Lapangan sekolah tidak pernah sepi oleh murid-murid SMA Nusa Bangsa, bahkan ketika jam sekolah telah usai. Berbagai murid yang mengikuti ekstrakulikuler memenuhi lapangan ini. Dikarenakan hanya ada dua lapangan besar, setiap ekstrakulikuler menggunakan fasilitas tersebut secara bergantian. Hari ini adalah jadwal untuk ekstrakulikuler olahraga sepak bola.
Radithya merupakan anggota dari tim sepak bola sekolah. Ia menghabiskan hari-harinya untuk berlatih sepak bola meskipun ia tidak ada niatan untuk berfokus menjadi pemain sepak bola profesional. Dengan harapan, ia dapat mendaftar ke universitas negeri impiannya menggunakan prestasinya dalam olahraga sepak bola.
Menjadi guru olahrga adalah profesi yang dicita-citakan oleh Radithya. Pria itu ingin mengikuti jejak Om dan Tantenya untuk menjadi tenaga pendidik.
Begitu pula dengan Dion yang juga anggota tim sepak bola. Mereka berdua bertemu dan berteman karena berada di ekstrakulikuler dan tim yang sama.
"Woy!" sahut Sean menghampiri Radithya dan Dion yang sedang duduk beristirahat di pinggir lapangan sembari membawa tiga botol air mineral dingin.
"Oy!" balas Dion dan Radithya.
Sean melempar dua botol air mineral dingin tersebut kepada Radithya dan Dion. Dua pria yang dipenuhi oleh keringat itu dengan cepat meneguk air yang diberikan oleh Sean.
Radithya menyeka keringatnya dengan bagian bawah bajunya. Membuat otot-otot perutnya otomatis dapat dilihat oleh khalayak ramai. Terdengar suara jeritan murid-murid perempuan dari jauh ketika melihat adegan tersebut.
Anggota tim sepak bola memang terkenal diantara murid-murid perempuan. Bukan karena bakat, tetapi karena tampang mereka yang cukup untuk memanjakan mata yang melihatnya.
Sean menoleh ke arah sumber suara jeritan yang membuatan jeritan tersebut semakin kencang. Sean juga terkenal karena kepintatannya dan kemampuannya dalam bermain sepak bola yang tidak buruk, meskipun ia memilih untuk tidak masuk ekstrakulikuler sepak bola.
Layaknya adegan dalam drama romansa sekolah, tiga pria populer di sekolah duduk santai di pinggir lapangan dan ditemani dengan suara-suara heboh dari murid-murid perempuan.
"Abis ini main bro," tawar Radithya kepada Sean.
Sean hanya menggeleng menolak karena ia malas berbasah-basahan dengan keringat. Lagi pula, ia sudah memiliki janji dengan Lareina untuk belajar bersama di perpustakaan.
"Ayo lanjut!" teriak Tony, anggota ekstrakulikuler sepak bola, dari tengah lapangan. Radithya dan Dion menggelengkan kepala mereka bersamaan.
"Istirahat dulu bro! Gantian sama Naufal-Refan" balas Dion menyuruh Tony untuk melanjutkan permainan tanpa mereka.
"Lemah banget lo gitu aja udah cape," ucap Sean lalu meminum air mineral dingin dari botol yang ada ditangannya.
Radithya kembali mengelap keringat yang membasahi seluruh tubuhnya. Kali ini menggunakan dengan handuk kecil yang bertenger dilehernya, "Enak aja. Gue sama Dion mau nemenin lo biar sendirian, ya gak?"
"Jijik," jawab Sean dan Radithya kompak.
Getaran ponsel yang menandakan bahwa notifikasi masuk membuat Sean mengeluarkan ponsel dari kantong celananya. Pria itu tersenyum kecil lalu membalas pesan yang dikirim kepadanya dengan semangat.
"Eh, Sean, lo lagi siapin lomba bareng Aradia ya?" tanya Dion mengalihkan topik pembicaraan.
Sean mengangguk mengiyakan lalu kembali membalas pesan diponselnya. Radithya yang mendengar nama Aradia seketika memasang wajah murungnya sembari menatap Sean dengan tatapan iri.
"Lo beruntung banget sih bro jadi cowok. Sirik gue," ucap Radithya lalu merenung langit-langit.
"Beruntung apaan?" tanya Sean tanpa menoleh ke arah sumber suara.
"Lo disukain sama Ara- gak jadi deh."
"Aradia maksud lo?" tebak Dion.
"Bukan gue ya yang ngomong. Gue juga denger dari orang dan orangnya denger langsung dari Aradia."
Dion mengangguk paham. Pria itu sudah dua tahun menjadi teman sekelas Aradia dan sadar betul dengan perlakuan spesial gadis itu terhadap Sean. Dion hanya bisa tersenyum kecut ketika dugaannya itu terkonfirmasi oleh Radithya.
Sean menghentikan aktivitas membalas pesannya lalu menoleh ke arah Dion yang terlihat merenung. Pria itu tahu jelas bagaimana perasaan Dion terhadap Aradia. Perasaan suka tentunya. Ia juga tahu perasaan sahabatnya itu sudah dipendam sejak awal mereka masuk SMA.
"Lo iri kenapa deh, Dit? Suka sama Ara?" tanya Dion berusaha agar tidak terlihat terlalu murung.
"Iya lah. Siapa sih disini yang gak suka sama ratu lebah a.k.a queen bee a.k.a ballerina profesional a.k-"
"Buset panjang bener, Dit," potong Sean mendengar pujian berlebihan dari Radithya.
"Hehe, sorry. Gue bukan yang suka banget sampe pengen pacarin sih. Fanboy aja gue, tapi tetep sedih lah. Gue penganut bias is mine."
"Bias is mine istilah apaan lagi,"
"Gak tau gue. Sering dipake tuh sama Moezza, soalnya dia fans K-Pop."
Dion dan Sean hanya menggelengkan kepala mereka heran dengan ucapan aneh Radithya. Sean pun kembali memeriksa ekspresi wajah Dion yang masih terlihat murung.
Sean sebenarnya pernah mendengar rumor itu beberapa kali. Ia juga tidak bisa mengatakan apa-apa soal rumor yang mengatakan bahwa Aradia menyukainya. Ia tidak bisa memberhentikan rumor itu dan tidak peduli juga.
Namun, karena ia tahu betul bahwa gadis yang sering dirumorkan dengannya itu adalah gadis yang ditaksir sahabatnya, Ia juga tidak enak hati jika diam tanpa mengambil langkah apapun. Setidaknya untuk menepis rumor itu.
"Lo gimana Sean?" tanya Dion yang kali ini memberanikan diri untuk bertanya langsung pada Sean.
Di saat yang sama, notifikasi pesan kembali muncul di ponsel Sean, pria itu dengan sigap membalas pesan yang masuk sembari menjawab pertanyaan Dion. "Gimana apanya?" tanya Sean kembali terfokus pada layar ponselnya.
"Perasaan lo sama Aradia. Lo juga suka sama dia?" tanya Dion sembari menarik nafasnya dalam-dalam, mempersiapkan mentalnya untuk mendengar jawaban apapun yang keluar dari mulut Sean.
Sean menggelengkan kepalanya. "Enggak," balas pria itu singkat dan acuh tak acuh karena masih disibukkan dengan ponselnya.
Radithya terkekeh. "Sean sukanya bukan sama Aradia, tapi sama yang lagi chat-an ama dia noh," ujar Radithya sembari memajukkan bibirnya, menunjuk ke arah ponsel Sean.
Dion bergeser mendekati Sean dan mengintip layar ponsel Sean. Yang diintip dengan sigap mematikan layar ponselnya dan meletakkan kembali ponsel tersebut dikantongnya.
"Lo lagi suka sama cewek?" tanya Dion yang tidak sempat melihat siapa orang yang sedang chattingan dengan Sean.
"Kagak. Mana ada."
Radithya hanya tertawa melihat wajah panik Sean. Sudah jelas-jelas bahwa orang yang membuatnya tersenyum kepada layar ponsel seperti orang gila adalah sepupunya, Lareina.
"Sepupu gue, sepup-" ucap Radithya yang terpotong karena Sean berusaha membungkam mulut Radithya dengan telapak tangannya.
"Bacot lo anjir!" teriak Sean kesal.
Mulut Dion terbuka lebar terkejut. "Lareina? Lo suka sama Lareina? Yang kemaren ngalahin lo di try out satu?" tanya Dion tidak percaya.
Sean kembali menggeleng. Kali ini, gelengan kepalanya disertai dengan wajah paniknya. Berbeda ketika ia menjawab pertanyaan mengenai Aradia.
"Lo pada bisa diem gak sih? Orangnya mau dateng!"
"Lareina mau kesini? Ah, iya, abis ini lo mau ngedate di perpustakaan, kan?" ujar Radithya menambah kericuhan.
"Gila… anak ranking satu sama dua ngedatenya di perpus. Pantes, gue liat sosmed Lareina isinya jalan sama lo mulu deh beberapa minggu ini. Selamat ya bro!" ucap Dion yang diselingi dengan kelegaan dalam suaranya karena ia tidak perlu bersaing dengan sahabatnya untuk merebut hati Aradia.
"Ngaco! Selamat apaan lagi, diem lo pada!"
"Sean!"
Orang yang sedari tadi menjadi topik pembicaraan mereka pun datang. Radithya dan Dion menatap Lareina yang berada di kejauhan dengan tatapan curiga dan sesekali diselingi tawa karena melihat wajah panik Sean yang tidak kunjung hilang. Sean takut bahwa kedua temannya ini akan mengatakan hal yang akan menimbulkan kesalahpahaman bagi Lareina.
Sesuai janji yang mereka tadi siang, Lareina dan Sean akan belajar bersama di perpustakaan umum dekat rumah Sean. Perpustakaan yang sama tempat mereka bertemu pertama kalinya di luar sekolah.
"Udah selesai urusan sama Bu Farrah?" tanya Sean yang telah berhasil mengontrol kepanikannya.
Lareina mengangguk mengiyakan. "Ayo cepet, gue gak mau pulang kemaleman," pinta Lareina lalu menarik Sean ke luar lapangan.
Radithya dan Dion memperhatikan Lareina dan Sean yang semakin lama semakin menjauh dan menghilang dari pandangan mereka. Keduanya hanya tertawa kecil melihat pasangan itu lalu menyudahi istirahat mereka dan kembali melanjutkan kegiatan bermain sepak bola.