Sepanjang tugas jaga malam, baik Raissa maupun Mona tidak ada yang bisa curi-curi waktu tidur. Pasien tidak henti-hentinya datang walaupun datangnya sopan alias satu-satu dan tidak membuat keduanya kewalahan. "Hooaaahhhhmmmm!!! Aku juga mau dong dokter jaga malam ditambah satu. Kalian enak bisa gantian nantinya.. sekarang karena Mona sedang belajar saja dari Raissa jadi selalu ikut kemanapun Raissa pergi." kata dr. Dennis iri melihat kedua perawat itu. "Sirik aja nih dokter!" kata Raissa bercanda. "Dokter capek ya?" ujar Mona yang terlihat lebih bersimpati. "Iya Mon, tuh Sa.. kayak Mona dong.. simpatik!" kata dr. Dennis. "Iisshh Mona, jangan mau dikadalin dr. Dennis. Dia ini bawaannya panas loh! Pokoknya kalau jaga bareng dr. Dennis, siapkan stamina! Dijamin tidak ada istirahat!!" kata Raissa. "Heh, jangan nakutin anak baru!" kata dr. Dennis. Raissa tidak bertobat, malah makin menjadi, "Tanya deh senior-senior yang lain, kalau dapat dengan dr. Dennis pasti minta tukar. Karena dulu aku yang paling junior ya mau tidak mau aku yang paling sering kena giliran jaga dengan dr. Dennis." kata Raissa. "Ooh jadi gitu .. pantesan aku jaganya bareng kamu melulu ya Sa, gitu yaaa.. bukannya kalian senang jaga sama aku, banyak bonusnya karena banyak pasien?" tanya dr. Dennis meledek. "Hmmm, iya juga sih dok.. jadi Mon, setiap pasien yang datang pada malam hari, kita juga kebagian jatah sebesar 5.000 rupiah per pasien, tentu saja diambil dari fee dokter yang 100.000 per pasien. Dulu waktu yang jaga hanya. satu orang perawat dapatnya 10.000 tapi karena sudah dua orang ya jadi 5000. lumayan kan kalau sebulan kita beberapa kali jaga malam, kalau kena sama dr. Dennis terus bisa makan-makan di restoran mahal abis gajian." kata Raissa. "Ohh.. begitu kak.. wah kalau begitu, aku rela jaga dengan dr. Dennis terus. Lumayan nambah-nambah penghasilan." kata Mona. "Dasar kalian.. kalau udah soal duit langsung ijo semua matanya!" kata dr. Dennis sebal. Raissa hanya tertawa. "Pagiiii.. apa kabar kalian? banyak pasien tidak?" sapa kak Mira memasuki UGD. Ternyata sudah pukul 6.30, sebentar lagi tugas mereka akan berakhir. "Kak Mira, kapan aku jaga tidak ada pasien?" kata dr. Dennis. "Oh iya hahaha.. gimana Mona, tidak kapok kan jaga dengan dr. Dennis.. waahh penuh amat log book ini, semalam 12 orang pasien? kalian pasti lelah ya?" kata Kak Mira sambil membolak-balik buku catatan pasien masuk. Walaupun sudah tercatat di komputer, kak Mira meminta untuk semua perawat mencatat di Buku sebagai data pendukung. "Tidak kak, saya mau terus-terusan jaga dengan dr. Dennis. Bisa kaya mendadak." celetuk Mona. "Benar ya Mon, kucatat looh.. senior-senior kamu banyak yang ga mau dipasangin sama dr. Dennis soalnya. Selama ini cuma Raissa yang mau." kata Kak Mira. "Beneran kak, sumpah, butuh uang nih heheheh.."kata Mona. Kak Mira kesenangan, dr. Dennis juga ikut senang karena akhirnya ada perawat yang rela jaga dengannya tanpa mengeluh. "Kita ke kasir yuk Mon, biar kita laporkan pendapatan kita semalam."Kata Raissa. Sambil mengambil buku kasir dan menghitung kembali uang yang ada didalamnya. Lalu Raissa menghitung kembali, lalu mengecek laci tempat penyimpanan uang, mengecek lantai, lalu menghitung kembali. "Kenapa Sa, Ada yang kurang?" Tanya dr. Dennis. "Iya, kurang 100.000" kata Raissa. "Coba di cek lagi, itu uang baru semua, masih lengket kali." kata Kak Mira. "Kalau ada yang hilang gimana kak?" kata Mona. "Ya kita yang ganti, karena cuma kita yang pegang uang semalam. setengah-setengah."kata Raissa sambil sibuk menghitung ulang. "Coba kucari dibawah meja kak, mungkin terjatuh semalam."kata Mona. Lalu Mona menunduk dan memeriksa bawah meja. "Nah ini dia!! jatuh kak dibawah meja!" kata Mona sambil memberikan selembar uang seratus ribuan yang berdebu. Raissa mengerutkan kening karena sepertinya tadi sudah memeriksa area dibawah meja dan tidak menemukan apa-apa, mungkin ia kurang teliti tadi. "Syukurlah, tidak jadi nombok kita!" kata Raissa lalu keduanya beranjak ke kasir untuk melaporkan pendapatan semalam. Setelah selesai urusan kasir mereka mengganti seragam mereka dan bersiap-siap pulang. "Selamat istirahat kalian!!" kata Kak Mira pada Raissa, Mona dan dr. Dennis yang sudah mulai merah matanya karena mengantuk. Raissa langsung memanggil ojek online untuk pulang ke rumah. Ia ingin segera tidur agar dapat tampil segar nanti malam. Tidak seru kencan pertama dengan mata panda dan berkantong kan?
Sesampainya di rumah, Dilihatnya Asya sedang masak, Peni sedang bersiap-siap hendak berangkat ke RS menjenguk Liza lalu pergi bekerja dengan tugas jaga siangnya. Sedangkan Asya lebih santai karena hari ini ia akan jaga malam. "Sampai ketemu nanti malam ya Sa!" kata Peni. "Eh aku mungkin pulang malam Pen. ehmm.. kencan dengan pak Aditya hari ini." kata Raissa. "Oh iya Liza cerita pak Aditya mengajakmu kencan. Malam ini Sa? Sukses yaaa.. pantas Briptu Agus tidak punya kesempatan hahaha.." kata Peni lalu pamit berangkat. "Jadi bagaiman nanti malam, jam berapa dijemput? Pak Aditya yang jemput?" tanya Asya. Raissa bengong, kenapa tidak terpikirkan pertanyaan itu sebelumnya ya? " Nah, aku belum tahu Sya, aku tidak bertanya hahaha, kutanyakan dulu ya?" kata Raissa lalu segera mengetik pesan untuk Aditya. Sedangkan Asya hanya menggelengkan kepala takjub, "Gimana sih, masa mau kencan tidak tahu dijemput jam berapa, dimana ketemunya, kapan acaranya?" kata Asya sambil menepuk dahinya. Raissa hanya tertawa. Karena Aditya belum menjawab, Raissa memutuskan untuk mandi dulu lalu sarapan bersama Asya. Sesudah sarapan, telepon Raissa berbunyi. "Wah...Pak Aditya menelepon Sya!" kata Raissa sambil memandangi teleponnya. "Ya diangkat dong, kok diliatin doang?" kata Asya. Raissa menekan tombol hijau, "Halo, selamat pagi pak." kata Raissa. "Pagi Sa? sudah di rumah?"tanya Aditya. "Sudah pak, sudah mandi, sudah makan, tinggal tidur, semalam pasiennya buanyakkk.." kata Raissa. "Kasihan, lelah dong sekarang. Nanti malam tetap jadi atau bagaimana?" tanya Aditya. "Jadi dong, saya tinggal tidur saja tanpa gangguan, sore nanti pasti sudah segar kembali. Tidak lelah kok." kata Raissa. "Baguslah kalau begitu, kalau begitu sesuai rencana semula ya,.. Nanti kau akan dijemput pukul 6.30, siap-siap ya. Untuk tujuannya masih tetap rahasia!" kata Aditya. "Siaap boss, semoga bisa tidur karena sekarang saya penasaran." kata Raissa. "Sudah,.. percaya saja tempatnya pasti akan kau sukai. Hmmm..Raissa?" tanya Aditya. "Ya Pak?" jawab Raissa. "Kamu tersinggung tidak kalau yang jemput adalah sopir saya?" tanya Aditya. "eh, tidak pak! Bapak sibuk ya? Bapak yakin punya waktu keluar dengan saya malam ini? jangan gara-gara saya jadi berantakan jadwal bapak loh!" kata Raissa tidak enak hati. "Sibuk sih tiap hari, tapi tetap ada waktu untukmu, lagipula sudah disiapkan dari jauh hari. Akan ada banyak pihak yang kecewa kalau dibatalkan." kata Aditya. "Oh ya? memangnya bapak menyiapkan apa sih?" tanya Raissa makin penasaran. "Ada laahh.. lihat saja nanti!"kata Aditya sambil tersenyum mendengar Raissa yang semakin penasaran. "Yaah bapak nih!" seru Raissa kecewa. "Raissa, maaf aku meminta ini darimu, tapi bisakah kau rahasiakan dulu mengenai kencan kita malam ini? Hubungan antara karyawan ini agak sensitif, apalagi dengan posisi kita. Kamu mengerti kan?" tanya Aditya. "Mengerti pak!" jawab Raissa cepat. Dalam hati sebenarnya agak sedih, tetapi otak Raissa mengerti apa yang terjadi kalau kencan mereka terdengar oleh karyawan lain. Mending kalau hubungan mereka berjalan lancar, kalau tidak kan pasti ia sendiri yang akan malu dan jadi bulan-bulanan karyawan lain. "Aku minta maaf Sa, bukan maksudku untuk merahasiakan kita, aku hanya ingin berhati-hati..." perkataan Aditya langsung dipotong Raissa, "Saya mengerti pak, demi kebaikan kita bersama, untuk saat ini sebaiknya dirahasiakan dulu."
"Terimakasih atas pengertianmu Raissa."kata Aditya yang sebenarnya ingin merahasiakan Raissa dari keluarga besar Bhagaskara demi keselamatan Raissa sendiri. "Tidak masalah pak, jadi nanti sore pukul 6.30 ya.. saya akan siap." kata Raissa. "Good, saya harus rapat, kita bertemu nanti sore ya, istirahatlah, tidur nyenyak dan mimpikan aku." kata Aditya. "Hahahaha, kalau mimpinya mau diatur ya pak, biasanya kalau sedang lelah begini saya tidak mimpi apa-apa. Tapi terimakasih doanya." kata Raissa. "Heemm, susah ya ngegombalin paramedis. Baiklah, pikirkan saya saja kalau begitu, siapa tahu terbawa mimpi. Sampai nanti sore Sa!"kata Aditya lalu menutup sambungan telepon mereka. "Yah, ngambek.." kata Raissa sambil menatap ponselnya. "Ada apa Sa?" tanya Asya. "Tidak apa-apa, sepertinya dia sibuk hendak rapat. Oya Sya, bisa tolong rahasiakan kencanku dengan Pak Aditya ini dari siapapun? pak Aditya memintaku untuk merahasiakannya." kata Raissa. "Tidak diminta juga sudah kurahasiakan. Yang tahu hanya Alex dan Peni saja, dan Liza. Alex dan Peni sudah pasti akan menjaga mulut mereka. Lizaa... entahlah, gadis itu sedang cemburu." kata Asya. "Hmmm, aku akan meminta Peni untuk memohon Liza merahasiakan ini." kata Raissa lalu segera mengetik pesan untuk Peni. Tidak berapa lama kemudian Peni membalas. "Kata Peni, Liza juga akan merahasiakannya, katanya Karena Liza tidak mau ikut campur, jadi dia tidak akan bilang siapa-siapa. Bagaimana menurutmu Sya?" tanya Raissa. "Sejauh ini Liza dapat diandalkan. Semoga masih bisa diandalkan." ujar Asya. "Baiklah, aku mau tidur dulu Sya, malam yang berat bersama dr. Dennis dan Mona. Pasien sampai 12, walaupun sopan sih datangnya. Sudah ah.. tidur dulu yaa.." kata Raissa lalu masuk ke kamar dan tidur. Asya hanya tersenyum saja, dia juga termasuk orang yang menghindari jaga dengan dr. Dennis sebisa mungkin. Uang bisa dicari, kesehatan belum tentu. Asya melanjutkan membereskan rumah dengan suara seminim mungkin agar tidak menganggu tidur Raissa.
Pukul 11.30, Asya baru saja selesai memasak makan siang dan menghidangkannya di meja, Raissa masih tertidur, mungkin dia baru akan bangun sekitar tiga atau empat jam lagi, setidaknya kalau bangun makanan sudah tersedia. Terdengar suara ketukan yang mantap dari pintu depan. Asya segera membukakan pintu sebelum ketukan itu membangunkan Raissa. Briptu Agus berdiri di depan pintu, tampak gagah dengan seragamnya. "Oh selamat siang, nona Asya, saya pikir Dek Raissa yang akan membukakan pintu. Apa Dek Raissa ada?" tanya Briptu Agus. Asya tersenyum, "Selamat siang Briptu Agus, sayang sekali Raissa sedang tidur pulas saat ini. Kecapekan karena semalam banyak pasien." kata Asya. "Oh ternyata benar yang dikatakan Dek Raissa, saya pikir dia sengaja bilang akan tidur untuk menghindari saya saja." kata Briptu Agus sambil berusaha melihat ke dalam. "Tidak, Raissa tidak seperti itu, saat ini ia sedang nyenyak-nyenyaknya tidur. Bahkan tidak terbangun mendengar ketukan pintu." kata Asya. "Ahh.. baiklah, kalau begitu saya pamit, tolong sampaikan salam untuk Dek Raissa dari Abang. Terimakasih Nona Asya. Permisi." kata Briptu Agus lalu pergi. Asya hanya tertawa kecil lalu menutup pintu. Sengaja Asya mengintip ke kamar untuk melihat apakah Raissa terbangun, ternyata sosok pujaan hati Briptu Agus itu tertidur lelap bagai putri tidur tidak menyadari kedatangannya si pak Polisi. Raissa biasanya Gapang terbangun, karena sudah terlatih sejak dulu, tetapi hari ini benar-benar melelahkan untuknya. Asya dapat mendengar dari deru nafasnya yang dalam bahwa Raissa sedang dalam fase tidur nyenyak tanpa mimpi. "Baguslah, biar energinya terisi kembali dan segar nanti malam." pikir Asya.
Benar saja dugaan Asya, Raissa terbangun pukul 3.30 sore dengan keadaan lapar. "Itu Sa, habiskan saja yang di meja." kata Asya. "Wah asyiikk, terimakasih Sya. Aku habiskan semuanya, soalnya nanti malam aku tidak tahu akan makan jam berapa." kata Raissa dengan gembira. Asya yang sudah biasa melihat kebiasaan makan Raissa cuma bisa geleng-geleng kepala lalu meneruskan percakapannya dengan Alex di ponsel. Selesai makan Raissa kembali masuk ke kamar, kali ini melihat koleksi pakaiannya yang tidak seberapa. "Celana dan Jaket? Denim atau celana panjang bahan biasa ya? tapi katanya non formal, denim aja kali yaa.. biru atau hitam ya Jeansnya? hmm. jaketnya denim juga atau cardigan ya?hmm.. sebaiknya lihat perkiraan cuaca dulu." gumam Raissa sendirian sambil mematut-matut kan diri di cermin. "Hmmm.. ini keren kayaknya.. syaaa.. bagaimana menurutmu? Jeans biru, kemben putih, cardingan warna lavender, sepatu Keds putih?" tanya Raissa sambil menunjukan perpaduan bajunya kepada Asya. "Mantap, dijamin klepek-klepek bapake!" kata Asya. Raissa tersenyum. lalau masuk kembali ke dalam kamar untuk mempersiapkan tas dan bawaannya. "Jadi tempatnya informal?" tanya Asya. "Iya katanya sih begitu, aku diminta berpakaian kasual saja. Walaupun sampai sekarang tidak diberitahu tempatnya. Sekarang masih jam 5, aku di jemput jam 6.30.." kata Raissa sambil berpikir. "Sudah mandi sama, keramas, trus catok rambut atau di blow juga oke.. biar tambah cantik.. rias wajah tipis tipis saja.. jangan meniru. " saran Asya. "Baiklah aku mandi duluan kalau begitu, sebentar lagi kau juga harus berangkat kan? Oya, kok tidak ke Liza hari ini?" tanya Raissa. "Sudah full hari ini, ada kak Mira, Bram.. ngomong-ngomong cuma Bram satu-satunya lelaki selain ayah dan adik-adik Liza yang dapat masuk tanpa mendapatkan reaksi buruk dari Liza. Mungkin karena Bram ikut bersamamu menolongnya di hari naas itu." kata Asya. "Hmm iya juga!" kata Raissa sambil dalam hati menyemangati Bram meluluhkan hati Liza. Raissa segera melakukan saran Asya. Ternyata persiapan kencan ribet juga. Dulu waktu SMA dan kuliah, kalau kencan ia tak pernah repot dan jarang memakai riasan. Mungkin karena masih sekolah juga, jadi selalu tampil polos apa adanya. Sekarang ia merasa lebih dewasa dan ingin menyenangkan Aditya dengan penampilannya. Asya sudah selesai bersiap untuk bekerja, Raissa belum selesai, dua kali ia merubah gaya rambutnya, di gerai takut tempatnya berangin, nanti rambutnya awut-awutan tak keruan. Di kuncir dua kanan kiri bawah, kok seperti gadis desa. Akhirnya Raissa memutuskan untuk mengikat rambutnya seperti ekor kuda poni saja tetapi ikatan karetnya ia sembunyi kan dengan rambut seolah olah rambutnya yang mengikat ekor kuda poninya. Setelah puas, Raissa menyemprotkan parfum kesayangannya yang dibelikan Papah sebagai oleh-oleh ketika tugas ke luar negeri tahun lalu. "Hmmm, wangi banget Sa, parfum untuk saat-saat spesial saja ya?" tanya Asya. "Iya Sya, aku hemat- hemat soalnya dibelikan Papahku. Sudah mau berangkat?" kata Raissa. "Iya, aku berangkat duluan ya, ojek online ku sudah menunggu di bawah. Sampai ketemu besok, cerita yaaa!" kata Asya sambil melambai dan cepat-cepat pergi untuk tugas jaga malamnya.
Raissa menunggu Sopir Aditya menjemput. Dalam hati bertanya apa Raissa yang tunggu dibawah atau si sopir akan naik ke atas? baru saja Raissa akan menanyakan hal itu pada Aditya, terdengar ketukan di pintu. Ketika Raissa buka pintunya terlihat seorang pria berpakaian safari hitam seperti Paspampres. "Selamat sore, dengan Mbak Raissa?" tanyanya. Raissa mengangguk. "Saya Rasyid, sopir Pak Aditya. Maaf saya lebih awal, takut kena macet." kata Pak Rasyid. "Oh tidak apa-apa, sebentar saya ambil tas dulu." kata Raissa lalu mengecek jam, ternyata masih pukul 6.15 sore, untungnya ia sudah siap dari jam 6 tadi. Setelah mengambil tas, Raissa mengunci pintu dan mengikuti pak Rasyid turun ke bawah. Raissa diantar dengan menggunakan sebuah mobil SUV merah, BMW X4M competition yang enak dan nyaman untuk dikendarai. "Pak Aditya senang warna merah ya pak, sejauh ini yang saya lihat semua mobilnya warna merah." tanya Raissa. "Oh mbaknya belum lihat semua kalau gitu. Bapak sebenarnya suka hitam, hanya dua yang merah, Ferarri dan BMW ini yang lain hitam soalnya, ada beberapa yang warna silver juga." kata Pak Rasyid. Memangnya ada berapa mobil Aditya? pikir Raissa tapi tidak berani menanyakan pada Pak Rasyid. "Oh begitu, lalu kita sekarang kemana pak?" tanya Raissa berharap dapat petunjuk dari pak Rasyid. Pak Rasyid hanya tersenyum. "Kata Pak Aditya Rahasia, mbak Raissa tenang saja, nanti sampai kok. sekarang memang sedang agak macet." kata Pak Rasyid. Raissa hanya mengangguk kesal, Ternyata Aditya pintar juga. Setengah jam kemudian mereka memasuki kawasan jalan jenderal Sudirman. Dan mobil melaju ke sebuah gedung tinggi. Raissa belum pernah kesini. "ini gedung menara Bhagaskara pak?" tanya Raissa. "Bukan mbak, menara Bhagaskara ada diujung lain jalan ini. Nah, itu dia pak Aditya sudah menunggu di lobby."kata Pak Rasyid yang memberhentikan mobilnya tepat didepan Aditya yang sudah menunggu. Aditya membukakan pintu. "Selamat malam Raissa. kamu cantik sekali malam ini."kata Aditya sambil menolong Raissa keluar dari mobil. Raissa tersipu, baru pertama kali diperlakukan seperti ini. "Terimakasih, Bapak juga ganteng, baru sekarang aku lihat bapak berpenampilan serileks ini."Puji Raissa sambil memperhatikan pakaian yang dipakai Aditya malam ini, kemeja denim biru pudar, celana jeans hitam dan sepatu tenis putih. "Ya, tempat yang kita tuju tetap fine dining, hanya saja atmosfernya santai. Ayo ikut aku." kata Aditya lalu mengambil tangan Raissa dan menggenggamnya. Raissa berusaha menutupi keterkejutannya dan berjalan disamping Aditya sambil melihat keadaan disekitar berusaha tidak melihat tangannya yang berada dalam genggaman Aditya. Mereka berjalan hingga ke belakang gedung, ternyata belakang gedung ini ada sebuah taman yang menghubungkan dengan beberapa gedung lainnya, dan di tengah taman tersebut ada crane yang tinggi yang menahan sebuah restoran di udara?
"Ennggg.. kita akan makan diatas sana?"tanya Raissa. "Ya, bagaimana kamu suka? tidak takut ketinggian kan?" tanya Aditya. "Suka sekali! tapi naiknya bagaimana ya?" tanya Raissa. "Setiap orang punya waktu satu jam diatas sana, 15 menit lagi mereka yang diatas akan turun dan kita akan naik, dengan kecepatanmu makan kurasa waktu sejam terlalu lama untukmu diatas sana. Tapi kalau sudah selesai kita bisa menikmati pemandangan sih.." kata Aditya. "Kecepatanku makan? pasti kau sudah minta petunjuk dari Asya ya?" selidik Raissa. "Tentu saja, sebelum melakukan segala sesuatu harus didahului dengan riset supaya apapun yang kita lakukan akan berhasil. Lihat buktinya sekarang, kau senang kan?" kata Aditya. "Pintarrr!!" kata Raissa mengacungkan jempol. Aditya hanya tersenyum, "Ayo, kita ke ruang tunggu, mereka menyediakan minuman buat kita yang menunggu." kata Aditya sambil menaruh tangan Raissa ke lengannya, dan sambil mengamit lengan Raissa berjalan kearah ruang tunggu. Raissa hanya bisa mengikuti dan berusaha tidak salah tingkah. Sesampainya di dalam Raissa heran karena banyak anak-anak berumur kira-kira 10-12 tahun hilir mudik di ruangan itu. "Pak, ini wahananya khusus buat anak-anak ya?" tanya Raissa bingung. "Wahana? kamu pikir ini Dufan?" kata Aditya sambil setengah tertawa. "Habis kok yang makan disini anak-anak semua?" tanya Raissa. "Bukaaan, mereka ini adalah anak-anak asuh pilihanku yang berprestasi, sebagai hadiah atas prestasi mereka, mereka bisa ikut makan malam denganku di sky dining ini. Sebelum kamu marah dan tanya mengapa kita tidak makan berdua saja, lihat ke atas.. kalau mau naik kebatas tentu saja harus seimbang alias semua kursi harus ada uang menduduki. Daripada dibiarkan kusewa semua dan kita hanya makan berdua dengan pemberat, lebih baik berbagi dengan mereka kan?" kata Aditya. "Hmmmm.." respon Raissa sambil mengetukkan telunjuknya ke bibir. "saya tidak marah ataupun keberatan, bagus dan mulia sekali perbuatan bapak, tetapi saya rasa masih ada udang di balik batu nih?" tebak Raissa. Aditya menoleh, "ketahuan ya? baiklah sebenarnya aku memilih mereka supaya tidak dicurigai orang lain, karyawan dan keluarga besar. bersembunyi di tengah keramaian. Hebat kan!?" kata Aditya. "Tuh kan sudah kuduga! lalu yang diatas masih anak-anak asuh bapak juga?" tanya Raissa. "Ya, tapi dengan ibu panti asuhan, jadi yang rangking satu bisa makan bersamaku, yang rangking dua makan bersama ibu panti mereka." kata Aditya. "Hadiahnya cuma itu? wah kalau saya sih bakalan kecewa pak."kata Raissa. "Hahaha, untungnya mereka bukan kamu!" kata Aditya. "Iihh Bapak ini, serius dong?"kata Raissa sebal. "Hahaha, oke hadiahnya ada tabungan juga kok. Kamu tahu tidak, tidak baik loh kalau amal bilang-bilang orang lain." kata Aditya. "Lah, kan kalau bapak bukan mau pamer, tapi ingin menarik hati saya kan? Padahal bisa saja bapak sewa pemberat, harganya lebih murah daripada bayarin anak-anak panti asuhan." kata Raissa. "Kamu ini pikirannya praktis sekali.. jadinya usahaku ini tidak membuatku terkesan sama sekali?"gerutu Aditya. "Terkesan sekali." kata Raissa sambil tersenyum. "Aku tak akan pernah bisa mengerti wanita!" kata Aditya menepuk dahinya. "Sudah jangan stress memikirkan kami, kami baik-baik saja, yuk cari minuman.. haus." kata Raissa. "Seharusnya aku yang menawarimu minuman." kata Aditya. "Oh gitu, tapi saya haus duluan pak.." kata Raissa manja sambil memijat tenggorokannya. "Baiklah.. ayo, 10 menit lagi yang diatas turun. Minimal kamu bisa menikmati welcome drink dulu disini. "kata Aditya lalu menggandeng Raissa ke counter minuman.