Chereads / Starting From Today / Chapter 12 - Chapter 12 : Nusa Bangsa’s It Girl

Chapter 12 - Chapter 12 : Nusa Bangsa’s It Girl

Sudah sekitar setengah jam lebih Lareina bersama murid-murid lainnya berdiri di lapangan persegi panjang yang terletak di tengah-tengah sekolah. Terdapat sebuah aktivitas rutin yang selalu dilakukan oleh murid SD hingga SMA saat hari senin, yakni upacara pengibaran bendera.

Lareina tidak ingat kapan terakhir ia mengikuti upacara pengibaran bendera di sekolah. Bahkan ketika ia masih berada dalam masa sekolahnya, gadis itu jarang datang ke sekolah sehingga ia tidak pernah merasakan aktivitas rutin tersebut.

Lareina berdiri di baris belakang, tepat di depan Moezza karena mereka berdua termasuk murid perempuan dengan tinggi melebihi 165 CM sehingga ditaruh di baris belakang. Radithya berbaris di sebelah kiri Moezza. Seminggu lebih ini, mereka bertiga selalu berdekatan, seolah-olah terdapat lem anti lepas yang merekatkan mereka.

Mungkin mereka bertiga memang selalu berdekatan sebelumnya, hanya saja Lareina tidak mengetahui atau mengingat hal tersebut. Lareina merupakan orang terbiasa dengan kesendirian. Orang yang ia izinkan dekat secara pribadi dengannya hanyalah kedua orang tuanya dan Devin. Tentu saja hal itu sebelum Devin menyelingkuhinya.

"Pengumuman, pengumuman."

"Istirahat ditempat, gerak!"

Lareina beserta murid-murid lainnya menghela nafas secara bersamaan. Entah semua murid disini satu pemikiran dengannya atau bagaimana, kata pengumuman setelah kelelahan berdiri bukanlah hal yang mengenakan untuk didengar.

"Ini tiap senin udah macem panasonic global awards aja udah. Banyak amat murid berprestasinya ya tuhan," omel Radithya.

Lareina memiringkan kepalanya tidak paham. Apa hubunganya pengumuman di upacara pengibaran dengan murid berprestasi?

Pak Chandra, selalu kepala sekolah yang juga Ayah dari Lareina, naik ke podium lapangan. "Anak-anak, ada pengumuman sebentar. Dua minggu yang lalu, sekolah kita kembali meraih prestasi yang membanggakan. Arkana Sean Kavindra dari kelas 12-A meraih medali emas dalam Olimpiade Sains Ilmiah di bidang geografi dan Aradia Kirana Myeisha dari kelas 12-A meraih juara satu dalam kompetisi ballet internasional di New York. Untuk Sean dan Aradia, dipersilahkan untuk naik ke podium."

Semua murid bertepuk tangan, walaupun tiga per empat dari mereka bertepuk tangan hanya untuk formalitas. Tentu saja Lareina tidak akan mau mengeluarkan tenaganya untuk bertepuk tangan. Gadis itu tidak peduli dengan pertandingan apapun jika bukan ia yang memenangkannya.

Di lubuk hatinya yang terdalam, ada rasa iri dalam diri Lareina ketika melihat Sean dan Aradia naik ke podium dan menerima penghargaan sembari tersenyum lebar ke arah kamera yang memotret mereka. Semua hal itu adalah hal yang biasa Lareina lakukan di dimensi aslinya, namun kini ia hanya bisa menjadi salah satu dari penonton melihat kesuksesan orang lain.

"Itu OSN ekonomi kapan deh dilaksanainnya?" tanya Lareina yang telah gagal dalam usahanya untuk tidak memedulikan kedua murid berprestasi didepannya, terlebih Sean.

Moezza maju selangkah sehingga posisinya berdampingan dengan Lareina, "Pas deket-deket masuk sekolah deh kalo gak salah. Minggu akhir libur kemarin gitu," jawab Moezza.

"Lo, kan, ditawarin juga buat ikut olimpiade ekonomi, cuma lo nolak. Gak inget?" lanjut Moezza yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Lareina.

"Cantik banget…" celetuk Radithya memandang kagun Aradia yang sedang tersenyum manis di podium lapangan.

Lareina membolak-balikan pandangan ke arah Radithya dan Aradia secara bergantian, "Biasa aja. Cantikan gue," ujar Lareina dengan percaya diri.

"Coba deh lo ke toilet, terus ngaca," timpal Radithya tidak terima dan dibalas oleh Lareina dengan tendangan cukup kuat ke betis sepupunya itu.

"Udah cantik, pinter, elegan, berbakat, siapa lagi kalau bukan ratu kita, ratu Aradia."

Lareina dan Moezza yang mendengar pernyataan menggelikan yang keluar dari mulut Radithya itu berusaha untuk tidak memuntahkan isi perut mereka.

"Bocah 2013 emang pada cringe gini apa gimana sih," gumam Lareina.

"Tapi kalo diliat-liat, Sean sama Aradia cocok gak sih? Tipikal couple elit sekolah gitu," sahut Moezza.

Radithya menatap tajam Moezza, tidak terima dengan pernyataan gadis tersebut, "Enak aja. Aradia cocoknya sama gue."

Lareina hanya menggelengkan kepalanya melihat tingkah kedua temannya. Dahulu, Lareina selalu mewakilkan sekolahnya sebagai murid berprestasi. Sekarang, kelebihannya hanya di bidang akademik, itu juga hanya dalam lingkup sekolah. Ia tidak melihat tropi atau piagam dirumahnya. Menandakan Lareina yang sebelumnya tidak pernah mengikuti perlombaan apapun, atau mungkin ikut, tetapi tidak memenangkannya.

Keadaan kelas 12-A saat ini penuh dengan suara obrolan serta alunan lagu yang terpasang di speaker kelas. Seharusnya kelas 12-A sedang belajar mata pelajaran matematika pada jam ini, namun dikarenakan guru matematika yang tidak bisa hadir akibat keperluan pribadi, mereka hanya diberikan sebuah tugas berupa latihan soal tanpa pengawasan dari guru pengganti.

Lareina kesulitan untuk fokus karena kelas yang terlalu berisik, bahkan ketika ia sudah menggunakan headset. Ingin rasanya ia meluapkan kekesalannya yang sudah berada di level 5. Namun, sejak berada di tubuh Lareina berusia 17 tahun dari dimensi ini, Lareina lebih bisa mengontrol emosinya. Meskipun Lareina itu tidak dapat memiliki ingatan yang dimiliki oleh Lareina berusia 17 tahun, mungkin ia tetap dapat merasakan emosi yang dimiliki kembarannya dari dimensi lain ini.

Dan sudah jelas bahwa Lareina di dimensi ini memiliki kepribadian yang berbeda dengannya. Lareina di dimensi ini memiliki kepribadian lebih lembut dan sabar. Setidaknya itu lah yang dikatakan orang-orang disekitarnya. Mungkin itu yang membuat Lareina sekarang lebih bisa mengontrol emosinya.

"Gue mau ngerjain di perpustakaan aja deh. Berisik banget disini," ujar Lareina lalu pergi keluar dari kelas.

Perpustakaan sekolah terletak di lantai dua, satu lantai dengan kelas Lareina. Sesampainya disana, Lareina bergegas masuk ke dalam dan mencari tempat kosong untuk ia duduki. Terdapat meja bundar besar yang dikelilingi dengan kursi. Ia duduk di kursi yang menghadap jendela besar dengan pemandangan lapangan sekolah.

Lareina memicingkan matanya karena pancaran sinar matahari yang masuk dari jendela menusuk matanya. Namun gadis itu terlanjur malas untuk berpindah posisi sehingga ia memilih untuk diam diposisinya sembari berusaha membiasakan diri dengan silaunya cahaya matahari.

Sesaat gadis itu sibuk mengerjakan latihan soal matematika sembari menghalangi pancaran cahaya matahari dihadapannya dengan telapak tangan, sebuah bayangan besar muncul dan menutup cahaya matahari yang sedari tadi menganggunya.

Lareina menoleh ke arah bayangan tersebut dan melihat Sean yang sudah duduk kursi seberang dengan membawa latihan soal yang sama dengannya.

"Ngapain ngeliatin? Gak gue boleh duduk disini?" tanya Sean yang dibalas dengan gelengan kepala oleh Lareina.

Suasana perpustakaan tidak terlalu ramai. Terdapat beberapa murid yang duduk tersebar dan sibuk berkutat dengan buku yang mereka baca. Begitu pula dengan Lareina dan Sean yang sibuk mengerjakan soal latihan dalam diam. Hanya terdengar suara balikan kertas dan ketikan yang berasal dari kalkulator yang digunakan keduanya.

Lareina memperhatikan soal yang sama selama kurang lebih tiga menit tanpa melakukan apapun. Sepintar apapun gadis itu, ia sebenarnya wanita berusia lebih dari seperempat abad dan sudah sedikit lupa dengan materi-materi yang ia pelajari saat SMA. Terlebih mata pelajaran matematika yang tidak pernah ia gunakan semenjak ia lulus dari SMA.

Menyadari akan hal itu, Sean menyodorkan sebuah kertas yang berisi dengan coretan hitungan beserta jawabannya. Lareina kebingungan melihat kertas tersebut dan menaikkan bahunya, bertanya apa maksud dari Sean.

"Gue udah beres. Yang belum lo kerjain, liat aja jawaban sama cara gue," ujar Sean dengan suara sekecil mungkin. "Sekalian periksain maksud gue, gak usah kegeeran," lanjut pria itu masih berbisik.

Lareina memandang Sean lalu tersenyum gemas, "Bilang aja lo mau bantuin gue, gak usah malu-malu gitu deh," balas Lareina berbisik.

Sean segera membuang mukanya, sedangkan Lareina berusaha menahan tawanya. Ia tidak tahu bahwa berinteraksi dengan anak remaja lebih seru karena mudah sekali digoda. Lareina yang biasanya selalu menunjukkan taring serta tanduknya kepada orang lain, terlihat sedikit melembut pada anak-anak di sekolah ini, terutama pada Radithya, Moezza, dan Sean. Karena baru mereka bertiga lah yang paling sering berinteraksi dengannya.

Bel istirahat kedua pun berbunyi. Lareina, Moezza, dan Radithya segera keluar dari kelas dan pergi ke kantin untuk memberi asupan kepada cacing-cacing yang terdapat dalam perut mereka. Kantin selalu dipenuhi oleh murid dan guru sehingga mereka harus mengantri di beberapa kios makanan.

"Lareina!"

Lareina hanya menatap orang yang meneriakki namanya itu. Ia tahu siapa identitas orang yang memanggilnya, Aradia Kirana Myeisha. Siswi yang dipanggil untuk maju ke podium lapangan saat upacara karena memenangkan kompetisi balet.

"Boleh ngobrol sebentar? Gak disini, di taman belakang," tanya Aradia sesampainya gadis itu berdiri di hadapan Lareina.

Biasanya, gadis itu akan menolak mentah-mentah permintaan sejenis ini, namun karena ia tertarik dengan Aradia, gadis yang mengambil semua label yang Lareina miliki di dimensi aslinya, ia pun hanya mengiyakan permintaan Aradia.

"Lo inget perjanjian kita, kan?" tanya Aradia setelah mereka sampai di taman belakang sekolah.

Lareina memiringkan kepalanya kebingungan. Hal aneh macam apalagi yang harus ia hadapi kali ini. "Janji apaan?"

"Janji buat ngelakuin persaingan sehat."

Lareina tertawa kecil. Persaingan macam apa yang kira-kira bisa ia lakukan dengan bocah 17 tahun. "Boleh tolong dijelasin gak persaingan sehat apaan? Sekalian sama latar belakangnya, gue lupa."

"Sean." jawab Aradia singkat. "Lo janji buat ngelakuin persaingan sehat buat deketin Sean. Gue tadi liat lo berdua di perpustakaan, gue biarin kali ini. Tapi nanti, lo gak bakal punya kesempatan sedikit pun buat deket sama Sean," lanjut Aradia menjelaskan.

Kalimat yang dilontarkan oleh Aradia merupakan jenis kalimat yang keluar dari mulut kejam tokoj antoginis jahat. Namun, pembawaan Aradia sangat berbeda. Tenang, elegan, dan tidak tersirat emosi apapun diwajahnya. Lareina semakin tertarik dengan gadis dihadapannya ini sampai ia tersadar mengenai topik utama dalam percakapan ini. Sean.

"Wait, Sean? Maksud lo? Ngapain gue saingan sama lo soal Sean? Lo suka sama Sean?"

Aradia mengangguk percaya diri, "Gue suka sama Sean dan gue rasa Sean paling cocok sama gue."

Lareina ikut menangguk, berusaha memahami situasi, "Terus hubungannya sama gue apa? Gue juga suka sama Sean?"

Aradia sedikit terkejut, "Gue gak tau. Waktu itu lo gak jawab, cuma setuju aja sama persaingan ini. Eh, tunggu, kok lo nanya gue sih?"

Entah bagaimana, Lareina merasa bahwa Aradia merupakan saingan yang pas untuknya. Ia merasa gadis itu levelnya tidak terlalu jauh dari dirinya, tetapi tetap berada dibawahnya. Meskipun sudah jelas bahwa ia tidak suka dengan Sean, Lareina memutuskan untun mengikuti permainan ini. Setidaknya, kehidupan sekolahnya tidak akan terlalu membosankan.

"Kan, gue bilang gue lupa. Makanya nanya. Oke. Gue bakal bersaing sehat sama lo. Tapi kayaknya susah deh buat lo misahin gue sama Sean. Kita ketua sama wakil ketua kelas, pasti sering bareng," ujar Lareina memanas-manasi Aradia.

"Fighting!" lanjut Lareina lalu pergi meninggalkan Aradia.