Raissa masuk ke rumah dengan perlahan, supaya tidak membangunkan Asya dan Peni. Ia berjingkat-jingkat masuk ke kamar tanpa menyalakan lampu, untungnya pintu kamar mereka tidak berderit saat dibuka. Asya tidak ada di tempat tidurnya, Raissa menepuk jidatnya, tentu saja, Raissa lupa kalau Asya sedang jaga malam di klinik. Padahal Raissa sudah gatal ingin minta saran dari Asya. terpaksa harus menunggu sampai besok. Raissa bersyukur besok jadwalnya siang bersama Peni, berarti Raissa bisa menceritakan kepada keduanya sekaligus tanpa harus mengulang-ulang kisah malam ini. Raissa mengambil baju ganti lalu dengan perlahan dan berusaha tidak membuat keributan masuk ke kamar mandi dan mandi. Walaupun sebelum kencan tadi dirinya sudah mandi tetapi Raissa tidak bisa tidur kalau ada sedikitpun keringat menempel di tubuhnya, apalagi tadi berada di tempat terbuka. Sesudah mandi Raissa kembali ke kamarnya dan mencoba tidur. Ternyata tidak semudah itu, dirinya masih terngiang-ngiang tawaran Aditya. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke ponselnya. "Sudah tidur?" bunyi pesan Aditya. "belum bisa tidur" balas Raissa. Kali ini telepon bergetar kembali tetapi bukan menandakan pesan masuk, melainkan panggilan telepon, tentu saja dari nomor Aditya. "Halo?" jawab Raissa. "malam Sa, kenapa tidak bisa tidur?" tanya Aditya. "Hmmm.. kasih tau gak ya?" balas Raissa sambil berbisik. Aditya terkekeh, "Kenapa kamu bisik-bisik Sa?" tanya Aditya. "Menurut bapak? ini jam 11 malam, nanti Peni bangun, Lagipula dinding rusun ini tipis.. tetangga mendengkur disebelah saja kedengaran!" bisik Raissa. "Oya, jadi selama ini kamu tidak bisa tidur karena berisik?" tanya Aditya. "Tidak juga, biasanya saya bisa tidur nyenyak di tengah keramaian kok. Kalau lagi ada yang dipikirkan saja baru tidak bisa tidur. Lalu bapak sendiri bagaimana? Mengapa belum tidur ?" Raissa balik bertanya. "Masih ada beberapa pekerjaan yang harus dibereskan." jawab Aditya singkat. "Semalam ini? memangnya biasanya bapak tidur jam berapa?" tanya Raissa. " Antara jam 12 atau jam 1." jawab Aditya. "Wah gara-gara acara kita tadi bapak jadi tidur malam ya?" tanya Raissa merasa bersalah. " Tidak juga, memang biasanya juga ada acara kan, undangan makan malam bisnis atau rapat lainnya. Tidak apa-apa jangan khawatir, memang tidak sehat, tetapi sudah biasa." kata Aditya sambil tertawa kecil. "Pantas kena penyakit maag, stress sih! kerja terus!" goda Raissa. "Kalau aku tidak bekerja nanti aku gaji kalian pakai apa? daun?" tanya Aditya. "Ya pakai uang dong pak..masak daun?" jawab Raissa. Aditya kembali terkekeh, " Ya deh, memang tidak bisa menang ngomong sama kamu. Jadi.. sekarang sudah mau tidur belum?" tanya Aditya. "Belum pak, habis bapak telepon sih, masak saya tinggal tidur?" kata Raissa sambil tersenyum. "Ya tidak apa-apa, biar suara terakhir yang kamu dengar sebelum tidur adalah suaraku." kata Aditya. "Ah bapak ini bisa saja, terus suara terakhir yang bapak dengar adalah suara dengkuran saya begitu?" tanya Raissa. "Hmm boleh juga, ide yang bagus. Jadi rasanya seperti tidur sama-sama kan?" goda Aditya. "Huss.. belum halal pak, belum boleh tidur sama-sama." kata Raissa. "Minta dihalalin nih?" tanya Aditya dengan setengah bercanda. "Hahahaha, tawaran bapak yang tadi saja masih saya pikirkan, bagaimana yang lebih dari itu?" kata Raissa sambil tertawa tertahan. "Ah kamu ini, sudah tidak usah dipikirkan lagi, terima saja.. ayo sekarang panggil aku Mas.. Mas Aditya..ayo coba!" kata Aditya. "Ih maksa!! eh tau tidak pak, saya tuh sudah punya beberapa orang yang sering saya panggil mas loh .. mas warteg langganan, mas mie ayam, ..mas-mas sales parfum di mall.."kata Raissa. "Tapi kan bukan Mas Aditya.."kata Aditya. "Ah ada kok, namanya bapak kan pasaran." kilah Raissa. "Somboongg.. namamu bukannya pasaran juga?" kata Aditya. "Tapi kan aku tidak minta dipanggil mas?" kata Raissa. "Sudah diam!!" kata Aditya. Raissa kaget sampai tidak bisa berkata-kata dalam hati bertanya-tanya apa maksudnya, apa dia salah bicara? "Diam saja kamu di hati aku, jangan cari yang lain." lanjut Aditya kalem. Raissa tersedak hingga terbatuk-batuk. Ia memutar otak untuk membalas Aditya.
BRAAAAKKKKK!!!!!
"apa itu?" seru Raissa sambil berlari keluar kamar dengan ponselnya masih dalam genggaman. Dari ponsel terdengar seruan panik Aditya, "Raissa!! Ada apa?? Raissa!!!"
Peni keluar kamar, ikutan kaget dengan suara yang tiba-tiba memecah kesunyian malam. Tiba tiba, terdengar suara teriakan dan pukulan dari rumah tetangga sebelah. "dasar tukang selingkuh!!! kamu juga beraninya menggoda istri orang lain!! rasakan ini!!!" diikuti dengan suara-suara "Bugh!!" "ammpuuunn!!" "tolong!!!" "Biadaaabb!!" dan lain sebagainya. Raissa dan Peni hanya mengintip dari balik gorden ruang tamu. "Haloooo Raissa!!! saya kesana ya?" teriak Aditya dari ponselnya. "Eh.. jangan pak!! Tetangga sebelah ini bikin drama!! seruu pak!!" kata Raissa. "Hah? tetangga?" kata Aditya agak bingung setelah adrenalinnya terpompa deras. "Iyaaa.. biasaa.. disini tetangganya banyak drama pak.. kalau bapak kesini nanti jadi dua episode dramanya.. mending bapak dirumah saja, tidur.." kata Raissa sambil sibuk mengintip perkelahian yang berlangsung dan sedang dilerai oleh ketua RT dan hansip yang datang. "Nah, ada hansip dan pak RT datang pak.. makin seru nih.." kata Raissa. Di rumahnya Aditya terduduk di kursi kerjanya. Untungnya, ruang kerja Aditya kedap suara. Sehingga dia berteriak pun tidak menganggu anggota lain keluarganya yang mungkin sedang terlelap. "Kamu ini! bikin takut saja!" hardik Aditya. "kok saya sih pak.. tetangga ni pak! Bukan saya yang suruh mereka berantem." kata Raissa. "Ya sudah, tapi kalian tidak apa-apa kan? jangan ikut campur Raissa, di dalam rumah saja!" kata Aditya. "Iya Pak Aditya, jangan khawatir, kami baik-baik saja. Bapak tidur saja deh, sudah malam.. saya juga sudah mau tidur nih.. pak RT dan hansip sudah membubarkan penonton. Mimpi indah ya pak!!" kata Raissa lalu menutup telepon. Aditya hanya bisa memandang ponselnya tidak percaya. "Kurasa aku harus membiasakan diri dengan seluruh keunikan Raissa.. Hhhhh.." kata Aditya dalam hati lalu keluar kamar kerja dan menuju kamar tidurnya.
Sedangkan di rumah susun, Raissa dan Peni masih di depan jendela melihat tetangga mereka yang bermasalah. "Tadi pak Aditya?" tanya Peni. "Iya kami lagi teleponan saat perkelahian mulai." kata Raissa. "Bukannya kalian baru saja bertemu tadi?" kata Peni heran. "Iya, tapi tadi kencan kami tidak sendirian ternyata hahaha.. besok aku ceritain deh.. sudah malam.. sekarang tetangga kita juga sudah diamankan pak RT, sudah tidak seru lagi. Tidur aahh!" kata Raissa. "Hooaaammm.. iya nih.. tetangga ganggu orang tidur saja.. untung besok masuk siang. Malam Raissa!" kata Peni sambil kembali masuk ke dalam kamarnya. Raissa juga masuk ke kamarnya, "Benar! tetangga mengganggu saja, baru juga Pak Aditya mulai menggombal.. sudah terpotong." gerutu Raissa, lalu tersenyum sendiri mengingat gombalan Aditya. Akhirnya Raissa tertidur karena lelah. Dalam tidur Raissa bermimpi, Ia sedang diinterogasi di ruang penyiksaan bawah tanah, ada algojo yang akan memotong jarinya satu persatu bila ia tidak mau memanggil Pak Aditya dengan sebutan Mas Aditya!
"Ayo!! sebuutttt!!!" seru algojo itu. Raissa ketakutan dan entah mengapa suaranya hilang. Ia berusaha dengan sekuat tenaga mengucapkannya. "Ma.. ma.. ma.. ma.." suaranya terputus putus. Bibirnya berusaha membuka untuk menyebutkannya. Pisau algojo semakin mendekati jarinya. Keringat Raissa semakin bercucuran, air matanya jatuh dari pelupuk matanya. Kepalanya menggeleng tidak ingin kehilangan satupun jarinya. "Sebutkan! sekarang!!!" seru si algojo dengan garang. Raissa berusaha sekuat tenaga. Pisau sudah semakin dekat, pisau yang sangat tajam, besar dan runcing. Ujungnya berkilat tertimpa cahaya. "Ma.. ma.. ma.. Mas Adityaaaaaaa!!!!" teriak Raissa sambil terduduk di ranjangnya. Asya yang sedang mengendap-endap menuju lemarinya langsung terlonjak kaget, berbalik dan tertawa melihat Raissa yang kebingungan. "Cieeeeee.. yang habis berkencan semalam langsung terbawa mimpi!! sudah panggil mas sekarang?" goda Asya. Peni membuka pintu sambil mengucek matanya, rupanya baru bangun juga. "Ada apa Sa? kok aku seperti mendengarmu memanggil Pak Aditya?" tanya Peni bingung. "Mimpi dia Pen!" kata Asya sambil tertawa. "Dahsyat banget ya pak Aditya, sekali kencan langsung terbawa mimpi si Raissa. Jadi penasaran, kayak apa kencanmu semalam? tau tidak Sya, sudah kencan, malamnya masih lanjut teleponan hingga jam 12 lewat looh!" kata Peni. "Oh pantas saja jam segini baru bangun. Tapi bagus juga deh.. ayo dong cerita Sa, penasaran niihh! kamu diajak kemana sih?" tanya Asya. Sambil melipat selimutnya Raissa mulai bercerita, Peni dan Asya langsung ikut duduk di tempat tidur Raissa. "Aku diajak ke Sky Dining.. seru tempatnya! Makanannya juga enak-enak, puas aku disana! Hanya saja.. ingatkan pak Aditya meminta untuk merahasiakan hubungan kami. Dia benar-benar tidak ingin terlihat hanya berduaan denganku. Akhirnya diajak lah seluruh anak asuhnya yang berprestasi dari sebuah panti Asuhan." kata Raissa. "Hah? jadi bukan kencan dong, itu namanya makan malam bersama, charity event bersama anak asuh." kata Asya kaget. "Iya sih.. kami juga tidak terlalu banyak mengobrol soal masing-masing pribadi kami, malah mengobrol dengan anak-anak yang senja denganku. Tapi aku tidak keberatan sih, menurutku Pak Aditya dermawan dan baik hati. Hanya saja segala kerahasiaan ini agak mengusikku. Tahu tidak, waktu kami akan turun saja, kami sampai dikelilingi tirai hitam agar kami tidak terlihat tamu lain. Pak Aditya bahkan menyogok anak asuhnya dengan voucher es krim dan sepatu baru agar mereka mengalihkan perhatian Pak Eki, Mbak Lira dan Marisa yang ternyata datang kesana juga semalam. Untung kami tidak ketahuan!" kata Raissa sambil berpura-pura menyeka keringat dengan dramatis. "Ya ampun.. mereka kan terkenal trio gosip kantor atas." kata Peni. "Nah itu dia, untung saja anak-anak asuh pak Aditya pintar, ada yang pura pura muntah lah, teriak-teriak, pokoknya ribut dan kacau deh." kata Raissa sambil tertawa mengingat petualangan singkat menghindari gerombolan Marisa. "Lalu, masih ada lanjutannya kan?" tanya Asya penasaran. "Nah! lanjutannya ini bikin aku bingung sih Sya. Jadi sambil mengantarku pulang, Pak Aditya 'nembak' aku." kata Raissa sambil membentuk tanda petik dengan dua jarinya. "Wow.. terus kamu jawab apa?" tanya Asya dan Peni makin penasaran. "Masih aku pikirkan." jawab Raissa. "Duh ni anak.. langka tahu 'ditembak' pak Aditya!" kata Peni sambil ikut ikutan membuat tanda petik dengan dua jarinya. "Iya, baru kamu loh Sa yang 'ditembak' pak Aditya!" kata Asya juga ikutan membuat tanda yang sama. "Tapi aku bingung, semuanya harus serba rahasia, masak Pak Aditya bilang dia hanya bisa menawarkan saat ini saja, untuk masa depan dia tidak tahu. Tapi dia bilang akan berusaha memperjuangkan kami sih! Ya bagaimana ya, aku tersanjung tapi sekaligus tersinggung juga. Wanita mana yang ingin dirahasiakan, rasanya seperti jadi simpanan!" kata Raissa. "Wah iya juga ya? tapi dilain pihak kalau ketahuan sama anak buah pak Aditya yang lain bagaimana?" kata Peni. "Kurasa kalau hanya anak buah saja Pak Aditya masih bisa menghadapinya Sa, Pen. Ini pasti berkaitan dengan masalah keluarganya Sa." tebak Asya. Raissa dan Peni langsung menatap Asya. "Maksudnya? ada masalah apa memangnya?" tanya Peni. Sedangkan Raissa mulai merenung. "Yahh lihat saja aku dan Alex, Alex sampai kehilangan warisan dan statusnya untuk dapat menikahi ku. Tapi posisi Alex dan Aditya berbeda. Aku tidak tahu apakah Aditya sudah dijodohkan atau belum? mungkin akan kutanyakan Alex." kata Asya. "Hmmm, bisa jadi juga Sya.. Dari pembicaraan semalam sepertinya masih ada yang harus Pak Aditya kerjakan, ketertarikannya padaku adalah sebuah ketidaksengajaan, tidak direncanakan. Menganggu rencananya, aku juga belum tahu rencana apa. Tapi dia ingin tetap bersamaku. Haruskah kuterima saja? ini pengalaman pertama bagiku.. Kuat tidak ya? Pura-pura tidak punya hubungan selain pekerjaan saat bersama orang lain?" tanya Raissa. "Berani dong Sa, Pak Aditya saja Bernai maju walaupun hubungan kalian diluar rencananya." kata Peni. "Ya tidak semudah itu juga Pen, pokoknya pastikan dulu perasaanmu Sa, kalau masalah kuat dan berani, aku yakin kamu kuat dan berani berjuang untuk kebahagiaanmu. Tapi pastikan dulu perasaanmu. Jangan sudah susah berusaha akhirnya sia-sia karena kamu plin-plan." kata Asya. "Bener tuh Sa. Pastikan kamu benar-benar menyukainya, soalnya kurasa kamu yang akan banyak berkorban. Korban perasaan." kata Peni. "Pantesan sampai terbawa mimpi ya? sampai teriak Mas Aditya segala!" kata Asya sambil tertawa. Raissa dan Peni juga tertawa. "Iya dia minta kalau aku terima jangan panggil pak lagi kalau cuma berdua, tapi panggil Mas saja!" kata Raissa. "Kok kamu tidak panggil Alex Mas juga Sya?" tanya Peni. "Looh aku sama Alex kan seumuran. Alex cuma lebih tua 3 bulan dari aku." kata Asya. "Iya ya.. harusnya kami panggil Asya dengan sebutan Kak yaa.." kata Raissa. "Aku juga lebih tua dari kamu loh Sa, walaupun masih dibawah Asya!" kata Peni. "Jadi minta dipanggil kakak nih?" goda Raissa. "Tidak ah, aku kan masih imut-imut, yang dipanggil kakak tuh bangsanya kak Mira, Kak Rosa nah cocok tuh, kalau kita kan masih 17 tahun ya Sya?" kata Peni. "Iya betuulll!!! Biar berasa muda hahahah!" kata Asya. Raissa hanya tertawa saja. "Sudah ah aku mau mandi dulu!" kata Asya. "Oh iya kalian tidak ada yang ke RS jagain Liza?" tanya Raissa. "Besok saja, hari ini ada Bram." kata Asya. "Iya, aku lusa kalau begitu. Adik-adik Liza juga sudah bisa gantian, jadi dia tidak kesepian. " kata Peni. Raissa mengangguk lalu bergegas merapikan tempat tidur dan keluar mencari sarapan.