Chereads / Starting From Today / Chapter 9 - Chapter 9 : Try Out

Chapter 9 - Chapter 9 : Try Out

"Bu, saya sudah selesai!"

Semua mata murid kelas 12-A menuju pada Lareina yang sedang mengacungkan tangannya. Lareina tidak memperdulikan tatapan tersebut lalu berjalan menghampiri meja guru untuk menyerahkan kertas ujian yang telah selesai ia kerjakan.

"Gak usah liat-liat. Lanjut kerjain!" seru Bu Indah, guru Bahasa Indonesia yang kali ini mengawasi jalannya try out di kelas 12-A. "Lareina, kamu sudah yakin dengan jawabannya? Masih ada waktu satu jam lagi loh?" lanjut Bu Indah.

"Yakin, Bu. Soalnya gampang. Saya boleh nunggu di luar, kan?" tanya Lareina sembari mengambil ponselnya yang sebelumnya dikumpulkan yang terletak di meja guru.

Di luar kelas, Lareina duduk di sebuah kursi panjang yang tertempel di depan ruang kelasnya. Ia melihat ponsel yang ada ditangannya lalu tertawa kecil. Sudah lama sekali ia tidak memegang Iphone 5 dan ponsel itu terasa terlalu kecil ditangannya. Tetapi, setidaknya ia menggunakan jenis ponsel terbaru di tahun itu.

Ia kemudian memainkan ponselnya dan berselancar di internet. Mencari informasi tentang dirinya. Sebelumnya, jika Lareina mengetikkan namanya di mesin pencari web, ratusan ribu informasi dan berita mengenai dirinya, baik sebagai atlet maupun aktris akan muncul. Namun, disini nihil. Informasi yang muncul ketika ia mencari namanya hanyalah akun facebook dan foto-foto masa kecilnya yang diunggah di facebook tersebut.

Lareina menghela nafasnya. Di dimensi ini, ia hanyalah seorang pelajar sekolah biasa dengan kehidupan yang normal jika dibandingkan dengan kehidupan yang ia miliki sebelumnya.

"Ekonomi, nomor tiga, elastisitas permintaan, lo jawabannya apa?" tanya Sean yang baru saja keluar dari kelas.

Lareina mengalihkan pandangannya dari ponsel ke Sean, "Kepo," balasnya singkat.

Terdengar suara helaan nafas dari samping Lareina, gadis itu hanya tertawa lalu kembali memfokuskan pandangannya pada ponsel.

"Oh iya, mau jawaban lo apa juga, tetep aja bakal gue yang ranking satu," ujar Sean sembari tertawa meremehkan yang berhasil membuat Lareina kembali menoleh kepadanya.

"Ranking satu punya lo bakal jadi punya gue mulai dari hari ini. Siap-siap aja. Jangan nangis nanti liat ranking lo turun pas pulang sekolah," balas Lareina dengan tatapan sinis yang khas miliknya.

Sean terpaku ketika melihat kertas yang tertempel di mading sekolah. Selama dua tahun ia bersekolah di SMA Nusa Bangsa, tidak pernah ia melihat namanya terletak di barisan kedua di lembar perankingan.

"Udah gue bilang ya di awal, jangan nangis kalau liat ranking lo turun. Selama ada gue, gak bakal gue biarin ada orang di atas gue dalam hal apapun. Termasuk lo," tukas Lareina lalu pergi setelah puas melihat namanya yang berada di peringkat kesatu.

Belajar dengan sistem kebut semalam yang ia lakukan tadi malam tidak mengecewakan.

Di tambah dengan Lareina yang sebelumnya memang sudah pintar, ia hanya perlu mengingat kembali materi-materi yang pernah ia pelajari sebelumnya itu. Kelas 12 ini sepertinya akan mudah bagi Lareina untuk dijalankan.

Sean mengejar Lareina yang sudah menjauh darinya kemudian menarik lengan gadis itu, "Ekonomi, nomor tiga, elastisitas penawaran, lo jawabannya apa?" tanya Sean kembali.

Lareina menghempaskan pegangan tangan Sean lalu tersenyum menyeringai, "Katanya mau jawaban gue apa aja, yang ranking satu tetep lo. Gak peduli dong berarti sama jawaban gue?" goda Lareina yang membuat pria itu menggarukan kepalanya yang tidak gatal.

"Tinggal jawab aja, kan, bisa. Pelit amat lo."

"Ngapain harus gue jawab? Lo temen gue juga bukan."

"Gue sekelas sama lo, berarti gue temen lo lah."

"Gak. Ngapain juga gue temenan ama bocah kayak lo pada."

Sean memiringkan kepalanya, "Bocah? Gue sama lo aja duluan gue yang lahir. Bocah-bocah," ujar Sean kesal.

Lareina tanpa sadar mengangguk. Benar juga kata Sean, ia sekarang berada di tubuh seorang gadis 17 tahun. Dimana hal itu menandakan bahwa ia seusia dengan anak-anak yang berada dikelasnya. Walaupun jika dilihat usia mentalnya, tentu saja Lareina jauh lebih tua dari mereka semua. Namun, jika Lareina mengatakan bahwa ia berasal dari masa depan yang berada di dimensi berbeda, ia akan disebut sebagai orang kurang waras.

"Ah, bodo amat. Pokoknya gak mau jawab. Bye!"

Saat Lareina hendak membalikkan tubuhnya untuk pergi menjauh dari Sean, pria itu kembali menarik lengannya, "Please…" pinta Sean pasrah.

Entah ada hantu apa yang merasuki Lariena, gadis itu tersenyum melihat tingkah Sean yang melembut. Mungkin benar kata orang-orang, setiap wanita memiliki soft spot untuk pria tampan. Setelah tersadar dengan kelakuannya sendiri, Lareina pun mengontrol ekspresi wajahnya.

"D."

"Hah?" tanya sean yang akhirnya melepaskan lengan Lareina.

"Jawaban gue D. Puas?" jawab Lareina.

Sean mengangguk paham, "Oh.. gue salah berarti."

"Iya salah. Makanya gue yang ranking. Udah ah, gue mau pulang," ujar Lareina lalu menatap Sean, "Anak-anak muda agresif amat narik-narik tangan. Di kira ini drama sekolahan apa," lanjut gadis itu sembari bergumam lalu pergi. Meninggalkan Sean yang sedang kebingungan akibat gumaman Lareina yang ternyata terdengar jelas di telinga Sean.

Lareina menatap langit sore yang berwarna merah kekuning-kuningan. Gadis itu sudah menjemur dirinya di langit sore sejak pulang dari sekolah pukul tiga siang tadi. Ia baru saja menjalani kehidupan sekolah selama dua hari, namun sudah merasa tidak sanggup.

Lareina tidak pernah menjalankan kehidupan sekolah seperti yang lainnya karena kesibukannya sebagai atlet. Ia datang ke sekolah hanya saat ujian dan pembagian rapot, atau jika ia memiliki libur. Sisanya, ia habiskan untuk menjalankan kehidupan atlet. Maka dari itu, Lareina sedikit terkejut dan masih perlu membiasakan dengan kehidupan sekolah.

Ia membayangkan apabila dirinya bukan seorang atlet dan harus menjalankan kehidupan sekolah seperti anak-anak normal pada umumnya. Namun, sekarang Lareina tidak perlu membayangkannya karena sudah menjadi kenyataan bagi dirinya. Bekerja sebagai atlet memang melelahkan, tetapi ia tidak tahu menjadi pelajar juga sama melelahkannya.

Lareina ingin segera kembali ke tahun 2022, tahun dimana seharusnya ia berada. Ia memikirkan semua pekerjaan yang menunggunya di masa depan. Ia juga penasaran dengan keadaannya disana, apakah ia kecelakaan dan mengalami koma secara tiba-tiba karena di dalam film mengenai perjalanan waktu, pemeran utama selalu mengalami kecelakaan sebelum melakukan perjalanan waktu.

Tetapi seingatnya, ia tidak mengalami kecelakaan apapun sebelum datang kesini. Ia hanya tertidur dengan manis di kasur set UKS. Apakah lighting yang ada dihadapannya jatuh lalu menimpanya sehingga membuat ia koma?

Atau mungkin saja ia melakukan perjalanan waktu karena harus menjalankan sebuah misi. Di dalam drama romansa bertemakan sekolah, biasanya pemeran utama memilki misi untuk menyelamatkan cinta pertamanya yang telah meninggal. Masalahnya, cinta pertama gadis itu adalah Devin, orang yang menyelingkuhinya. Ia juga tidak peduli jika Devin akan meninggal, ia tidak akan sudi untuk menyelamatkan pria itu. Lagi pula, ia tidak melihat Devin di sekolah ini.

Lareina memijat kepalanya yang terasa pening karena memikirkan teori-teori perjalanan waktu. Bagaimana pun caranya, gadis itu harus menemukan cara untuk kembali ke tahun 2022.