Chereads / Pseudo : THE CHEATER'S SONG / Chapter 24 - 24. Pecah

Chapter 24 - 24. Pecah

Suara klakson menemani perjalanan Gabriella. Tak terhitung berapa banyak umpatan mengalir untuk dirinya karena mengendarai mobil secara ugal-ugalan.

Sayangnya cairan bening perwakilan kesedihan terus luruh ke pipi merona. Ia kecewa sekaligus sakit hati melihat ekspresi Ben sebelumnya.

Tak dapat dipungkiri ingatan semalam terus bersenandung di kepala, berbisik agar membenci sang sahabat yang mengatakan cinta penuh luka.

Dia kesal dan benar-benar kecewa.

Tapi hal serupa juga dilakukan Ben Emanuel Alkarki. Mengendarai motor seperti orang kesetanan di jalanan. Tak peduli dengan tingkat keselamatan, ia menyalip banyaknya kendaraan dan berhasil mencegat mobil putri Ahmadia.

"Lo gila!" umpat Gabriella begitu keluar dari kendaraannya. "Kalau mau cari mati ya gak gini juga!"

Dirinya begitu menggebu-gebu dalam berbicara. Belum sempat melirihkan kalimat selanjutnya, Ben sudah membungkamnya dengan sebuah pelukan.

Terasa nyata debaran di antara mereka, tapi milik pemuda Alkarki lebih keras sensasinya.

"Maaf. Maafin gue, El."

Sontak pelukan dilepas paksa gadis itu. Ia tatap tajam pemuda di hadapan, sambil mengacungkan jari telunjuk ke depan wajah Ben.

"Maaf? Gue gak butuh maaf lo. Lo gak salah, Ben. Gue aja yang terlalu bodoh selama ini. Gak sadar diri kalau cowok yang gue suka memang gak bakalan pernah bisa gue miliki."

Air mata kian tak terbendung di rupa. Sakit memenuhi hati juga otak Gabriella, memaksanya untuk melontarkan apa pun yang dirasa.

"El, maafin gue. Gue mohon, tolong dengar—"

"Gak ada yang perlu dijelasin lagi, Ben. Udah cukup! Gak usah lo jelasin apa pun lagi! Gue udah sadar diri, kalau kita cuma sahabatan dan Adria tunangan lo sebenarnya. Gak ada yang perlu lo jelasin lagi, karena gue juga bakalan bertunangan sama orang lain."

"El!"

"Pergi! Gue gak mau ketemu lo lagi!"

"Lo gak bisa kayak gini," pemuda itu tiba-tiba mencengkeram lengannya.

"Lepasin gue! Gue bilang lepas! Lepas!"

Tanpa aba-aba pukulan mendarat sempurna di pipi kanan putra Alkarki. Hampir saja ia kehilangan keseimbangan, dan sorot matanya menajam melirik pelaku penyerangan.

Seorang pemuda tak asing yang sangat memburu emosi.

"Bangsat!" umpatnya hendak menyerang balik.

Tapi cekalan di lengan menghentikan langkah ketua Vayrez. Ia tertegun begitu menyadari kalau bajingan di depannya tidaklah sendirian.

"Lo ketua geng Vayrez kan?" Zayuno bersuara. Perlahan ia lepaskan cengkeraman miliknya. "Gue harap lo gak ceroboh, Ben Emanuel Alkarki."

Amarah yang tadinya menyeruak entah kenapa langsung sirna. Kedua pemuda dilirik bergantian namun saat bertemu pandang dengan Rezil, Ben tak dapat menyembunyikan kebencian.

Dan semua karena gadis yang berlindung di belakang sosok itu.

"El—"

"Apa?" Rezil malah menyela. "Gue rasa lebih baik kita beresin semuanya di sini. Biar lo gak lancang lagi buat dekatin tunangan gue."

Zayuno terbelalak. Tanpa ragu ditatap lekatnya Gabriella, seperti sedang menilai keindahan gadis yang diakui tunangan oleh sahabatnya. Namun respons berbeda tampak nyata di wajah ketua geng Vayrez.

Kekesalan dan murka terlukis. Dan jangan lupakan tangan terkepal seakan tak sabar merobek mulut di wajah tampan lawannya.

"Tunangan? Cuma karena ikatan bisnis, lo pikir bisa menghalangi gue?"

Tawa tiba-tiba pecah di mulut Rezil yang mendengarnya. Seperti lelucon yang berkoar di sana, ia begitu terbahak sambil memegangi perut. Tatapan bingung mengiringi ekspresi tiga orang di sekitar.

"Lo? Eh, El. Lo dengar dia gak? Bisa-bisanya orang yang mencium cewek tadi malam malah cemburuan sekarang. Otak lo di mana? Mau jadi buaya? Salah orang lo. Mending lo pergi sekarang," raut wajahnya mendadak serius.

Bahkan bukan hanya itu saja, perubahan suasana juga terjadi di antara mereka. Ledekan Rezil tampaknya berhasil menyulut emosi lawan. Ben tak hanya dibuat meradang, tapi juga di permalukan di depan pujaan.

Kedua tangannya terkepal secara bersamaan.

"Ares," satu kata Zayuno namun berhasil menyentak kesadaran mereka. "Gue gak tahu kalian ada hubungan apa, tapi jangan sampai perang pecah di antara kita. Cuma karena kecerobohan ketua geng Vayrez akibat cinta. Lo paham maksud gue kan?"

Tak dapat dipungkiri kalau Ben begitu terkejut mendengarnya. Laki-laki di depan mata sangat santai saat bersuara. Bahkan auranya juga terasa biasa saja.

Bagaimana bisa dia mengungkit geng itu tiba-tiba? Batin Ben bertanya-tanya ada hubungan apa orang-orang ini dengan komplotan lawan. Mengingat geng itu pernah terlibat pertarungan tak berkesudahan dengan Vayrez di bawah naungannya.

"Siapa kalian?"

"Gue rasa lo udah bisa menebaknya lewat seragam kita," lirikan Rezil sekarang beralih ke Gabriella. "Lebih baik lo pergi, kecuali lo memang mau terlambat ke sekolah."

Gadis itu terkesiap dan terburu-buru memasuki mobil. Sekilas tatapannya sempat beradu dengan sang pujaan. Tersirat kecewa di antara keduanya namun Gabriella memilih pergi meninggalkan mereka. Membiarkan Ben berurusan dengan calon tunangan sekaligus orang asing tak dikenalnya.

"Ayo Yun," ajak Rezil menuju motornya.

Sosok yang dipanggil mengangguk dan mengikuti sang sahabat. Akan tetapi ucapan Ben berhasil menghentikan langkah mereka.

"Jadi, kalian Ares ya?"

"Ares atau bukan, jaga batasan lo Alkarki. Lo gak serakus itu kan? Sampai pengen miliki dua cewek secara bersamaan. Gue rasa cewek yang lo cium semalam sudah serasi buat lo. Sampai jumpa," kedipan nakal bahkan dilontarkan Rezil padanya.

Zayuno yang melihat hanya bisa geleng-geleng kepala, karena bagaimanapun ia sudah hapal dengan tingkah menyebalkan sang sahabat.

Walau menjauh tapi punggung keduanya masih ditatap lekat lawan bicara. Sampai akhirnya lenyap sepenuhnya dari pandangan. Ben pun menengadah menyaksikan pesona langit di atas sana. Ditemani kekacauan di hati mengingat hubungannya dengan Gabriella.

Ia pun akhirnya memilih membolos ke markas Vayrez.

Dua menit lagi pintu pagar akan ditutup. Untung saja putri Ahmadia tepat waktu ke sekolah karena jika tidak entah bagaimana nasibnya. Siap-siap saja dengan ocehan Aldo yang pedas ke telinga.

"Kai!" panggilnya begitu memasuki kelas. Anak-anak di sekitar ada yang melirik sinis dan kagum dengan Gabriella, pesonanya memang luar biasa. Sayang tak banyak yang ingin berteman dengan primadona geng Vayrez.

Mereka cemburu padanya.

"Kai, lo kok diam aja sih?" tangannya menyentuh dagu gadis itu. Tapi bunyi tepisan kasar mengejutkan mereka. Dan jangan lupakan tatapan dingin Kaia pada teman sebangkunya. "Kai, lo—"

"Jaga batasan lo!" tekannya. Segera diambilnya tas dan pergi dari sana. Menuju meja paling pojok yang hanya dihuni seorang cowok tukang tidur di kelas.

Gabriella jelas syok dengan perlakuannya. Dicekalnya sang sahabat sambil dihiasi ekspresi penuh tanda tanya.

"Kai, lo kenapa sih? Gue ada salah sama lo? Kalau iya bilang jangan kayak gini," suaranya mulai terdengar serak.

Murid-murid di sekitar pun terdengar membicarakan keduanya, tapi Kaia tak peduli dengan mereka. Selain lirikan datar yang dipamerkan pada sahabat beruraian air mata.

"Mulai sekarang gak usah dekat-dekat gue lagi. Anggap aja kita gak pernah saling mengenal. Lo tahu?" Kaia tiba-tiba berdiri dan menyentuh ujung rambut temannya. "Gue muak sama lo, Gabriella Leona Ahmadia."

Selesai mengatakan itu sosoknya berlalu dari sana. Meninggalkan keterbungkaman sang sahabat yang terisak. Sakit di dada tak dapat dilukiskan, ini lebih perih dari pengkhianatan Ben sebelumnya.

Gabriella pun meraung dalam posisi terduduk di lantai kelas.

Kehebohan di kelas putri Ahmadia pun sampai ke telinga kelas lainnya. Bagaimana tidak, pecahnya pertemanan dua sahabat menjadi topik terpanas sekolah.

Antara sang murid pintar juga primadona Astoris Panama. Bahkan anak-anak geng Vayrez masih tak percaya dengan gosip di grub ghibah sekolah.