Aradia duduk di kursi kayu panjang yang terletak di dalam studio balet tempat ia biasa berlatih. Ia meraih tasnya yang terletak di bawah kursi kayu tersebut lalu mengambil ponselnya. Gadis itu menggunakan waktu istirahatnya selama 20 menit untuk mengecek apabila ada sesuai yang penting diponselnya. Dikarenakan tidak ada urgensi apapun, Aradia memilih untuk menjelah sosial medianya.
Zoya, teman sekelas Aradia yang juga penari balet, ikut duduk di samping Aradia. "Eh, lo liat postingan Path Lareina gak? Dia jalan sama Sean loh berduaan," ucap Zoya memulai gosip.
Aradia menoleh lalu menatap Zoya dengan tatapan bingung. "Sean sama Lareina? Jalan bareng?" tanya Aradia panik.
Zoya hanya mengangguk lalu menujukkan postingan path Lareina dan juga instagramnya. "Nih, dia bahkan difotoin sama Sean. Captionnya aja 'thanks traktirannya', lo gak tau? Ini udah beberapa hari lalu, Ra."
Aradia menggigit bibirnya ketika melihat postingan sosial media Lareina yang ditunjukkan oleh Zoya. Vira, penari balet sekaligus teman terdekat Aradia yang berasal dari sekolah yang berbeda ikut melihat postingan tersebut.
"Kok bisa sih dia jalan duluan sama Sean? Dibanding lo, gak ada apa-apanya ini cewek," protes Vira tidak terima.
Aradia hanya menggeleng, menyuruh Vira untuk tidak mengatakan hal buruk, apalagi mengejek fisik Lareina. Meskipun ia melihat Lareina sebagai saingannya, Aradia tidak pernah menjelekkan atau menjatuhkan lawannya. Ia juga tidak memandang fisik atau spesifikasi lainnya.
"Gue denger-denger, mereka mau nonton bareng minggu ini. Hari sabtu depan," ujar Zoya.
"Sabtu? Tapi gue sama Sean hari sabtu besok ada kegiatan di sekolah buat ngebahas lomba. Gimana caranya mereka jalan bareng?"
Vira meletakkan tangannya di dada sembari berpikir. "Bahas lomba, kan, gak bakal lama-lama banget. Mungkin dia ke sekolah dulu baru nonton bareng Lareina? Bisa, kan?" jelas Vira yang membuat Aradia semakin panik.
Kemudian Zoya menjentikkan jarinya, menemukan sebuah ide. "Lo ulur aja waktunya. Sebisa mungkin, buat Sean stay sama lo lebih lama. Fix mereka gak baka jadi nonton dan lo bisa punya waktu lebih lama bareng Sean."
…
Hari sabtu pun kembali datang. Lareina telah sampai di mal tempat ia dan Sean akan menonton film "The Conjuring" yang telah ia tunggu-tunggus. Gadis itu sengaja datang lebih dulu karena ingin mengunjungi toko pakaian. Mereka sepakat untuk bertemu pada pukul 13.00 dan memilih jadwal film pukul 13.25.
Sean sendiri masih ada urusan di sekolahnya untuk membahas lomba cerdas cermat yang akan ia laksanakan bulan depan. Lareina yang tiba pukul 12.00 pun segera menuju toko pakaian dan membeli beberapa pasang pakaian menggunakan kartu kredit Papanya yang ia dapatkan dengan cara memohon selama tiga hari dua malam.
Setelah puas membeli tiga pakaian yang harganya mungkin setara dengan gaji umr pegawai di daerah Jawa Barat, Lareina pun memutuskan untuk pergi ke bioskop unti membeli tiket karena waktu sudah menunjukkan pukul 12.50.
Lareina menunggu di kursi dekat loket. Setelah 25 menit, sosok Sean belum juga muncul. Akhirnya, Lareina berinisiatif untuk menelpon pria itu.
"Halo, Sean. Lo dimana? 10 menit lagi filmnya mulai nih."
"Sorry, Rei. Gue masih di sekolah. Gue kira rapat doang, ternyata sekalian bahas materi cerdas cermat. Bisa ambil undur ke jadwal yang 13.40 gak? Gue kabur nih sekarang dari sekolah."
Lareina menghela nafasnya mendengar suara panik Sean dari seberang telepon.
"Gak bisa. Udah gue beli tiketnya. Ya udah, lo rapat aja dul-"
"Sean, tolong bantuin dong. Gue beneran gak paham materi ini. Jangan pergi dulu."
Lareina menghentikkan kalimatnya ketika samar-samar mendengar suara wanita yang ia yakini adalah suara Aradia dari telepon. Sudah dipastikan bahwa Aradia sedang berada di dekat Sean. Lareina tertawa kecil ketika mendengar Aradia yang meminta Sean untuk tidak pergi. Ia yakin, ini adalah bentuk balas dendam Aradia setelah melihat postingan sosial media Lareina saat sedang jalan bersama Sean.
"Pintu teater tiga telah dibuka, kepada penonton…"
"Tuh udah di buka studio nya. Gue nonton sendirian ya. Lo gak usah dateng, selesain aja urusan lo. Bye."
Lareina memandangi dua tiket yang ia pegang. Gadis itu tidak kesal sama sekali, hanya entah mengapa merasa sedikit kecewa. Namun, ia sudahi perasaannya itu dan beranjak masuk ke studio bioskop. Lareina duduk di kursi barisan paling atas kedua, tempat paling sempurna saat menonton di bioskop. Lampu bioskop pun mati dan film akhirnya dimulai.
Lareina yang sedang sibuk menikmati tiga puluh menit awal dari film horor favoritnya itu terganggu dengan penonton lain yang melewati layar. Lareina selalu kesal dengan orang yang telat datang dan menganggu keseruannya dalam menonton.
Penonton yang telat itu berlari kecil menuju ke baris tempat Lareina duduk dan kemudian mendudukkan dirinya di kursi samping Lareina. Dan betapa terkejutnya Lareina ketika sosok yang duduk disampingnya itu.
"Sean? Lo jadi dateng?" tanya Lareina syang terkejut melihat sosok Sean sembari berbisik.
Sean hanya mengangguk karena masih berusaha mengatur nafasnya. Pria itu pun mengambil minuman milik Lareina dan meminumnya tanpa izin. Lareina menatap Sean yang masih terengah-engah.
"Gak usah liatin gue. Fokus nonton aja sana," ujar Sean sembari menolehkan kepala Lareina kembali menghadap layar bioskop menggunakan telapak tangannya secara perlahan.
Lareina dan Sean pun menonton film yang sedang ditayangkan dihadapan mereka dengan tenang. Sesekali Lareina mencuri pandang ke arah Sean. Gadis itu tidak habis pikir dengan perilaku Sean.
Film horor dengan durasi kurang lebih 112 menit itu telah selesai dan mencapai kredit penutup . Seperti biasa, Lareina selalu menonton bagian kredit terakhir. Namun, anehnya, Sean juga tidak langsung beranjak atau pun mengajak Lareina untuk keluar dari gedung bioskop, bahkan pria itu menonton kredit dengan seksama.
Setelah kredit penutup selesai dan layar bioskop menghitam, baru lah kedua murid SMA ini keluar dari gedung bioskop.
"Bukannya tadi lo sibuk? Kenapa masih sempetin kesini?" tanya Lareina sembari membuang botol minuman ke tempat sampah disampingnya.
"Gue udah janji sama lo, masa gue tinggalin gitu aja?" balas Sean. "Sorry ya, gue gak nyangka bakal lama gini rapatnya. Abis Aradia nanya gue mulu, udah tau gue lagi buru-buru," lanjut Sean menjelaskan.
"Gak enak sama gue?"
"Iya. Lo gak marah, kan?"
Lareina terkekeh. "Ngapain gue marah. Gue biasa nonton sendiri kok. Lagian lo lagi sibuk ngurus lomba ya masa gue maksa harus kesini. Gue gak sejahat itu ya," canda Lareina.
Sean tersenyum lega ketika mendegar tawa Lareina. Sejujurnya, Sean merasa tidak tenang selama menonton film di bioskop tadi. Entah bagaimana bisa muncul perasaan takut jika Lareina marah padanya dalam diri Sean.
"Gue janji, lain kali gak bakal telat," ucap Sean yang membuat Lareina mengernyitkan dahinya.
"Lain kali? Kata siapa gue mau nonton sama lo lagi lain kali?"
Sean mengerucutkan bibirnya tanpa sadar ketika mendengar balasan dari Lareina. Lareina yang melihat itu pun hanya tertawa gemas dan hampir saja ingin mencubit pipi Sean.
Lareina bingung, apakah ia gemas dengan Sean seperti adiknya sendiri atau sebagai lawan jenis. Hanya lubuk hati terdalamnya yang tahu.
"Iya-iya. Nanti kalo Insidious Chapter 2 tayang, gue nonton sama lo, gimana?" tawar Lareina yang dibalas dengan anggukan Sean.
Lareina dan Sean yang masih enggan untuk pulang memutuskan untuk duduk santai di kafe yang terletak di lantai satu gedung mal. Keduanya memesan amerikano dingin dan ditambah dengan kue black forest.
"Lo setiap lomba emang selalu dipasangin sama Aradia?" tanya Lareina membuka topik pembicaraan.
"Kalo lomba akademik dan butuh berpasangan atau berkelompok gitu sih biasanya iya," balas Sean.
"Harus banget sama Aradia?"
"Yang kemampuannya setara dan suka ikut lomba, ya, Aradia doang. Coba kalo lo suka ikut lomba, pasti gue dipasanginnya sama lo."
Lareina hanya mengangguk paham. Sudah telat untuk gadis itu jika ingin aktif dalam berlomba karena ia sudah kelas 12. Hanya ada sedikit lomba yang ditawarkan untuk murid SMA tingkat akhir. Lomba yang diikuti Sean dan Aradia selama awal kelas 12 ini rata-rata sudah didaftarkan ketika mereka masih berada di kelas 11.
"Lo deket banget gak sih sama Aradia?" tanya Lareina penasaran.
"Biasa aja sih. Temen," balas Sean singkat. "Kenapa lo nanya gitu?" lanjut Sean membalikkan pertanyaan.
"Kalo gue bilang, Aradia suka sama lo, gimana?"
"Ya… gak gimana-gimana. Biarin aja," jawab Sean kelewat santai sembari menyeruput amerikano dinginnya melalui sedotan.
Lareina kembali mengangguk. Kali ini disertai dengan senyuman kecil yang sebisa mungkin ia tidak tunjukkan dihadapan Sean. Ia rasa, kali ini dewi kemenangan berada dipihaknya.