Chereads / Dendam Terindah / Chapter 22 - Berita Menggemparkan

Chapter 22 - Berita Menggemparkan

Agnes dan Clarissa yang saat ini tengah dihukum oleh Bu Jenny berdiri di lorong sekolah mereka yang sedikit ramai. Agnes yang sebelumnya tak pernah sekalipun dihukum, kali ini harus merasakan hukuman sekolah yang mungkin bagi sebagian anak-anak pintar akan sangat memalukan. Namun tidak bagi Agnes! Raut wajah yang kusut, lesu, dan beberapa kali terdengar helaan nafas dari mulutnya membuat Clarissa agak terganggu, ditambah Agnes terus mondar-mandir di depan Clarissa.

"Hei, sudahlah. Jangan mondar-mandir kaya gosokan baju gitu, bikin kepala pusing!" gerutu Clarissa melihat Agnes yang terus melangkah di depannya. "Masih mikirin perjodohan itu?" tanya Clarissa lagi.

"Gimana aku ga mikirin! Udah mau lulus, harusnya bisa belajar enak, eh ini malah banyak cobaannya." Agnes menghentikan kakinya, duduk di samping Clarissa.

Clarissa diam, dia melihat sahabatnya dengan tatapan kosong dan ekspresi datar. "Kenapa kamu liatin aku kayak gitu, Class?" tanya Agnes tiba-tiba.

"Ah, eng-enggak. Ga apa-apa. Omong-omong, kamu habis lulus mau ke mana? Jadi ke Paris?" Clarissa mengalihkan pembicaraan.

"Aku belum tahu, mungkin Paris hanyalah impian semata yang cuma ada dalam imajinasiku."

"Kenapa?"

"Papi memintaku ke Oxford, dan ambil ekonomi juga matematika, sedang mami …." Agnes menundukkan kepalanya, menjulurkan kedua kaki jenjangnya dan menggoyangkannya.

"Mami-mu kenapa?" Clarissa penasaran.

"Mami hanya diam saja. Aku juga tak mengerti apa maunya mereka."

Clarissa merangkul pundak sang sahabat, menyandarkan kepalanya ke pundak kanan Agnes.

"Agnes! Clarissa! Ngapain kalian malah duduk! Disuruh berdiri malah enak-enakan!" teriak Bu Jenny tiba-tiba keluar kelas.

"M-maaf, Bu. Habis capek berdiri terus," Clarissa membuat alasan.

"Ada-ada saja alasan kamu! Agnes, ke ruangan Ibu jam istirahat nanti!" Bu Jenny kembali ke dalam kelas, sementara Agnes dan Clarissa masih belum bebas dari hukuman guru killer tersebut, bahkan Clarissa harus menutupi wajahnya karena sebagian guru melihat mereka dihukum dan hanya membalas dengan gelengan kepala. "Gila bener tuh guru killer! Seumur-umur aku ga pernah dihukum kaya gini! Kalau orang tuaku tahu, habislah aku!" keluh Clarissa menghela nafas.

"Maaf, ya. Karena aku, kamu jadi ikut-ikutan dihukum." Agnes mengepalkan kedua tangannya di samping.

"Bicara apa sih kamu ini, Nes! Santai aja. Lagipula sesekali belajar di ruangan terbuka bagus juga buat healing otak, biar ga stres." Senyum Clarissa. Namun tak lama, Agnes kembali murung menundukkan kepala. "Class,"

"Hmm? Apa?" sahut Clarissa menoleh ke arah Agnes yang duduk kembali.

Agnes malah terdiam meragu. "Kenapa?" tanya Clarissa penasaran.

"Apa … apa menurutmu kabar itu benar atau hanya kabar burung?"

"Kabar apa?" tanya Clarissa semakin bingung.

"Itu … mengenai seseorang yang suka padaku," malu-malu Agnes.

"HAH?!"

Agnes langsung membungkam mulut Clarissa dengan tangan kirinya! "Bisa ga sih kamu ngomong ga pake toa?!" kesal Agnes.

Clarissa mengangguk dan mengangkat dua jari tangan kirinya tanda dia mengerti apa yang diucapkan oleh Agnes. "Hah … hah … kacau kamu, Nes! Main asal bekap aja! Gimana kalo aku sampai kehabisan nafas?" Clarissa mengatur ritme nafasnya membungkukkan badan.

"Siapa suruh mulut kamu kaya pengeras suara?" sahut Agnes tak senang.

Clarissa menggumam pelan, "Kemarin aku lihat Paulin di depan sekolah kita. Apa yang dia lakukan di sini?" tanya penasaran Clarissa.

"Tidak ada, hanya mampir." Sahut Agnes berdiri dari tempat duduknya, sengaja menghindari pembicaraan.

"Nes, kamu tahu kamu ga bisa selamanya kaya gini. Aku udah denger dari mulut Paulina sendiri-"

"Apa?" kejut Agnes memotong cepat ucapan Clarissa. "Oh, jadi kau sudah tahu? Baguslah kalau begitu! Jadi kau tak perlu banyak tanya Clarissa."

"Nes-"

Tepat saat Clarissa ingin bicara lagi pada Agnes, bel tanda istirahat berbunyi. Tanpa panjang lebar, Agnes melangkah masuk bertemu Bu Jenny, menghiraukan Clarissa. 'Agnes, kenapa dia jadi sedingin ini, ya?'

"Bu Jenny, saya siap ikut Ibu ke ruangan." Ucap Agnes menatap tajam gurunya.

Ketika Agnes keluar bersama dengan Bu Jenny, semua temannya di kelas membicarakan tentang dirinya, Clarissa yang masuk ke kelas segera mengklarifikasi kejadian yang baru saja dialami oleh Agnes dan meminta mereka agar tak menyebarluaskannya ke luar, apalagi sampai menulis kata-kata yang menyudutkannya.

"Aku minta kerjasama kalian, Agnes saat ini sedang berada di posisi yang sulit. Karena itu, aku mohon kalian jangan menulis sesuatu yang bisa menyudutkan untuk saat ini."

"Memangnya Agnes ada masalah apa? Anak pemusik kaliber dunia juga bisa kena masalah, ya?" sindir salah satu teman mereka.

"Coba saja jika kau berada di posisi Agnes! Aku tak yakin kau bisa bertahan, paling juga besok langsung bunuh diri!" sahut Clarissa menatap tajam.

"Kami mengerti, Clarissa. Lagipula berita mengenai kejadian itu sudah tersebar di berbagai media. Dan, kami juga sempat melihat Agnes di TV, aku malah kasihan padanya … kenapa ibunya sampai berbuat seperti itu? Kenapa bukan anaknya yang menemani dia bermain tapi malah orang lain?"

"Terima kasih atas pengertianmu, itu sesuatu yang tak bisa aku katakan pada kalian. Karena itu, sebaiknya kalian pura-pura tak tahu soal kejadian itu," pinta Clarissa.

Seluruh teman Agnes mengangguk tanpa berkata apa pun. Clarissa melihat ke luar kelasnya sambil bergumam, 'Kuharap Agnes tak melakukan sesuatu yang ceroboh.

***

Di ruang guru, Agnes serasa menjadi pesakitan duduk di antara para guru yang sedang beristirahat. Mereka sedikit terkejut karena murid pandai dan berprestasi seperti Agnes harus berada di kursi pesakitan di ruang guru.

"Kenapa Agnes ada di sini, Bu Jenny?" tanya salah satu guru yang melihat Agnes mendekati meja guru killer itu.

"Saya juga tak tahu, Pak. Agnes baru saja saya hukum berdiri di luar kelas tadi."

"Hah? Ckckck … kamu kenapa, Nes? ni kaya bukan kamu?" tanya guru itu lagi.

"Ga apa-apa, Pak," sahut Agnes datar.

"Nes, kamu tahu kan kamu udah kelas tiga sekarang? Ibu minta jangan buat masalah yang bisa mengancam kamu gagal lulus. Meski kamu anak seorang pemusik terkenal, bukan berarti Ibu tidak bisa tidak meluluskan kamu."

"Saya mengerti, Bu. Maafkan atas kelalaian saya, ini akan jadi yang terakhir kalinya. Saya janji!" ucap Agnes meyakinkan.

"Baiklah, Ibu percaya dengan ucapan kamu. Sekarang kamu buat pernyataan dan tanda tangan di sini." Bu Jenny mengeluarkan selembar kertas panjang warna putih bertuliskan 'SURAT PERNYATAAN' beserta identitas lengkap murid. "Baiklah, kamu boleh kembali ke kelas." Perintah Bu Jenny menyimpan surat tersebut.

"B-Bu Jenny, boleh saya ajukan satu permintaan?" tanya Agnes ragu.

"Apa?"

"Masalah ini, tolong jangan sampai terdengar ke telinga kedua orang tua saya, karena …."

"Ibu mengerti, Agnes. Jangan khawatir, selama kamu tak mengulangi kesalahan yang sama, Ibu tak akan melaporkan pada orang tuamu."

"Baik, terima kasih Bu Jenny." Agnes membungkukkan badannya di depan meja Bu Jenny dan pada guru yang lain.

Agnes berdiri sejenak di depan ruang guru, memandangi plang warna dengan tulisan warna putih dan alas warna hitam. 'Hah, apa yang sudah kulakukan sebenarnya? Kenapa aku jadi idiot begini?' gumam Agnes meninggalkan ruang guru dan kembali ke kelas.

Sesampainya di kelas, Agnes melihat teman-temannya memegang ponsel dan melihat ke arahnya. "A-ada apa?" tanya Agnes bingung.

Clarissa segera menghampiri Agnes dan merangkul kedua pundaknya, mengajaknya duduk dan menggenggam tangannya erat. "Ada apa, sih?" Agnes semakin kebingungan. Teman-temannya yang lain segera ramai ke kursinya, memasang ekspresi wajah tegang.

"I-ini ada apa sebenarnya? Class?" Agnes menoleh ke arah Clarissa yang hanya menatap Agnes datar.

"Kendalikan dirimu, Nes," ucap Clarissa.

"Apa? Kendalikan kenapa?"

Clarissa melihat ke sekeliling teman-temannya kemudian dia memberikan ponselnya pada Agnes. "Ini apa?" tanya Agnes masih bingung.

"Buka aja," pinta Clarissa.

Agnes tanpa pikir panjang segera membuka ponsel pintar milik Clarissa. Dia sangat terkejut ketika melihat media sosial milik sang mami, Abigail yang menulis tentang rencana perjodohan putrinya dengan salah satu anak sahabatnya.

"I-ini …." Agnes melihat Clarissa dan langsung memberikan kasar ponselnya.

"Nes, kamu ga apa-apa?" tanya Clarissa khawatir, begitu pula dengan teman-temannya yang masih mengerubunginya.

Agnes mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Marah, kesal, dan malu tak bisa lagi Agnes sembunyikan. "Mami kali ini benar-benar KETERLALUAN!"