Chereads / KERATON, SARANG SERIGALA / Chapter 2 - Part 1:Bukan Jakarta Dunia Metrapolitan; Tapi Jogja Kota Gudangnya Uang

Chapter 2 - Part 1:Bukan Jakarta Dunia Metrapolitan; Tapi Jogja Kota Gudangnya Uang

MENDUNG sedang bergayut di langit Yogyakarta, bukan kota Metrapolitan yang begitu ternama seperti Jakarta, namun kota ini terkenal sebagai kota pelajar dan ternaung dari sabang hingga marauke. Langit kelihatan begitu suram dan murka, menandakan tidak lama lagi hujan deras akan turun. Welcome to Indonesia! Kalau tidak hujan, hari itu akan panas terik. Dan putaran yang sama akan berlaku tiap hari. Berbeda dengan negara Eropa dan sekelilingnya, musim disana berganti sebanyak empat kali. Ada musim panas, musim salju, musim gugur dan musim semi.

''Aneh! Mereka dari Amerika dan Eropa suka banget liburan ke bali yang panas, kita orang Indonesia kebanyakan bermimpi untuk pergi ke negara mereka untuk melihat salju.''

''Kita sepatutnya bersyukur. Indonesia itu negara yang kaya. Kita punya batu bara, minyak, tambang emas dan banyak lagi.'' Ucap Raka, tipikal anak pertambangan. Raka belajar di UPN Yogyakarta (Universiti Pembangunan Nasional). Dia mengambil jurusan Geologist. ''Walaupun negara kita Cuma ada musim panas dan musim tengkujuh!''

''Buahahahaha! Dasar anak tambang itu bener-bener beda sama kita anak ekonomi!'' Leo tercekik-cekik dan mengeleng-gelengkan kepalanya.

''Gue anak Teknik!'' Yuliana memotong si Leo yang sedang tercekik-cekik. ''EH, tapi bener loh! Orang bule pengen hitam. Kita orang Indonesia pengen putih, keluar rumah aja kalau panas-panas harus makai payung.''

''Karna kita sedar diri, kita bukan bule. Tapi bule abal-abalan. Kalau kita mau panas-panasan kaya bule, kulit kita bukan tan lagi, tapi tan bergosong!'' Ani pun tertawa.

''Syukurlah kalian semua menyedari fakta itu.'' Sahut si Raka.

Inilah Yogyakarta. Bukan kota metropolitan yang terkenal sebagai pusatnya para miliyarder, orang-orang ternama dan mereka yang mencari mimpi seperti kota Jakarta. Karna memang, Jakarta itu dikenali sebagai kota para pemimpi. Banyak yang rela merantau dari jauh, demi mengejar cita-cita mereka di kota yang pesat itu. Tidak seperti Yogyakarta, yang banyak dari mereka kenali sebagai kota jawa yang mempunyai dan mengamalkan gaya keraton jawa yang begitu kental. Namun fakta buruknya, kota keraton ini juga mempunyai sisi gelap yang sudah tidak lagi menjadi rahasia bagi penghuni disini. Kalau kita sering liat di TV, berita, sosmed, keburukan dan nilai positif di Jakarta sudah tidak asing lagi. Tapi apakah kalian tahu? Bahwa Jogja juga dikenali sebagai 'Los Angeles' nya Indonesia. Kehidupan disini tidak kalah jauh dengan kehidupan dunia barat. Alkohol dimana-mana, yang mabok bukan saja orang timur namun orang jawa juga sudah merata. Perkelahian dan markas preman ada di merata tempat, gaya hidup bebas sudah menjadi kebiasaan. Jika kita melihat pelajar universitas tinggal satu kosan sama pacar mereka, orang yang melihatnya sudah tidak heran lagi karna kejadian seperti itu terjadi dimana-mana. Mereka mengamalkan, urusan lo urusan lo, urusan gue urusan gue, jangan ikut campur lo.

Jogja itu tidak semanis yang mereka bayangkan. Memang kotanya para pelajar, banyak yang datang merantau jauh-jauh demi menimba ilmu disini. Khususnya yang datang dari luar jawa. Makanya Jogja menjadi kota beraneka. Banyak kejadian kriminal yang terjadi. Tapi bukan berarti orang-orang disini sekejam yang kita bayangkan, ada orang baik juga. Dan bukan berarti kita mudah percaya dengan mereka, karna sifat manusia dan hati mereka kita tidak mengetahuinya juga. Intinya, tinggal di Jogja itu, harus berhati-hati dan jaga diri. Karna di Jogja juga, bisa menjerumuskan seperti kota Jakarta.

Di bawah langit yang mendung dan tidak cerah itu, di Pakis kafe, berdekatan dengan Maguwoharjo yang tidak jauh dengan jalan solo itu, empat sekawan yang sedang berdebat seru ihwal kehidupan budaya orang bule dan orang Indonesia sendiri. Pertemanan mereka berawal dari tidak saling mengenali satu sama lain. Mereka ditemukan karna mereka kerja sekantoran. Leo berasal dari Bekasi, dialah satu-satunya dari empat sekawan yang dilabelkan orang asli Jaksel yang gaya gaulnya juga tidak mengalahkan orang Jaksel. Raka berasal dari Atambua, Nusa Tenggara Timur. Kemudian waktu jaman perkuliahan Raka belajar di UPN Yogyakarta yang kemudian bertemu dengan Ani yang berasal dari Solo. Kalau Yuliana, dia juga kuliah di Yogyakarta sebelumnya. Namun berbeda kampus dengan Raka dan Ani. Yuliana merupakan alumni kampus UKDW. Raka dan Yuliana sudah saling mengenali satu sama lain karna mereka berasal dari sekecamatan di NTT. Waktu jaman SMP hingga SMA juga mereka berdua belajar sama sekolahan. Jadi Yuliana dan Raka sudah tidak begitu asing dengan satu sama lain. Persahabatan dan keakraban mereka sudah terkenal di kantor.

Diantara empat sekawan, Yuliana lah yang menjadi senior kantor mereka. Karna Yuliana sudah bertahan dikantor mereka selama lima tahun. Yuliana bekerja sebagai konsultan di kantor mereka semenjak Yuliana masih kuliah lagi. Dan sebelumnya Yuliana tinggal di sebuah apartemen yang tidak jauh dengan kampusnya itu. Kemudian setelah Yuliana lulus dari kuliahnya, Yuliana pindah kos-kosan yang tidak jauh dengan kantornya di daerah Kledokan. Karna skema pekerjaan di kantor memerlukan Kerjasama tim, dari situlah Yuliana mengenal Ani. Waktu itu Ani bekerja sebagai admin disalah satu perusahan retail yang terletak di Godean. Suatu hari Ani mengalami masalah dengan pihak perusahaannya, tidak lama kemudian Ani memutuskan untuk resign dan melamar menjadi konsultan di kantor Yuliana melalui akun LinkedIn nya Yuliana. Yuliana pun merekrut Ani untuk bergabung di timnya.  

Kalau Raka ceritanya yang beda. Sebelumnya Raka berkerja sebagai Geologist disebuah perusahaan pertambangan di Atambua. Ketika kontrak kerjanya habis, Raka menghubungi Yuliana yang berada di Yogyakarta untuk mencari loker disana. Karna memang sistem pekerjaan Yuliana berkonsepkan team building, jadi Yuliana menawarkan Raka untuk bekerjasama dengannya untuk membangun team yang lebih besar lagi. Raka pun memutuskan untuk merantau ke Yogyakarta kembali dengan bantuan Yuliana. Kota Yogyakarta sudah tidak asing lagi untuk Raka, karna Raka sudah begitu paham dan mengenali kota keraton itu semenjak jaman perkuliahannya. Mereka bilang Jakarta itu kota yang keras. Berbeda dengan Yogyakarta. Begitu mudah bagi mereka yang tidak memahami isi kota Yogyakarta, yang aslinya tidak kalah jauh dengan kerasnya Jakarta. Tapi Raka masih bisa bertahan juga. Walaupun perjalanan penuh dengan lika liku. Memang, kehidupan berkonsepkan persistence akan membuat seseorang bertahan. Apapun itu cabarannya. Membuat seorang lebih kebal dan bertahan. Itulah kemandirian. Dan itu juga merupakan salah satu efek hidup merantau di Jogja. Apalagi Raka, anak lelaki satu-satunya dalam keluargannya. Kehidupannya diselimuti dengan ekspektasi. Kedua kakaknya sudah menikah. Tanggungjawab anak lelaki dan anak perempuan berbeda. Raka harus bekerja keras demi menghidupi kedua orang tuanya dan mengkuliahkan adik perempuannya yang berada di Surabaya. Makanya, ketika perusahaan pertambangan tidak memperpanjang kontrak kerjanya, Raka harus mempunyai plan B karna waktu itu emas baginya. Bukan hanya untuk dirinya, namun untuk keluargannya.

Kisahnya Leo berbeda dengan kisah Ani dan Aden. Leo merupakan anak seorang usahawan di Jakarta. Ayahnya merupakan pengusaha jual beli mobil bekas. Manakala Ibunya mempunyai restoran sendiri. Leo masih kuliah di sebuah university swasta. Dia mengambil jurusan kedokteran. Mengapa Leo bekerja sambilan sebagai konsultan, karna dia ingin menambahkan pengalamannya dan hanya untuk memuaskan rasa isengnya itu. Leo itu, otaknya memang cerdas dan pinter. Anak yang berakademik. Namun, Leo juga dikenali sebagai Playboy dari Jaksel. Orangnya tinggi, sesuai untuk menjadi basketball player. Rambutnya agak keriting, hidungnya mancung. Karna ibu Leo merupakan keturunan orang Manado dan Portugal. Manakala dari keluarga ayahnya berketurunan orang Tionghoa campuran dengan orang timur. Pantas saja kulit Leo merupakan campuran warna kulit yang langka dijumpai di Indonesia, mukannya juga seperti muka orang luar. Tidak heran cewek mau mengejar-ngejar Leo. Dan dari kisah kehidupan empat sekawan ini, kehidupan Leo lah yang paling enak, karna Leo dari kecil tidak pernah mengenali yang namanya hidup susah. Setiap orang itu, mereka mempunyai kisah yang unik dan masing-masing memiliki pengalaman hidup yang berbeda.

Kafe Pakis ini terkenal dengan kafe mahal. Karna memang, semua menu disini harganya serba mahal. Paling murah minuman air putih yang harganya segelas 5 ribu, dan espresso kopi hitam kecil yang kental harganya 15 ribu Tapi kafenya enak untuk dijadikan tongkrongan, tongkrongan berkelas mereka namakan. Kalau setiap malam minggu, Kafe Pakis akan mengadakan live musik. Dan empat sekawan ini telah menjadikan Kafe Pakis sebagai markas tongkrongan mereka setiap malam minggu mahupun hari biasa. Di kafe ini, mereka juga sering melakukan prospekan dan pertemuan. Jadi pekerja di kafe Pakis ini sudah tidak asing lagi dengan muka-muka anak kantoran seperti mereka. Tambahan pula, kafe ini letaknya tidak jauh dengan kantor. Kalau mereka yang suka jalan kaki, kira-kira akan mengambil 10 menit perjalan begitu dari kantor. Tapi rata-rata anak di kantor mereka tidak mahu berjalan kaki, apalagi kalau ingin melakukan prospekan atau pertemuan. Rata-rata dari mereka akan menggunakan fasilitas mobil kantor, kalau nggak pakai Grab atau Maxim.

''Udah jam berapa Leo?'' Raka bertanya dengan Leo. Sial. Iphone kesayangannya Raka yang dia beli dari susah payahnya sendiri baterinya habis. Karna Raka lupa untuk membawa powerbanknya yang ketinggalan di kosannya. Memang sial nasibnya itu.

''Udah mau jam satu nih. Emangnya ko ada appointment ka?'' Yuliana yang menjawab pertanyaan Raka bukannya Leo yang sedang sibuk mengechat di Tinder.

''Njirr! Jam setengah dua nanti, sama calon MGM.'' Raka mengaruk-garuk rambutnya dengan kesal. Karna itu memang sudah kebiasaan Raka, on time. Raka akan mempersiapkan dirinya satu jam sebelum jam appointment nya, dan dia yang akan sentias sampai di tempat yang dijanjikan lebih awal. On time dan on the spot, Raka memegang konsep itu dengan sungguh-sungguh. Jadi jikalau dia hanya memiliki waktu kurang dari sejam sebelum pertemuan appointmentnya, Raka akan merasakan frustrasi yang luar biasa. Padahal dia belum telat.

''Nyantai aja kali, masih ada waktu kok. Emang App lo dimana Raka?'' Ani dengan santainya meneguk iced cappuccino nya. Tatapannya menghadap ke arah Raka.

''Di Taman Siswa.''

Yuliana dan Ani tidak begitu kaget mendengarnya. Ekpresi Leo yang terlihat begitu terkejut. ''WOW, FANTASTIC BABE! Abang, udah berani sampai kesana ya! Hebat!''

''Otak kau itu kotor sekali Leo! Aku nggak booking room disana, lebih precise nya kita ketemuan di salah satu restoran berdekatan dengan Taman Siswa. Ini calon MGM.'' Sahut Raka dengan ekspresi wajah sedikit merah.

Leo hanya memberikan thumbs up dan wink ke Raka, yang membuat bulu keduknya berdiri dan merinding. Benar-benar, Raka sendiri tidak paham kenapa tempat tersebut dinamakan sebagai taman siswa. Kenapa bukan Hotelnya para mahasiswa sekalian. Karna di tempat tersebut, sudah terkenal dengan booking room, dan bukan saja mahasiswa yang sering booking room disana, bahkan mantan siswa dan orang dewasa juga sudah tidak asing lagi dengan tempat yang namanya Taman Siswa.