Tepat pada pukul 12.30 PM, bel masuk berbunyi. Menandakan bahwa waktu istirahat selama 20 menit telah usai. Sesuai dengan perintah Mamanya, Lariena kembali ke kelas. Di dalam kelas itu ia duduk terdiam sembari mengamati keadaan kelasnya. Tidak ada satu orang pun yang ia kenal, kecuali Radithya. Bahkan Radithya bukan teman sekelasnya di masa SMA karena mereka bersekolah di tempat yang berbeda. Ruangan kelas ini pun terasa asing baginya. Sangat mirip dengan set yang berada di studio film.
Lareina juga memperhatikan badge sekolah yang terpasang di lengan seragam setiap murid, termasuk dirinya, yang bertuliskan SMA Bina Bangsa. Lareina sendiri merupakan lulusan dari SMA Negeri 12, bukan SMA Bina Bangsa. Mendengar nama sekolah itu saja ia tidak pernah.
Belum lagi pekerjaan Mamanya yang semula merupakan mantan penari balet yang sekarang fokus bekerja untuk perusahaan menjadi seorang guru pengajar mata pelajaran sejarah. Ia yakin bahwa pekerjaan ayahnya disini pun bukan pemilik perusahaan telekomunikasi, melainkan pekerjaan lainnya yang tidak akan pernah ia sangka.
Jika benar wanita itu melakukan perjalanan waktu ke 2013, dimana ia masih berusia 17 tahun, lalu mengapa semuanya terkesan berbeda dengan masa lalunya yang telah ia lewati? Lareina pun masih bingung mengenai hal ini dan masih berusaha untuk mencerna semua kejadian yang terjadi secara tiba-tiba tanpa peringatan sekalipun.
"Mana nih yang katanya gak mau balik lagi? Mending gak usah balik deh lo, Rei, nilai bahasa inggris lo udah terbang melayang jauh disana alias tidak akan terselamatkan," ujar Radithya sesaat Larena baru saja duduk dibangkunya.
"Bacot lo ya anjir," ujar Lareina lalu menenggelamkan wajahnya di antara lipatan lengan yang ia tumpuk di atas meja.
"Tugas."
Lareina mendengar suara pria yang mengatakan kata 'tugas' tanpa ditambah dengan kata apapun. Namun, dikarenakan wanita itu tidak peduli, ia masih berada di posisi menenggelamkan wajahnya.
Moezza menepuk pundak Lareina perlahan. "Nih, gue kerjain tugas lo. Makin nambah masalah kalau lo gak ngumpulin," ujar gadis bersuara imut itu sembari memberikan dua buah buku tulis ke pria yang berdiri di samping Lareina itu.
"Sean, ini tugas gue, lo taruh di paling bawah ya, biar keliatan ngumpulin paling duluan, hehe." Radithya ikut memberikan buku tulisnya ke pria tersebut, "By the way busway, Moezza lo baik banget deh, jadi tambah sayang uhuy," ujar Radithya dari bangku belakang.
"Bacot ya, Radit!" balas Moezza.
Pria yang ternyata bernama Sean itu diam memperhatikan percakapan Radithya dan Moezza lalu akhirnya kembali membuka suaranya. "Ayo ke ruang guru," ajak Sean sembari melirik ke arah Lareina yang sedari tadi tidak bergerak sama sekali dari posisi awalnya.
Moezza kembali menepuk bahu Lareina. "Rei, buru gih. Sekalian minta maaf sama Miss Nada," saran Moezza.
Lareina akhirnya mengangkat wajahnya dan duduk dengan posisi tegap. "Gue?" tanya Lareina.
"Iya, lo. Siapa lagi," sahut Radithya.
Lareina pun akhirnya mengalihkan pandangannya ke arah Sean yang sedari tadi berdiri disampingnya. Lareina cukup terkejut ketika melihat perawakan anak SMA yang tingginya melebihi rata-rata tinggi pria di Indonesia. Ia sampai harus mendongak untuk melihat wajahnya.
Kulit sawo matang yang tidak terlalu gelap, alis tebal, mata yang tidak besar tetapi tidak juga kecil, hidung mancung, bibir merah alami yang tidak terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Secara singkatnya, cukup tampan untuk ukuran seseorang yang bukan seorang public figure.
"Sampe kapan lo mau liatin gue? Ayo buruan ke ruang guru!"
Untuk yang ke sekian kalinya hari ini, Lareina tersadar dari lamunannya. "Kenapa harus gue? Gak berani lo ke ruang guru sendiri?"
"Miss Nada nyuruh ketua sama wakil ketua kelas buat kumpulin tugas ini, sekalian ada yang mau diomongin."
"Ya terus…?"
"Kebetulan gue ketua kelas dan lo wakilnya."
Lareina mengerutkan dahinya kebingungan. "Sejak kapan gue jadi wakil?"
"Sejak kemarin," jawab Sean tidak percaya dengan apa yang baru saja diutarakan oleh Lareina. "Ini konsep lo pura-pura lupa ingatan apa gimana sih? Kalau mau belajar akting, terapinnya sama sepupu lo aja. Gak usah sama gue," lanjut Sean yang terlanjur kesal.
"Hehe, Sean, jangan galak gitu dong. Sepupu gue ini lagi rada-rada gak beres otaknya. Tolong maafin ya," ujar Raditya membela Lareina. "Lareina! Kemarin, kan, lo sendiri yang ajuin buat jadi wakil ketua. Udah sana cepet ke ruang guru bareng Sean."
Lareina tidak percaya bahwa dirinya sendirilah yang mengajukan diri untuk mendapatkan posisi wakil ketua kelas. Bukan. Bukan dia sebenernya yang mengajukan diri, melainkan sosok yang sangat mirip dengannya. Kehidupannya yang ia jalani saat ini jelas-jelas bukan miliknya. Hanya saja mirip. Mungkinkah ini yang disebut dunia paralel atau parallel universe?
Lareina bisa saja menolak dengan menggunakan kalimat penolakan yang keluar dari mulut pedasnya, namun menginat sosok Mamanya yang marah saat di UKS membuat Lareina cukup bergidik ngeri dan memutuskan untuk ikut dengan tujuan meminta maaf kepada Miss Nada. Meskipun wanita yang sekarang berubah menjadi seorang gadis berusia 17 tahun itu benar-benar tidak tahu letak kesalahannya dimana.
Sesampainya di ruang guru, Lareina dan Sean segera mendatangi meja Miss Nada. Sean meletakkan kumpulan buku di meja tersebut. Lalu Miss Nada menjelaskan berbagai informasi yang berkaitan dengan pembelajaran bahasa inggris di kelas 12. Mulai dari buku yang dipakai, tempat membelinya, dan kelompok belajar yang akan dipakai selama setahun ke depan. Informasi tersebut akan diberikan kepada murid-murid lainnya oleh ketua dan wakil ketua kelas.
"Sudah kamu catet, kan, Sean?" tanya Miss Nada yang dibalas dengan anggukan oleh Sean karena pria itu sibuk mencatat perintah dari Miss Nada di buku kecilnya.
Sedari tadi, Miss Nada hanya memanggil dan berinteraksi dengan Sean tanpa memperhatikan Lareina. Lareina juga sebenarnya tidak peduli dan hendak mengurungkan niatnya untuk meminta maaf. Namun, tatapan tajam dari Mamanya yang berada di meja seberang Miss Nada itu seakan terus menyuruhnya untuk meminta maaf.
"Itu saja dari saya. Kalian boleh kembali ke kelas," ujar Miss Nada mengakhiri briefing kecil-kecilan tersebut.
Sean yang sudah bersiap untuk beranjak pergi dari ruang guru kemudian mengurungkan niatanya karena melihat Lareina yang masih diam mematung di depan Miss Nada.
Miss Nada memandang heran murid yang ada dihadapannya itu. "Lareina, ada perlu apa? Sana balik ke kelas."
Lareina memejamkan matanya sejenak sembari menarik nafasnya dalam-dalam lalu menghembuskannya perlahan. "Miss, saya minta maaf."
Miss Nada memasang wajah serius. "Kamu tahu salah kamu dimana?"
Lareina terdiam. Dia benar-benar tidak tahu letak kesalahannya. Miss Nada yang melihat Lareina terdiam itu kemudian melepas ekspresi wajah seriusnya dan tertawa kecil.
"Masih gak tahu ya salah kamu dimana? Ya sudah, saya maafkan. Kamu kenapa, toh, Rei? Perasaan kamu anak baik-baik, manis, diem. Kenapa teriak-teriak kasar gitu? Untung Bu Farrah sudah minta maaf duluan wakilin kamu. Jangan mentang-mentang Mamamu guru dan Papamu kepala sekolah disini, kamu jadi bertindak sembarangan. Jangan diulang ya!"
Lareina terkejut. Bukan karena Miss Nada yang terkenal sebagai guru Killer dengan mudah memaafkannya, tetapi karena Miss Nada menyebutkan bahwa Papanya seorang kepala sekolah. Lareina sudah memprediksi mengenai hal ini, tetapi ia tetap saja terkejut.
Namun Lareina berusaha mengontrol rasa terkejutnya dan membalas Miss Nada. "Terima kasih, Miss."
Sean yang melihat secara langsung wajah pasrah sekaligus terkejut Lareina saat sedang diceramahi oleh Miss Nada itu berusaha menahan tawanya. Lareina yang sadar akan Sean yang hendak menertawainya hanya bisa menatap tajam pria disampingnya ini karena mereka masih berada di ruang guru.
"Kenapa ketawa-ketawa? Ada yang lucu?" tanya Lareina saat mereka sudah berada di luar ruang guru dan menuju ke kelas.
Sean menggelengkan kepalanya dan masih berusaha untuk terlihat tenang dan menahan tawanya. "Baru puber lo?"
"Kenapa dari tadi gue dibilang baru puber sih? Eh, asal lo tau aja, gue tuh jauh lebih tua dari lo, ya. Gak usah bercanda sama gue."
Sean menggelengkan kepalanya mendengar argumen dari Lareina. "Abis lo baru-baru ngelunjaknya sekarang. Anak-anak lain udah lewatin fase itu, lo kayaknya baru masuk," jelas Sean masih berusaha untuk menahan tawanya.
"Terserah lo deh!" Lareina yang sudah muak pun berjalan cepat mendahului Sean.