"Kau benar-benar keterlaluan, bisa-bisanya kau menguping perkataanku seperti ini!" tegas Griselda yang nampak semakin kesal dengan keberadaan Marvin.
Namun dengan tenang Marvin menjawab, "Sekali maafkan aku, Nona. Aku tak bermaksud untuk menguping, karena aku hanya melintas saja."
"Sudah sana pergi!" titah Griselda lagi yang tak ingin melihat keberadaan asistennya itu.
Tanpa menjawab perkataan majikannya, Marvin hanya menganggukkan kepalanya pelan lalu ia melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan Griselda dengan kekesalannya di dalam dirinya.
Begitupun dengan Griselda setelah memastikan Marvin pergi, ia memutuskan untuk kembali ke kamarnya sebab khawatir orang tuanya akan mengetahui keberadaan Griselda saat ini.
Sedangkan Feroza beserta semua orang yang berada di dalam ruangan itu baru saja selesai membicarakan permasalahan mereka, dan makan malam pun sudah ditutup dengan perjanjian yang semakin kuat adanya.
Lelaki itu masih terdiam di atas kursinya ketika kedua orang tuanya sudah berpamitan untuk pulang, perasaan saat ini sangatlah berantakan dan kacau bahkan ia merasa ingin mati saja.
Seperginya mereka berempat untuk keluar, barulah Feroza menghembuskan nafasnya kasar dengan berat. Ia menggenggam tangannya begitu erat sembari menatap kosong ke sembarang arah, "Sekarang apa yang harus aku lakukan?"
"Bagaimana caranya agar aku bisa pergi meninggalkan Selda nantinya?" gumam Feroza lagi dengan sangat kebingungan.
Feroza meremas rambutnya sangat kuat dan ia memejamkan kedua matanya yang terasa berat, "Sialan! Mengapa aku menjadi terjebak dalam perjanjian ini?"
"Sayang," panggil seorang wanita yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
Spontan Feroza mengangkat kepalanya dan ia melihat Griselda sudah berada di dekatnya dengan wajah yang sangat polos, "Mengapa kau ada di sini? Bukankah sejak tadi kau ada di kamar?"
"Iya, kau benar. Tadi aku terbangun dan aku tak menemukanmu makanya aku mencarimu ke sini," sahut Griselda dengan nada yang manja.
Bahkan wanita itu sudah duduk di pinggir Feroza dengan jarak yang sangat dekat, ditambah tatapan lekat Griselda sama sekali tak beralih dari suaminya saat ini.
"Apa yang sedang kau lakukan? Jangan bilang kalau kau mulai gila lagi?" ketusnya sangat datar dan seperti malas berbicara dengan Griselda.
"Aku mencintaimu, Feroza." Griselda mengalihkan perkataan Feroza dengan ucapan manisnya.
"Tapi aku tidak," sahutnya lagi.
"Aku akan tetap dan selalu mencintaimu dalam keadaan apapun juga sampai kapanpun, kematian sekalipun tidak akan pernah bisa menghentikan perasaanku untukmu."
Mendengar setiap tutur kata yang keluar dari mulut Griselda membuat Feroza tak bisa berkutik sama sekali, bahkan ia membiarkan Griselda menggenggam kedua tangannya dengan begitu erat.
Griselda juga tak henti-hentinya terus menatap kedua mata Feroza sangat lekat dan mendalam, "Apa kau sudah mengingatku, Feroza?"
"Mengingat? Mengingat apa?" tanya Feroza kebingungan sebab ia tak mengerti dengan maksud ucapan istrinya.
Raut wajah Griselda seketika berubah sangat drastis setelah ia mendengar jawaban yang diberikan Feroza kepadanya, kekecewaan nampak jelas terpancar dari kedua mata Griselda namun hanya dalam beberapa detik wanita itu sudah berusaha mengembalikkan moodnya.
Sembari terus menggenggam kedua tangan Feroza dengan erat Griselda kembali berkata, "Sayang, coba ingat-ingat lagi. Aku yakin kau pasti akan bisa mengingat semuanya, ayo Feroza!"
"Kau ini bicara apa? Jangan membuatku kebingungan begini," dumal Feroza yang kesal dan ia menganggap Griselda sedang dalam keadaan yang kumat.
Griselda semakin merasa kecewa dengan jawaban yang diberikan Feroza kemudian ia mulai melepaskan genggaman tangannya, "Kau ini benar-benar keterlaluan, selama ini aku sudah berusaha membuatmu mengingat semuanya tapi tetap saja tak ada hasilnya."
"Aku tak mengerti dengan maksud ucapanmu, Selda." Feroza menggelengkan kepalanya pelan tak habis pikir dengan kelakuan istrinya saat ini.
"Arghh!" teriak Griselda mulai merasa frustasi kembali.
"Selda, ku mohon jangan berteriak kali ini karena kedua orang tua kita masih berada di luar." Feroza memohon dengan sungguh-sungguh lalu mencoba meraih tangan istrinya untuk ia genggam erat.
"Ini semua salahmu! Kau yang membuatku seperti ini! Kalau saja kau tak gila dan lupa ingatan, mungkin aku tidak akan terbawa gila sama denganmu!" bentaknya dengan sangat kencang.
"Sayang, kita pergi ke kamar ya!" ajak Feroza dengan suara yang sangat lemah lembut.
Dengan berontak begitu kuat dan tajam Griselda menjawab, "Aku tak mau, Feroza. Aku tak mau! Aku ingin kau mengingat semuanya terlebih dahulu barulah aku akan menuruti perkataanmu!"
Entah hal apakah yang harus Feroza ingat saat ini karena ia merasa tak ada hal apapun yang bisa ia ingat, terlebih Feroza merasa semuanya aman dan berjalan seperti selayaknya.
"Selda kau ini sangat aneh dan ada-ada saja, lama-lama aku bisa benar-benar gila sama sepertimu!" umpat Feroza sangat enteng tanpa memikirkan keadaan dan juga perasaan Griselda.
"Jangan berkata seperti ini terus, Feroza. Aku tidak akan mengalami semua ini kalau bukan karenamu!" tegasnya lagi masih tak dapat menerima perkataan Feroza kepadanya.
Segera Griselda berdiri dari duduknya lalu ia pergi meninggalkan Feroza begitu saja yang masih terdiam di tempat itu, meskipun Feroza sangat yakin jika Griselda memang mengalami gangguan mental namun tetap saja hal ini membuat Feroza terpikirkan juga begitu penasaran.
Apalagi Griselda mengatakan semuanya secara berulang-ulang sehingga Feroza merasa pasti ada sesuatu hal yang Griselda sembunyikan darinya, "Pasti ada sesuatu hal yang Selda sembunyikan dariku, aku harus mencari tahu mengenai kebenarannya."
"Walaupun aku merasa wanita itu mengalami gangguan jiwa, namun tetap saja aku sangat penasaran dengan maksud perkataan Selda." Feroza melanjutkan gumamnya dengan suara yang lirih sembari terus berpikir keras.
Feroza yang merasa tak ada yang bisa ia lakukan lagi di sana akhirnya memutuskan untuk beranjak pergi dari tempat itu, ia memilih menyusul Griselda ke kamar mereka berdua.
Sejujurnya Feroza masih merasa enggan untuk masuk ke ruangan itu bersama istrinya apalagi ia khawatir jika Griselda akan membuat masalah yang baru tetapi ia juga tak punya pilihan lain, terlebih tubuh Feroza terasa sangat pegal akibat kelelahan mengunjungi tempat yang jauh untuk berbulan madu.
Sedangkan kedua orang tua Feroza yang baru saja beranjak pergi dari halaman rumah keluarga besar Laurence, kini hanya menyisakan Dara dan Frans di sana yang masih terdiam mematung menyaksikan besannya pulang.
"Apakah sekarang perasaanmu sudah jauh lebih baik?" tanya Frans dengan sangat perhatian kepada istri tercintanya.
"Lumayan, tapi tetap saja perasaan cemas itu masih ada selama keraguan terus terpancar jelas dari raut wajah Feroza." Dara menjawab pertanyaan suaminya sesuai dengan apa yang ia rasakan saat ini alias apa adanya.
Dan beruntungnya Dara karena memiliki suami yang sangat pengertian kepadanya bahkan lelaki itu masih tersenyum manis pada Dara karena mengerti bagaimana perasaan istrinya saat ini, "Tak apa, Sayang. Kita akan melewatinya bersama, aku selalu ada di sampingmu."