengangkat enam jari tangannya. "Whaaatttt?? ya ampun.. ternyata partnerku bujang lapuk!!" seru Briptu Shinta dramatis. "Heiii bumil!!! bisa berhenti menggangguku tidak??!! nanti anakmu mirip denganku baru tahu rasa!!" umpat Briptu Agus. "amit-amit jabang bayi!" kata Briptu Shinta sambil mengetuk meja kayu didepannya. "Heeehhh!! bersyukur lohh kalo punya anak mirip aku, ganteng kayak gini!" kata Briptu Agus sewot. "Ganteng-ganteng tulalit!! kalo anakku mirip kamu bisa-bisa garis patrilinealnya diragukan!! ngerti gak sih?!?!" balas Briptu Shinta ga kalah sewot. Briptu Agus bengong sebentar lalu menepuk jidatnya. "Ya ga mungkinlah! kita kan hanya sebatas partner kerja!!" sanggah Briptu Agus. "Nah makanya, ayo kita pikirin kerjaan.. jangan mikirin Raissa terusss.."kata Briptu Shinta. "Iya bumil bawel!" kata Briptu Agus. "Oya Shin, kalau terjadi apa-apa pada diriku, aku sudah bilang pada Aditya untuk langsung menghubungimu. Tolong back up aku ya?" pinta Briptu Agus. "Tenang, tak akan terjadi apa-apa pada dirimu!" kata Briptu Shinta yakin. Tiba-tiba seorang polisi yang sedang piket di ruang pengaduan masyarakat datang. Polisi tersebut bernama Bripda Anton. "Lapor pak!" katanya ketika sampai di depan Briptu Agus. "Ya silahkan, ada apa Ton?" kata Briptu Agus. "Barusan ada wanita pemilik rumah kontrakan melaporkan bahwa kontrakannya kemungkinan adalah sarang si topi biru." kata Bripda Anton. "Oya? apa yang membuatnya curiga?" tanya Briptu Shinta langsung tertarik. "Jadi si penyewa sudah meyelesaikan masa sewanya, tetapi tidak kunjung datang. Dan kontrakannya kosong sudah lama, akhirnya si pemilik bermaksud mengosongkan rumah itu, tetapi begitu masuk ia terkejut karena rumah itu penuh dengan senjata dan ada foto-foto wanita yang sepertinya dijadikan target. Lalu ada beberapa buah jaket Hoodie hitam dan sebuah topi berwarna biru tergantung. Ibu itu cepat-cepat datang kesini untuk melapor." Kupikir Buronan itu adalah kasus kalian, jadi segera kulaporkan." kata Bripda Anton. "Wah, sangat mencurigakan, ayo kita lihat TKP!" kata Briptu Shinta, tiba-tiba alarm ponselnya berbunyi. Briptu Shinta melihat ponselnya. "Aduh aku lupa!! hari ini aku ada janji USG 4D, mana dokternya susah dapat jadwal lagi nih!" kata Briptu Shinta sambil memandang Briptu Agus dengan wajah memelas. "Sudah kau ke dokter saja, pastikan bayimu baik-baik saja. Aku akan membawa Anton bersamaku, lagipula dia yang melaporkan pada kita." Kata Briptu Agus. Dua wajah polisi didepannya berbinar gembira dengan alasan berbeda. Briptu Shinta senang karena ingin melihat bayinya dalam kandungan, sedangkan Bripda Anton senang dapat tugas lapangan, ia bosan duduk diam melayani pengaduan masyarakat. Adrenalin ya langsung meningkat sejak menerima si ibu pemilik kontrakan yang diduga sebagai sarang buronan mereka. "Aku siap!" jawab Bripda Anton semangat. "Ayolah kalau begitu, tunggu apa lagi!" kata Briptu Agus. "Terimakasih Agus, Anton! Nanti kukirim video bayiku untukmu ya Gus, siapa tau kau segera menyusul ku punya momongan!!" kata Briptu Shinta. "Yee, kawin aja belom!!" kata Briptu Agus sambil menoyor kepala Shinta lalu berjalan keluar bersama Bripda Anton. Briptu Shinta hanya tertawa lalu ia sendiri membereskan bawaannya dan segera berangkat memenuhi janji temu dengan dokter kandungannya.

Briptu Agus dan Bripda Anton melajukan mobil mereka ke alamat yang diberikan si ibu pemilik kontrakan. "Mengapa ibu kontrakan itu tidak ikut?" kata Briptu Agus. "Katanya dia meninggalkan anaknya sendirian dirumah, jadi harus segera pulang, tetapi ia menyerahkan kunci rumah kontrakannya padaku." kata Bripda Anton sambil menunjukan kuncinya pada Briptu Agus. Briptu Agus mengerutkan kening, karena alamat yang di tuju sebenarnya agak sepi dan terpencil, biasanya si pemilik rumah akan semangat memandu polisi jika ada kasus seperti ini. Perasaan Briptu Agus mulai tidak enak. "Seperti apa penampilan ibu ini?" tanyanya. "Wanita paruh baya, lusuh, seperti habis beres-beres rumah, masih pakai daster batik dengan banyak noda masakan. Ada tompel di pipi kanannya. Namanya Marsita kalau lihat di KTPnya. Statusnya janda." kata Bripda Anton. Briptu Agus mengerutkan kening kembali, ada yang tidak beres tapi dia tidak tahu apa. "Baiklah, aku peringatkan kau agar ekstra hati-hati, apapun yang kita hadapi nanti, berhati-hati dalam hal apapun! Dan buka mata lebar-lebar!" kata Briptu Agus yang masih merasakan adanya keganjilan.

Dewi memperhatikan dari jauh mobil polisi yang lewat sambil membawa Briptu Agus dan Bripda Anton didalamnya. Ia tertawa senang. Polisi-polisi tersebut masuk jebakannya. Dewi berjalan ke pom bensin yang jaraknya sekitar 200 meter dari kantor polisi. Ia menuju toilet umum wanita. Disana ia segera melepaskan dan menghapus segala riasan mukanya. Lalu ia memasukan baju yang dipakai kedalam sebuah Tote bag yang disembunyikannya di toilet tersebut, sekaligus mengeluarkan pakaian dan sepatu yang ia pakai sehari-hari. Setelah selesai ia memasukan Tote bag tersebut ke dalam bagasi mobil yang sudah diparkirnya di depan toilet pom bensin tersebut dan Dewi pun mengemudikan mobilnya menuju apartemen Arganta di Jagakarsa dengan hati riang dan pikiran yang sibuk merencanakan strategi selanjutnya setelah berhasil menyingkirkan polisi yang bersekutu dengan Aditya.

Sementara itu Raissa sedang dalam perjalanan untuk memenuhi janji temunya dengan kakak kembar Briptu Agus yaitu dokter Agustine. Tentu saja Raissa tidak pergi sendirian, ia bersama dengan Soni dan Marco. Aditya sedang banyak urusan bisnis sehingga tidak dapat menemani Raissa, tetapi Raissa tidak terlalu ambil pusing, ia mengerti kesibukan Aditya. Lagipula nanti Aditya tidak dapat masuk bersamanya dalam mengikuti proses terapi. Raissa juga bukan invalid yang harus ditemani setiap waktu. Sebenarnya kalau boleh pun Raissa hanya ingin berangkat sendiri tanpa ditemani oleh para bodyguardnya, tentu saja keinginannya tersebut ditolak mentah-mentah. "Jalanan aman, RS juga sudah aman, dr. Agustine sudah menunggu di ruangannya. Nona adalah pasien pertama. " kata Soni. "Wah syukurlah, sehari saja kek tenang!" kata Raissa. Soni mengangkat bahu, Marco tetap diam sambil mengemudikan mobil dengan cepat dan hati-hati. Mereka sampai tak berapa lama kemudian. Raissa langsung dibawa masuk melewati jalur yang paling aman menurut para bodyguardnya. Soni tetap berada disampingnya kecuali saat terapi nanti, dia akan menunggu di luar pintu. Sedangkan Marco akan selalu berpatroli mengelilingi RS. Raissa memasuki ruangan Agustine setelah Soni melakukan sweeping terakhir pada ruangan tersebut. "Selamat pagi Agustine, maaf mereka merepotkan lagi." kata Raissa. "Ah jangan Khawatir Sa! Biasa itu, mereka hanya menjalankan protokol pekerjaan mereka. Silahkan duduklah.. jadi bagaimana perkembangan setelah sesi terakhir kita?" tanya Agustine. Raissa langsung menjabarkan perasaannya sejak terkahir kali mereka bertemu. "Entahlah, sepertinya tidak ada kemajuan, apalagi dengan adanya ancaman dari ibu Dewi dan Paman Arganta, sepertinya membuatku tidak ada kemajuan." kata Raissa. "Kamu stress, dengar, kamu memang harus berhati-hati, nyawamu, keluargamu, teman-temanmu apalagi kekasihmu, tentu sangat penting. Tetapi bukan berarti kita harus terus menerus hidup dalam ketakutan. Kamu itu perempuan kuat Sa, bener deh!! perempuan lain mungkin sudah menangis meraung-raung atau sudah menyerah dari dulu tapi kamu tidak! Tetap nikmati hidupmu. Nikmati cinta yang kau temukan bersama Aditya. Nikmati indahnya persahabatan dengan teman-temanmu, nikmati masa muda mu, nikmati kariermu. Lupakan sejenak adanya body guard yang selalu mengekormu kemanapun." kata Agustine. Raissa tertawa kecil. "Rasanya lelah, tapi aku tidak tega menyerah melihat gigihnya Aditya berjuang, keras kepalanya Alex mempertahankan Asya, Mamah Papah yang selalu mendukungku, Peni dan Liza yang selalu berusaha menghiburku. Aku tidak bisa menyerah demi mereka. Aku harus kuat, tapi rasanya penat sekali! Normal tidak sih ini?" tanya Raissa. Agustine mendengar sambil terus mencoret-coret catatannya. "Mimpi si topi biru masih terus menghantui?" tanya Agustine. "Makin Parah, bahkan sekarang matanya ikut bersinar kebiruan! Aku jadi sering bermimpi buruk sekarang. Kadang aku jadi malas tidur." jawab Raissa. "Wah jangan Sa, kamu perlu dalam kondisi puncak untuk mengalahkan depresimu, jangan sampai kurang istirahat. Aku akan meresepkan obat agar kamu bisa tidur tanpa mimpi. Ini masuk dalam golongan obat penenang jadi sebaiknya jangan dibiasakan, aku hanya meresepkan 5 tablet, gunakan bila benar-benar perlu saja, refreshing dulu sebelum tidur, nonton yang lucu-lucu. Jangan bawa masalah ke tempat tidur. Rileks kan badan dan pikiran. Kalau masih tidak bisa baru minum obatnya. Lalu kalau kau.." Raissa sedang menyimak penjelasan Agustine ketika tiba-tiba dokter itu terdiam, matanya menerawang ke atas, bila matanya bergerak ke kanan dan ke kiri. "Ehhmm.. Agustine? Haloo?.." kata Raissa sambil melambaikan tangan di depan wajah Agustine, tetapi dokter tersebut seperti tidak melihatnya. Raissa menjentik-jentikkan jarinya, tetapi tidak ada tanggapan. Tiba-tiba.. " Tidakkkkk!! Aaahhhhh!!!!" teriak Agustine sambil memegang kepalanya dan memejamkan matanya bergelung di kursi menangis dan menjerit. "Agustine! Agustine!! ada apa?Agustine!! SONI!!!" Raissa memeluk Agustine sambil memanggil bodyguardnya. Soni langsung mendobrak masuk dengan senjata teracung siap ditembakkan. "Ada Apa?!?!" tanya Sini sambil melihat ke sekeliling tetapi kondisi aman kecuali Agustine yang histeris. "Aku juga tidak tahu.. tiba-tiba dia histeris begini. Tolong aku membaringkan dia di sofa panjang!" kata Raissa. Keduanya pun berusaha memapah Agustine yang tetap bergelung dan memegangi kepalanya sambil menangis. "Agustine.. Agustine!!" seru Raissa sambil menepuk-nepuk pipi Agustine supaya sadar. Pupil mata Agustine bereaksi, lalu matanya mulai fokus pada Raissa. "Agus.. Agus.. hiks.. hiks..Aguss!!!!" tangis Agustine pecah kembali. "Ada apa dengan Briptu Agus?" tanya Raissa. "Aku harus mencarinya!! terjadi sesuatu padanya!! Aku merasakannya sedang meregang nyawa, waktunya tidak akan lama lagi!!" kata Agustine. "Aku berusaha menelepon Briptu Agus!" kata Soni, beberapa detik kemudian " Nomor tidak aktif atau diluar jangkauan." kata Soni. "Coba Briptu Shinta!" seru Raissa. Soni mencari kontaknya dan untungnya ketemu. Ia langsung mengontak Briptu Shinta. Beberapa Kali deringan tetapi tidak ada yang menjawab. Agustine semakin kalut. Soni mencoba kembali. "Ya..ya.. maaf saya baru selesai USG, ada apa ya?" jawab Briptu Shinta begitu tersambung. Agustine langsung merebut ponsel Soni. "Dimana Agus? Kalian tidak bersama? Cari Agus sekarang!!! ia sedang meregang nyawa!! cepatlah sebelum semuanya terlambat!! cepat Shinta!!!"