"Anjir! Lagi ngapain nih!"
Sahutan yang cukup keras itu menyentak keduanya. Spontan Kaia pun mendorong tubuh Oscar, sehingga dirinya terpaksa mundur ke belakang.
Decihan langsung tersembur dari mulut sosok berkacamata itu.
"Kalian, pasti mau ena—"
"Bacot!" potong ketua OSIS. Lirikan matanya mendadak tajam dan membungkam mulut Kaia juga Ellio yang mengganggunya. "Ngapain lo ke sini?"
"Ambil buku lah, ngapain lagi," sambil menyengir melewati mereka. Bahkan alis juga ikut dinaik-turunkan membuat Kaia memilih membuang muka. "Tunggu sebentar, seharusnya gue yang nanya, kalian berdua ngapain di sini?"
"Dihukum."
"Mengawas."
Kaia dan Oscar menjawab bersamaan, sedangkan Ellio melongo dibuatnya. "Dihukum? Lo? Emang lo ngapain?"
"Telat, bolos, pacaran," belum sempat gadis itu menjawab sosok berkacamata sudah duluan bersuara.
Ketua basket yang mendengar menatap tak percaya ke arah mereka. Langkahnya langsung mendekati keduanya.
"Serius, Kai? Lo udah punya pacar? Siapa?"
"Kamu percaya?"
Ellio terdiam. Ia pun menoleh ke arah Oscar yang dibalas senyum remeh sang pemuda. Bahkan tawa pelan ikut pecah di mulutnya.
"Jangan bilang nih bocah—"
"Ya gak lah," selanya cepat. Oscar yang mendengar itu menatap sebal ke arah Kaia. Dirinya sangat tak suka dengan jawaban gadis di sampingnya.
"Bagus deh, lagian lo berdua emang gak cocok."
"Maksud lo?" nada suara ketua OSIS mendadak berubah. Bahkan bukan hanya itu saja, ekspresi yang dipancarkan terasa mencekam. Ellio terpaksa meneguk ludah kasar akibat tekanan milik temannya.
Sepertinya ia baru saja menginjak ranjau di antara mereka.
Kaia yang menyadari perubahan keadaan pun langsung mencairkan suasana.
"Oh ya, El. Katanya tim basket bakalan tanding sama sekolah lain ya? Kapan rencananya? Aku jadi gak sabar pengen ikutan nonton."
Perhatian dua remaja itu segera teralihkan. Berbeda dengan Ellio yang tampak berminat, topik barusan membuat Oscar memasang muka jengah. Seolah tak suka jika Kaia lebih memilih bercengkerama bersama sosok di depannya.
"Gue cabut," tanpa menunggu balasan keduanya. Ellio dan Kaia pun saling melirik aneh ke arah ketua OSIS yang sudah menjauh dari mereka.
"Anjir, kelihatan banget cemburuan tuh bocah," lirih pemuda yang melonggarkan dasi di lehernya sambil menggelengkan kepala.
"Cemburu?"
"Iyalah. Emangnya lo gak sadar? Orang bego juga tahu kali," Ellio terkekeh pelan.
Sementara Kaia masih saja memasang muka polosnya. "Cemburu? Tapi sama siapa? Kita berdua? Dia suka sama aku?" tanyanya dengan tatapan tak percaya.
Ketua tim basket itu melongo dibuatnya. "Lo— lo gak sadar? Bangke! Lo gak peka?! Parah lo Kai! Selama ini lo ke mana aja? Sudah jelaslah kalau Oscar suka sama lo, parah ... parah ... parah, sia-sia perhatian temen gue ke lo gak tahunya lo gak peka, kalau dia dengar bisa-bisa gantung diri di pohon toge tuh bocah," ucapnya sambil berdecak pelan.
Kaia memilih membuang muka. "Sudah ah, malas aku denger candaan kamu. Aku mau beres-beres dulu, bye," dirinya pergi begitu saja.
Pandangan takjub terukir jelas di wajah Ellio yang menyaksikannya. "Parah, pinter doang tapi gak peka. Pantas banyak yang bilang orang pintar goblok hatinya. Nih contohnya," ia pun berlalu dari sana. "Eh, anjir! Gue bukannya mau ambil buku ya? Gara-gara kaum bucin gue jadi lupa kan!" gerutunya dan kembali lagi ke perpustakaan.
SMA Astrada.
Salah satu sekolah elit di ibukota. Terkenal dengan murid-murid yang banyak mengikuti perlombaan cabang olahraga. Memanah, berkuda, dan basket menjadi klub paling diminati di sana.
Tak terhitung berapa banyak penghargaan berhasil diraih dalam bidang ketiganya.
Dan tentunya setiap sosok yang mampu mengharumkan nama mereka di ketiga klub itu akan menjadi bunga bahkan di mata sekolah tetangga.
Salah satunya seorang gadis bernama Adria Mychella. Primadona terbaik di jurusan IPA. Tak hanya mahir memanah dan berkuda, tutur kata yang tegas serta paras cantik dalam balutan rambut pendek sebahu memaksa para penonton untuk mengaguminya.
Banyak murid laki-laki mendambakan Adria tapi sayang nama seorang ketua geng Vayrez dari SMA Astoris Panama berhasil memaksa mundur mereka.
Para siswa sadar kalau sosok bernama Ben Emanuel Alkarki bukanlah tandingan untuk mendapatkan Adria.
Tampan, seorang pemuda dengan latar belakang tak bercela, bisnis orang tua merambah di mana-mana, ketua geng yang sangat dikagumi serta kemampuan bertarungnya memaksa lawan berpikir dua kali untuk menantangnya.
Sebagian besar siswa laki-laki SMA Astrada sudah mengetahui kalau Adria dan Ben memang berhubungan khusus walau bukan istilah pertunanganlah yang ditangkap telinga mereka.
"Zay!" gadis berambut pendek itu tampak berjalan terburu-buru. Di tangannya ada sebotol minuman, sambil diiringi tatapan iri murid-murid di sekitar ia terus mendekat pada seorang pemuda yang bersantai di pinggir lapangan.
Sindiran pelan dari kaum hawa tak henti-hentinya di arahkan pada sosok bernama Adria Mychella.
"Nih, minuman buat lo," sodornya pada siswa itu.
Kemeja yang digulung asal-asalan serta dandanan rambut acak-acakan semakin mengobarkan ketampanan laki-laki yang menatap tak minat gadis di depannya.
Seolah mengabaikan Adria sang pemuda kembali melanjutkan aktivitasnya. Matanya kembali fokus pada komik di tangan.
"Zay, lo denger gue gak sih? Gue udah capek-capek beliin minum buat lo lho," ucapnya sambil memanyunkan bibir.
"Yang nyuruh lo siapa? Minggir, lo ganggu ketenangan gue," sindirnya.
Tawa pelan langsung terdengar di telinga mereka. Siapa lagi pelakunya kalau bukan para murid cewek yang berdiri tak jauh dari keduanya.
"Gak sadar diri. Udah diusir juga masih aja ngeyel. Cewek murahan."
"Iya tuh, sok kecakepan. Modal tampang aja belagu," ledek yang lainnya.
Wajah Adria langsung memerah mendengar itu semua. "Maksud kalian apa?!" teriaknya tiba-tiba. Sontak mereka menjadi pusat perhatian.
Laki-laki yang tadi di dekati Adria menatap malas perdebatan itu. Ia bangkit dari posisinya, namun saat hendak melangkah kehadiran cewek tadi menghentikan dirinya.
"Zay, lo pasti risih banget ya? Emang sih, Adria itu cewek gak tahu diri. Sudah jelas kalau lo gak suka tapi dianya masih aja kecentilan. Emang gak pernah sadar diri," tekannya dengan tatapan tajam ke arah Adria.
Pemuda dengan name tag Zayuno Araja pun langsung geleng-geleng kepala. "Bukan cuma dia aja, lo juga bikin gue sakit kepala. Minggir-minggir, ganggu ketenangan gue aja," kesalnya dan memilih pergi dari sana.
Tak jauh dari perdebatan itu, seseorang dengan seragam basket tampak tertawa pelan. Entah apa yang lucu dari penampakan barusan, langkahnya pun segera mengikuti pemuda yang telah meninggalkan lapangan.
"Kalau mereka tahu siapa lo, gue yakin tambah banyak cewek yang jadi lalat di sekitar lo, Yun. Mau gue sebarin gak?"
Zayuno yang sedang bersiap-siap untuk pulang pun menoleh ke belakang. Terlihat di pintu masuk kelas rupa sang sahabat dengan cengiran menyebalkan miliknya telah menanti agar dihujat.
Sambil mengedarkan pandangan malas segera diambilnya sebotol minuman dalam kolong meja dan melemparnya.
"Wuih, minuman dari fans lo lagi nih. Gak di pelet kan?"
"Bacot," ocehnya sambil melewati sang pemuda. Sosok berseragam basket pun tak bisa menghentikan tawa.
"Yuno ... Yuno. Sikap lo benar-benar bikin gue terhibur," minuman itu langsung diteguknya sampai habis.