Sekelompok anak Nusa Bangsa ini memilih makanan barat sebagai menu sarapan mereka. Kios yang menjual sosis bakar dan aneka jenis makanan cepat saji lainnya itu memiliki beberapa kursi di depannya.
Lareina yang hendak duduk di sebelah Sean terdorong oleh Aradia yang secara tiba-tiba merebut kursi yang seharusnya menjadi tempat duduknya. Ia sedari tadi melihat bahwa Aradia terus berusaha untuk berdekatan dengan Sean.
Lama-lama ia merasa kasihan dengan Aradia, apalagi semenjak ia tahu bahwa Sean tidak memiliki perasaan apa-apa pada Aradia dan juga tidak peduli dengan perasaan Aradia terhadap dirinya. Persaingannya dengan Aradia seperti tidak ada gunanya karena jawaban dari Sean mengenai perasaannya itu.
Lareina mengalah lalu duduk di kursi yang ada di depan Dion, sedangkan Devin yang tidak memiliki pilihan pun duduk di kursi paling pojok dan bersebelahan dengan Lareina. Pria itu tentu saja tidak menolak, bahkan merasa puas dengan kursinya.
"Sean, kelas lo dikasih tugas makalah juga, kan, ya sama Pak Dika?" tanya Aradia membuka percakapan.
Sean hanya mengangguk. Aradia yang merasa jawaban Sean tersebut kurang responsif pun kembali melancarkan pertanyaan keduanya. "Mau ngerjain bareng gak? Kalo ada yang gak ngerti, kita bisa saling tanya."
Dion berusaha mengendalikkan kesedihan yang tersirat dalam ekspresi wajahnya. Walaupun sahabatnya itu tidak memiliki perasaan lebih terhadap Aradia, Dion tetap merasa bahwa ia tidak memiliki kesempatan untuk mendekati gadis yang ia sukai itu.
Rasa suka Aradia terhadap Sean terlalu jelas dan besar, seperti memaksa Dion untuk tidak memulai pendekatan apapun dan mundur. Lareina yang kebetulan duduk di hadapan Dion pun menyaksikan perubahan ekspresi pria tersebut.
Mungkin dikarenakan oleh pengalaman hidupnya yang lebih panjang dan sudah menghadapi berbagai jenis manusia, Lareina dapat melihat dengan jelas perasaan Dion terhadap Aradia. Sungguh kisah cinta segitiga yang rumit dan klise seperti alir cerita film romansa remaja lainnya.
"Hmm… buat tugas ini, gue kurang suka kalo kerjain bareng orang lain. Sorry. Tapi kalo lo butuh bantuan, chat gue aja. Gue bantu sebisanya," balas Sean menolak Aradia dengan halus.
Aradia yang paham hanya mengangguk dan menyudahi usahanya yang baru saja ditolak mentah-mentah. Kesedihan Dion pun sedikit mereda ketika temannya menolak ajakan Aradia. Setidaknya Sean paham betul dengan perasaannya meskipun ia tidak pernah mengutarakannya secara terang-terangan pada sahabat yang sudah menemaninua sejak kecil tersebut.
Di sisi lain, Lareina yang mendengarkan jawaban tersebut cukup terkejut karena jelas-jelas beberapa hari yang lalu, Sean mengajaknya untuk mengerjakan makalah bersama di perpustakaan. Pria itu bahkan menawarkan dirinya untuk membantu Lareina dalam mencari materi tugas makalahnya.
Lareina menutup wajahnya dengan harapan dapat menyembunyikan senyumnya yang anehnya tidak bisa ia kontrol. Ia tidak dapat berbohong bahwa jantungnya berdebar sedikit lebih cepat ketika memahami maksud dari jawaban Sean.
Moezza memicingkan matanya curiga ketika melihat Lareina yang tersenyum sendiri tanpa sebab, sedangkan Radithya yang melihat sepupunya itu hanya tertawa senang karena ia adalah shipper nomor satu dari pasangan Lareina-Sean.
Lareina sekarang terlihat seperti gadis remaja berusia 17 tahun pada umumnya yang mudah tersipu dengan hal-hal kecil. Ia memaki Lareina yang berasal dari dimensi ini karena hatinya terlalu lemah sehingga berhasil mempengaruhi kepribadian aslinya.