"Nona Selda!"
Mendengar seseorang memanggil nama Griselda, mereka berdua langsung menoleh ke arah sumber suara dan melihat asisten satu sudah berjalan cepat menuju keduanya.
Masih dengan posisi yang sama Griselda tak membiarkan Feroza terlepas dari belenggunya lalu ia menjawab, "Ada apa?"
"Apa kau baik-baik saja? Apa yang sedang kalian lakukan?" tanyanya dengan wajah yang heran sekaligus sedikit panik.
Dengan sangat santai Griselda berkata, "Kami hanya sedang bermain-main, mengapa kau mengganggu kami?"
"Maafkan aku, Nona. Aku tak bermaksud untuk mengganggu kalian hanya saja ada kabar buruk yang harus aku sampaikan kepadamu," ujarnya terlihat sangat serius.
"Kabar apa?" tanya Griselda mulai merasakan tak enak hati.
"Nyonya Dara jatuh sakit, dan Tuan menyuruh Nona untuk segera pulang."
Segera Griselda bangun dari posisinya dan ia membersihkan sedikit pasir yang menempel di pakaiannya, kabar buruk yang dibawa asistennya sangat mengejutkan bagi Griselda meski ia sendiri tak terlalu dekat dengan ibunya.
Sembari melangkahkan kakinya dengan cepat menuju resort Griselda memerintahkan, "Kita berkemas sekarang, hari ini juga kita harus sampai di rumah."
"Baik, Nona."
Keduanya meninggalkan Feroza begitu saja yang masih terdiam kebingungan, ia masih berbaring di atas pasir pantai dengan wajah yang sedang berpikir keras.
"Pulang? Bahkan kita baru menginap satu malam di sini, mana mungkin pulang secepat itu. Memangnya mertuaku itu sakit apa sampai mereka langsung memutuskan untuk pulang, bukankah seharusnya Om Frans memanggil dokter?" gerutu Feroza yang tak dapat menerima keputusan Griselda kalau mereka akan pulang ke rumah hari ini juga.
Perlahan Feroza berdiri dari jatuhnya dan ia menatap punggung Griselda dengan kekecewaan meski wanita itu sudah beranjak jauh, "Bahkan aku belum mengelilingi tempat ini!"
"Arghh! Menyebalkan sekali!" ketus Feroza lagi sambil berjalan cepat menuju resort.
Mau tak mau Feroza harus mengikuti perintah istrinya karena tak mungkin ia bertahan di tempat itu dengan kabar buruk mengenai ibu mertuanya yang sakit, lagipula Feroza belum mendapatkan bagian penting yang ia inginkan dari wanita itu.
Sesampainya di dalam resort, Feroza melirik sinis ke arah istrinya yang sedang duduk manis di atas kasur dalam keadaan barang-barang mereka yang sudah di kemas dengan rapih.
Jelas saja hal ini membuat Feroza kebingungan sebab rasanya terlalu cepat jika Griselda bisa merapihkan semua barang mereka terlebih hanya beberapa menit perbedaan keduanya sampai di resort, "Mengapa cepat sekali merapihkan semua barangnya?"
"Asisten-asistenku yang melakukannya," sahut Griselda datar.
Feroza yang masih merasa ragu untuk pulang dari tempat itu memutuskan bertanya pada istrinya mengenai keputusan yang telah ia buat, "Selda, apa kau yakin akan pulang sekarang juga?"
"Ya, memangnya kenapa?" tanya balik Griselda heran.
"Tak ada maksud apa-apa, aku hanya berpikir mungkin ibu mertua sakit biasa dan kita masih bisa pulang lain waktu." Feroza membujuk Griselda dengan lembut agar wanita itu mau membatalkan keputusannya.
Kesal dengan perkataan suaminya Griselda langsung menunjukkan wajah tak sukanya dan ia menjawab, "Ibuku sakit jadi aku harus segera pulang, apakah sebagai seorang menantu kau sama sekali tidak memiliki rasa khawatir?"
"Bukan begitu Griselda, aku hanya merasa kalau datang ke tempat ini tidaklah murah dan jaraknya juga cukup jauh."
"Setiap hari pulang pergi ke tempat ini sekalipun, aku sama sekali tidak akan mempermasalahkan uang!" tegas Griselda dengan penuh penekanan.
Melihat istrinya yang sudah beranjak pergi setelah memberikan tamparan keras kepada Feroza melalui perkataannya membuat lelaki itu hanya bisa diam dan tak berkutik sama sekali, kejadian seperti ini sudah terjadi dua kali yang mana Feroza merasa dirinya direndahkan.
Meskipun tidak secara langsung namun tetap saja Feroza merasa tersinggung mendengar ucapan Griselda, dirinya sadar jika pernikahannya dengan sang istri memang atas dasar harta sebab ia datang tanpa membawa apa-apa.
"Sialan, bisa-bisanya dia terus merendahkanku seperti ini!" gerutu Feroza dengan rahang yang sudah mengeras hebat.
Sambil terus menahan emosinya yang menggebu Feroza hanya bisa menggerutu dengan pelan agar Griselda tak mendengarnya, "Kita lihat saja! Aku akan pergi meninggalkanmu setelah aku mendapatkan semua yang aku inginkan, dan kau tidak akan pernah bisa merendahkan aku lagi!"
Sedangkan di rumahnya saat ini yang sudah sangat mirip istana, Frans dan Dara sedang sedikit berbincang dengan tenang apalagi keadaan Dara yang begitu mengkhawatirkan membuat Frans tak tega jika harus menambah beban pikiran istrinya.
"Kau tak perlu khawatir mengenai masalah apapun, karena aku akan memastikan Griselda selalu baik-baik saja lagipula asisten kita pasti menjaganya dengan sungguh." Francis kembali berusaha menenangkan Dara yang sejak kemarin terus mencemaskan putri tercintanya.
Bagaimana mungkin Mariam tidak merasa khawatir pada Griselda sedangkan anak wanitanya menikah dengan lelaki yang hanya mengejar harta mereka, apalagi sebagai seorang ibu Dara bisa melihat jika tak ada sedikitpun ketulusan di hati Feroza kepada putrinya.
Mariam takut kalau Feroza akan mencelakai ataupun menyakiti perasaan Griselda terlebih putrinya mengalami sedikit masalah mental, "Aku tetap merasa khawatir pada Selda, Feroza bisa saja melakukan hal yang buruk kepada putri kita."
"Aku tahu Feroza tak mencintai Selda, tapi aku yakin kalau lelaki itu pasti menepati janjinya dan kalaupun ingin berpisah maka akan dilakukan dengan cara yang baik."
Perkataan Frans memang ada benarnya namun Dara tidak akan pernah merasa tenang sebelum ia melihat putrinya baik-baik saja, "Bagaimana kalau nanti aku meninggal, apakah kau bisa berjanji kepadaku untuk menjaga Selda dengan sungguh-sungguh dan selalu membuatnya bahagia?"
"Tentu saja, Sayang. Tanpa kau katakan seperti itu aku pasti akan menjaga Selda sepenuh hatiku karena dia adalah putri kita, lagipula menikahkan Selda dengan Feroza adalah salah satu usahaku untuk membuatnya bahagia."
Kali ini Dara terdiam mendengar tutur kata Frans yang lebih benar dari apapun lalu ia menjawab, "Ya, kau benar. Karena Selda sendiri yang memintanya, meskipun kita tak tahu dari mana Selda mengenal lelaki itu."
"Tapi menurutku menikahkan Selda dengan lelaki itu adalah kesalahan besar yang akan berujung penyesalan," ujar seorang lelaki yang baru saja masuk ke dalam ruangan itu dengan pakaian formalnya.
Keduanya langsung menoleh ke arah putra sulung mereka dengan sedikit terkejut, apalagi Frans yang nampak tak suka dengan kedatangan anaknya sendiri sebab ia masih kesal pada Eroz yang tak hadir di acara pernikahan Selda.
"Mengapa kau tiba-tiba pulang ke rumah?" tanya Frans sambil memalingkan wajahnya dari Eroz.
Eroz tersenyum tipis melihat tingkah ayahnya yang masih kesal pada dirinya, "Apa ayah tak senang melihat anakmu ini pulang ke rumah?"
"Tentu saja tidak, kau bahkan tak hadir di acara pernikahan adikmu sendiri."