Chereads / Raissa / Chapter 32 - Prahara dalam Keluarga Bhagaskara

Chapter 32 - Prahara dalam Keluarga Bhagaskara

Sementara Raissa berusaha tidur di kamar yang ditempatinya bersama Asya, Aditya baru saja sampai di rumah yang ditempati bersama ibu dan keluarga kecil kakaknya.Ya, Aditya masih tinggal dengan Ibu dan Kakaknya, menurutnya buat apa ia membeli rumah baru atau apartemen bila hanya dipakai tidur? Kecuali kalau nantinya Ia berkeluarga baru ia akan hengkang dari rumah ini. Lagipula walaupun Aditya tinggal bersama Ibu, Karina Kakaknya, Stefan Kakak iparnya, dan Rangga keponakannya yang masih kecil, bisa dibilang mereka hampir tidak pernah bertemu, selain rumah yang memang luas dan masing-masing anggota keluarga memiliki ruangan tersendiri, kesibukan masing-masing anggota keluarga itupun membuat mereka hampir tidak bertatap muka bahkan bertegur sapa. Dulu, saat Ayah Aditya masih hidup, mereka wajib makan malam bersama pada Jumat malam. Tetapi sejak Ayah mereka meninggal, Ibu mereka tidak meneruskan tradisi itu. Padahal menurut Aditya, tradisi itu cukup baik. Setidaknya dulu hubungannya dengan Ayah, Karina dan Stefan cukup dekat. Kalau dengan Ibunya memang dari dulu agak sulit. Ibu mereka memang tidak dekat dengan anak-anaknya, setelah menyelesaikan kewajibannya memberi keluarga Bhagaskara 2 orang anak, sang Ibu langsung lepas tangan. Ia hanya peduli dengan uang tunjangan yang diterimanya setiap bulan. Aditya tidak habis pikir mengapa ibunya tidak cerai saja dari dulu dengan Ayah mereka. Sepertinya tambahan nama keluarga Bhagaskara dibelakang namanya mempunyai keuntungan tersendiri yang dapat mempermudah hidupnya. Karena itu Aditya terkejut ketika memasuki ruang keluarga, Ia mendapati anggota keluarganya lengkap berada disana, setidaknya yang sudah dewasa, karena ia tidak melihat keponakannya dimanapun, kemungkinan sudah nyenyak di tempat tidurnya karena waktu sudah menunjukan pukul 10 malam. Sayangnya Ketiga orang dewasa itu bukannya menyambut kedatangan Aditya ,mereka malah sedang sibuk berargumen satu dengan yang lain.

"Pokoknya Ibu mau detik ini juga Stefan, kau harus meminta maaf pada Arganta. Karina kamu jangan terus membela suamimu! Tahu apa kamu soal bisnis! urus saja anakmu dan arisan-arisan sosialitamu!" bentak ibu mereka pada Stefan dan Karina. "Kenapa Stefan harus minta maaf Bu! Bukan dia yang salah! orangnya Paman Arganta yang tidak benar! Stefan hanya berusaha membereskan masalah!! Pa.. jangan diam saja doong.. Ayo bilang pada Ibu duduk perkara sebenarnya!" kata Karina. "Percuma Ma, Dimata Ibu, yang salah tetap aku!" kata Stefan pada istrinya. "Memang! kamu anak kemarin sore! tahu apa kamu soal menjalankan bisnis raksasa Bhagaskara!! Buat apa harus merubah segala sesuatu yang dari dulu sudah berjalan dengan baik? sekarang gara-gara kamu yang sok idealis saham turun! anjlok malahan!!" jerit Ibu mereka. "Anjloknya saham bukan hanya karena perbuatan Stefan Bu! Memang sudah banyak perusahaan-perusahaan baru dengan visi yang baru dan inovatif. Bhagaskara ini lama-lama ketinggalan zaman! Stefan hanya berusaha agar Bhagaskara tetap maju!" balas Karina. "Usaha!? mana buktinya!! sekarang juga.. cepat minta maaf pada pamanmu!!" kata Ibu mereka lagi. "aaah! Ibu hanya tidak mau kehilangan uang tunjangan saja kan? Ibu sendiri, apa yang ibu lakukan?! bukannya berhemat malah menghamburkan uang untuk kepentingan yang tidak jelas! Sudah nenek-nenek masih kelayapan tidak jelas, baru pulang hampir jam sepuluh malam! Ibu darimana saja heh?"balas Karina pedas. "Kamu memang anak tidak tahu diuntung dan kurang ajar!!!" jerit ibu mereka sambil maju dan mengangkat tangannya hendak memukul Karina. Stefan segera memeluk dan melindungi Karina, sedangkan Aditya langsung maju dan menahan tangan Ibunya. "Cukup Ibu! apa yang ibu lakukan!! Jangan pernah berani menyakiti Karina atau Rangga atau kau akan merasakan akibatnya!" hardik Aditya. "Hooooh... lihat, anak kesayangan Ayah sudah datang. Kamu pikir hanya jadi CEO Bhagaskara Medika kamu sudah menguasai segalanya? coba kamu seperti pamanmu Arganta! Ambisius sedikit!! bukannya cari jodoh pewaris malah mengurusi warung kecil terus! sampai kapan kamu mau main-main dengan warung Ayahmu?" sindir Ibunya. "Bukan urusan Ibu!! Biasanya juga Ibu tidak pernah mengurusi masalah Bisnis, sekarang untuk apa Ibu ikut campur? Disuruh Paman Arganta? Ada apa Antara Ibu dengan Paman? sedikit-sedikit menyebut Paman, lapor ini itu pada Paman! Ibu memata-matai kami? Atau ingin mengamankan posisi? Belum cukup warisan dari Ayah untuk Ibu?" bentak Aditya. Ibunya memucat, "Kurang ajar kalian semua, Lihat akibatnya nanti atas apa yang kalian lakukan. Anak-anak manja!! Lagipula memangnya apa yang Ayahmu wariskan untukku, kalian? Kalian hanya beban.. dari dulu kalian memang beban buatku!!" jerit ibu mereka lalu berbalik dan pergi keruangan khusus untuk Ibu yang tentu saja semua dilarang masuk kecuali untuk ibu dan staffnya. Anak dan mantunya hanya menatap kepergiannya dengan kesal tetapi lega. "Thanks Dit." kata Stefan. "No Problem, Ibu makin menjadi belakangan ini. Aku benar-benar penasaran apa maunya. Kenapa kalian malam-malam bisa bertengkar dengannya?" tanya Aditya. "Stefan baru pulang, aku hanya menyambutnya, tiba-tiba Ibu juga datang entah kelayapan darimana langsung marah-marah pada Stefan tentang kebijakan yang dibuatnya di perusahaan. Katanya menantang Paman. Kurasa Ibu memang menjadi mata-matanya Paman Arganta. Aku muak kehidupan kita selalu diatur oleh paman Arganta. Dulu waktu Ayah ada masih mendingan, Tapi Ayah sendiri kolot jalan berpikirnya, makanya masih akur dengan Paman. Aku tidak habis pikir kenapa ayah dalam surat wasiatnya meminta kita untuk selalu merawat ibu, dan ibu hanya dapat warisan jika ibu tidak menikah lagi dan selalu berhubungan dengan kita." kata Karina. "Ya, memang, kebijakan yang diterapkan sekarang lebih untuk membebaskan karyawan agar lebih inovatif dan bekerja dengan cerdas. Kebijakan yang diberlakukan paman hanya membuat karyawan benar-benar seperti karyawan, bekerja keras, tetapi pasif dan selalu harus didikte apa yang harus dikerjakan. Ngomong-ngomong mungkin benar juga Ibu dan Paman selalu berhubungan, darimana lagi ibu tahu mengenai saham anjlok atau kebijakan baru yang kubuat? Bukan sifat ibu untuk mencampuri urusan ini." kata Stefan. "Jangan khawatir, aku punya orang kepercayaan yang sudah kusuruh untuk menyelidikinya. Tingkah laku ibu semakin lama semakin mencurigakan." kata Aditya. "Hati-hati Dit, kalau ketahuan Ibu otomatis ketahuan paman Arganta." kata Karina. "Pasti. Aku juga tidak mengerti maksud ayah dalam surat wasiat itu, mungkin ayah masih bermimpi kita semua dapat menjadi keluarga yang bahagia, atau Ayah sudah lama mengetahui sifat tamak ibu? entahlah." kata Aditya. "Yang manapun itu, aku akan lebih bahagia kalau kita bebas saja, bagaimana kalau kita tinggalkan ibu? aku rela tidak mendapat bagian warisanku daripada hidup bersama nenek sihir itu terus!" kata Karina ketus. "Yakin ma? nanti siapa yang membiayai arisanmu, tas-tas dan baju desainer bermerk?" goda Stefan. "Ya kamulah..kamu kan suamiku! masa aku minta Aditya!"kata Karina sambil mencibir pada suaminya. "Waduhh! mati aku, gajiku kurang besar buat membiayai gaya hidupmu!" kata Stefan setengah bercanda setengah mengungkap kebenaran. Sebagai anak mantu, posisinya memang tidak terlalu menguntungkan, apalagi dulu ia menikah dengan Karina untuk mendapatkan pinjaman uang bagi perusahaan Ayahnya yang hampir pailit. Sayangnya setelah menikah perusahaan ayahnya tetap pailit dan akhirnya dibeli keluarga Bhagaskara. Untungnya dalam pernikahannya ini ia cocok dengan Karina. Dulu ia mengira ia mendapatkan untung menikah dengan Karina, tetapi setelah membaca situasi sepertinya Karina dikorbankan menikah dengannya supaya keluarga Bhagaskara dapat mengambil alih perusahaan Ayahnya. Saat ini Stefan memang menjadi CEO dari bekas perusahaan ayahnya yang diambil alih keluarga Bhagaskara tetapi dia tidak dapat bergerak bebas seperti ayahnya dulu ketika belum bergabung dengan keluarga Bhagaskara. Ia merasa selalu diawasi, didikte dan dijadikan boneka oleh keluarga Bhagaskara. Satu-satunya anggota keluarga Bhagaskara yang ia percaya hanya Aditya, mungkin karena kurang lebih mereka bernasib sama didikte oleh keluarga besar Bhagaskara, khususnya paman Arganta. "Aku akan menengok Rangga dulu setelah itu aku mau tidur."kata Karina yang diiringi anggukan Suami dan Adiknya. Setelah Karina pergi, Aditya memberi isyarat pada Stefan untuk mengikutinya ke ruang kerja Aditya. Stefan mengikuti Aditya. Setelah masuk keruang kerja, Aditya menaruh Laptopnya dan membukanya di meja lalu ditunjukan pada Stefan. "Kerjamu bagus Stef, siang ini ketika saham sedang anjlok ke titik terendah, aku membeli 15 persen saham perusahaanmu. Ketika kebijakanmu keluar, harga saham mulai menanjak kembali. Itu yang membuat Paman Arganta marah besar. Targetku selanjutnya adalah perusahaan paman dan bibiku yang lain. Kau masih ikut dalam rencana ini Stef? posisimu akan semakin terguncang apalagi kalau menuruti saranku. Bagaimana dengan saham di perusahaan Aleisha?" kata Aditya. "Tentu saja aku ikut, tapi Aleisha pintar sehingga aku hanya bisa membeli 5 persen saham mereka. Menurutmu, apa kita tidak menyertakan Aleisha saja? bagaimana dengan Alex?" tanya Stefan. "Aleisha sangat berambisi, tetapi hidupnya digunakan untuk menyenangkan ayahnya. Ia buta kalau soal ayahnya, tidak kita tidak dapat mengikutsertakan Aleisha saat ini, kita lihat situasi dulu. Sedangkan Alex saat ini sedang tidak ingin terlibat bisnis keluarga, hanya ingin praktek dan menikah dengan Asya. Walaupun Dia tahu dan merestui rencana kita. Dia tidak buta dan mengerti ayahnya sang diktator harus digulingkan. " kata Aditya. "Hhh, baiklah, tapi kita butuh sekutu Dit, tadinya pilihanku Aleisha karena dia sangat pintar.. seandainya ada kejadian yang dapat membuka matanya!" kata Stefan gemas. "Sabar bro! aku akan berusaha membujuk Alex dan Aleisha untuk ikut juga ke depannya. Sekarang kita hanya melanjutkan rencana kita semula. sebisa mungkin menguasai sebagian saham mereka sehingga mereka tidak dapat berkutik lagi." kata Aditya. Stefan mengangguk, "Setuju, akan kukabari besok malam." kata Stefan. "Hmmm, aku mungkin akan pulang malam besok. Akhir Minggu ini saja kita bahas kemajuan yang sudah kita buat." kata Aditya. Stefan mengangguk dan keluar dari kamar. Aditya membuka ponsel kantornya, ponsel pribadinya masih ditangan Raissa. Teringat Raissa, ia tersenyum dengan janji kencannya selasa malam, Aditya sudah membuat reservasi di suatu tempat yang akan menjadi kejutan bagi Raissa, Aditya yakin gadis itu akan senang. Tapi demi kemanan, sebaiknya ia merahasiakan hubungan mereka dulu dari yang lain kecuali Alex. Dari Alex, Aditya dapat mendengar semua tentang apa yang terjadi pada Raissa, ada untungnya juga Alex bertunangan dengan Asya. Seperti saat ini Raissa sedang sedih karena Liza tidak ingin berteman lagi dengannya. Asya memang tidak pernah merahasiakan segala sesuatu pada Alex, dan Alex takkan merahasiakan info apapun tentang Raissa pada Aditya. Aditya mengerutkan keningnya, semoga hal ini tidak mempengaruhi kinerja Raissa maupun Liza. Aditya sudah tahu kalau Liza mengagumi dirinya. Tapi Aditya tidak berbuat apa-apa karena menurutnya Liza tidak mengganggunya. Tidak seperti perawat atau karyawan lain yang menaruh hati padanya yang bertindak lebih agresif. Semuanya berakhir dengan pengunduran diri. Saat ini hanya Marissa yang mulai agak mengganggu karena gadis itu sering ingin menarik perhatiannya dengan beberapa komentar bodoh. Untungnya hanya sebatas itu, kalau tidak Aditya sudah akan mencari alasan agar gadis itu juga segera mengundurkan diri. Perhatian wanita sudah jadi makanan sehari-hari bagi Aditya sejak dirinya memasuki masa pubertas. Aditya tidak terlalu mempermasalahkan mereka selama mereka tidak mengganggunya, menggangu tujuannya, ataupun menganggu pekerjaannya. Makanya ketika bertemu Raissa, Aditya sangat tertarik terlebih karena Raissa sendiri terlihat tidak ingin menarik perhatiannya. Ajakan kencan darinya yang spontan membuat Raissa terkejut, Aditya dapat melihat kalau Raissa terkejut dan spontan menjawab iya. Aditya juga mengira saat ini pasti Raissa sedang dilanda keraguan luar biasa. Dirinya sendiri kaget saat mengajak kencan Raissa. Mendekati Raissa sangat diluar rencananya, bahkan sebenarnya tidak ada walaupun dirinya tertarik pada Raissa, tadinya Aditya tidak akan berbuat apa-apa. Masih banyak yang harus dilakukannya tanpa distraksi seperti kencan dengan Raissa besok, kencan yang tidak direncanakan tetapi entah mengapa sangat dinantikannya. "2 hari lagi" kata Aditya dalam hati sambil tersenyum.