Ares menghela napas panjang. Dia duduk di taman belakang rumahnya sambil menghirup aroma teh khas Turkey. Tuan Alderic menghampirinya.
"Putraku, seluruh media menyiarkan tentangmu. Bagaimana kalo kau tidak memakai topeng saja?" sahutnya. Ares menghela napas panjang. Secangkir kopi hangat yang berada di tangannya di letakkan di atas meja. Ares menatap wajah ayahnya sambil tersenyum.
"Aku belum siap ayah," jawabnya.
"Tapi mengapa putraku? Kapan kau siap dengan ini semua?" ucap tuan Alderic tidak mengerti.
Ares menatap Anne yang sedang berjalan ke arahnya. Perempuan asing itu terlihat kaku berada di antara beberapa pelayan. "Ares akan membuka identitas ini nanti, ayah!" jawab Ares lagi. Tuan Alderic menghela napas panjang. Dia sangat mengerti apa yang diinginkan putranya itu.
"Baiklah, Ares. Aku sama sekali tidak bisa menghalangi kemauanmu. Tapi ayah senang jika media tahu tentangmu," ucap tuan Alderic.
"Tuan Ares!" suara itu membuat Ares dan tuan Alderic spontan menoleh ke belakang.
Bibi Fani, kepala pelayan di rumah keluarga Yuan sedang berdiri tepat di depannya. Anne yang berada di samping perempuan paruh baya itu menunduk ke bawah.
"Apakah gadis ini akan menjadi pelayan di sini?" tanyanya. Tuan Alderic mengerutkan kening. Dia menatap Ares.
Anne tidak berani menatap wajah Ares dan tuan Alderic. Dia terus menunduk ke bawah. Bibi Fani menatap Anne.
"Perkenalkan dirimu dengan benar, lalu kau bisa memulai kerjamu," bisiknya. Anne memberanikan diri menatap Ares dan tuan Alderic. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Aku Anne, aku tersesat di sini. Aku butuh uang untuk pulang."
Ares menatap Anne dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tadinya, dia mengira bahwa perempuan itu adalah orang gila. "Oke, Anne. Sekarang kau bisa bekerja di sini."
"Pergilah!" ucap tuan Alderic. Anne menganggukan kepala. Bibi Fani kemudian menarik tangan Anne menjauh dari tuan Alderic dan Ares.
Ares terus menatap Anne hingga menghilang dari balik pintu. "Ayah benar-benar tidak habis pikir, mengapa ada perempuan aneh di depan gerbang kita?" ucapnya. Ares tertawa.
"Sepertinya dia benar-benar membutuhkan pekerjaan, ayah!" jawab Anne.
"Mungkin saja, ayah kasian juga. Ya, ayah pergi dulu," ucap tuan Alderic. Dia menyentuh pundak putranya itu lalu bergegas menuju ruangan kerja.
***
"Hallo, Anne?"
"Bagaimana? Kau sudah melihat wajah putra mahkota keluarga Yuan?" sahut Bellatric melalui sambungan telepon. Anne yang sudah menyelesaikan tugasnya hari ini segera membaringkan tubuh dan memijit pelipisnya.
"Sudah," jawabnya singkat.
"Apakah tampan?" tanya Bellatric lagi. Anne menghela napas panjang.
"Dia tampan, tapi aku bingung dengan sikapnya," jelas Anne. Dia lalu beranjak dari tempat duduk dan berjalan menuju jendela yang berada di dalam kamar itu.
"Anne, kau harus menjaga dirimu di sana. Jangan sampai keluarga Yuan tahu apa keinginanmu," ucap Belltaric.
"Jika kau kekurangan uang, hubungi aku yah!" ucap Bellatric lagi.
"Iya, makasih yah. Jangan lupa selalu kunjungi bibi Cho Hee aku rasa dia merindukanku. Aku takut, darah tingginya kumat karena selalu memikirkanku," jelas Anne. Dia merasa sedih meninggalkan bibi Cho Hee. Dia sangat tahu betapa sayangnya perempuan paruh baya itu kepadanya.
"Kau tenang saja, Anne. Aku akan selalu mengunjungi bibimu itu."
"Sampai jumpa yah, jangan memperjelas identitasmu di sana," ucap Bellatric. Setelah mengatakan demikian, Bellatric segera mematikan sambungan telepon.
Tok … Tok …
Ketukan pintu itu membuat Anne segera berjalan menuju pintu. Dia membuka pintu kamarnya dan menatap bibi Fani. Kepala pelayan yang bertugas di rumah keluarga Yuan. Wajah perempuan itu penuh dengan kerutan. Namun, dia adalah orang kepercayaan tuan Alderic.
"Anne, besok pagi, kamu akan menemani tuan muda. Persiapkan seluruh keperluannya," ucap bibi Fani. Anne menganggukan kepala.
"Dan juga satu hal, tuan muda tidak mau wajahnya terpublish di mana pun. Jadi, kau harus tahu hal itu," jelas bibi Fani lagi.
"Baik," jawab Anne. Dia bergegas menutup pintu. Anne kembali ke bibir ranjang. Dia duduk sejenak sambil menatap pantulan wajahnya di cermin. Jika dia bisa masuk ke keluarga Yuan dengan mudah, Anne juga bisa menghancurkan keluarga ini dengan mudahnya.
Anne membaringkan tubuhnya sambil menatap langit-langit kamarnya saat ini.
"Besok putra mahkota keluarga Yuan akan menghadiri acara makan malam. Jadi, aku akan mengambil banyak informasi dari tempat itu," batin Anne.
"Aku bingung, mengapa tuan Ares memakai topeng, padahal wajahnya tidak terlalu buruk. Apakah untuk melindungi dirinya sendiri?" gerutu Anne kemudian. Dia menarik napas dalam-dalam lalu menghembuskan dengan pelan.
"Aku harus tidur karena besok, aku akan segera mengikutinya," ucapnya. Anne menutup seluruh tubuhnya dengan selimut dan bergegas terlelap.
***
"Bagaimana nasib Antoni jika kau mengoda tuan muda keluarga Yuan?"
"Makan malam ini sangat internal. Jadi, ayah hanya bisa membawah satu orang di acara tersebut."
Tuan Robert berjalan di depan kedua putrinya. Ladifa dan Martha. Sebenarnya, yang sangat penasaran dengan putra mahkota keluarga Yuan adalah Ladifa. Dia bahkan berjanji akan mengoda lelaki itu agar menyukainya.
Martha terdiam di sudut ruangan. "Ayah, aku yang akan ikut di acara makan malam itu. Aku sudah menyediakan gaun mewah untuk pertemuan itu!" ucap Ladifa dengan penuh harap.
"Bagaimana dengan Antoni?"
"Tidak ayah, dia tidak akan tahu itu," sergap Ladifa segera. Dia berdiri lalu mengengam tangan ayahnya. Memaksa lelaki paruh baya itu agar membawahnya ikut ke acara keluarga Yuan.
"Jika putra mahkota keluarga Yuan tertarik kepadaku. Aku yakin, apa yang ayah inginkan akan terwujud."
"Aku masih memiliki kesempatan. Aku akan ceraikan Antoni jika putra mahkota keluarga Yuan mengiginkanku," ucap Ladifa dengan penuh percaya diri. Martha hanya bisa terdiam membisu. Dia memikirkan Ares. Entah mengapa wajah mantan suaminya itu tiba-tiba terbesit.
Kata Thomas, Ares sudah sangat terpuruk, bahkan lelaki itu tidak memiliki harapan lagi saat ini untuk bertahan di Barcelona.
"Martha," ucap tuan Robert. Martha spontan menongakan wajahnya dan menatap ayahnya itu.
"Bagaimana dengan Thomas, apakah dia sudah mengirimkan beberapa danannya ke rekening milikmu?" sahutnya. Martha menggeleng.
"Kata Thomas, besok dia akan mengirimkan beberapa dana untuk membantu perusahaan ayah. Selain itu, aku tidak tahu!"
Tuan Robert menghela napas panjang. "Baiklah, aku akan menunggu. Bagaimana lelaki itu bisa berguna di keluarga kita. Aku tidak mau menantuku seperti Ares. Hanya jadi benalu di tempat ini selama satu tahun," jelas tuan Robert.
Martha menunduk ke bawah sambil mengangguk. "Aku rasa, Thomas tidak seperti itu ayah, buktinya lelaki itu menyewa hotel megah untuk pernikahan dirinya dengan Martha. Thomas itu lelaki yang kaya raya, ayah!" ucap Ladifa membela.
"Semoga saja."
"Persiapkan gaun untuk nanti malam, ayah akan menjemputmu di rumah ini," ucap tuan Robert lalu bergegas pergi.
Ladifa melompat kegirangan. Pasalnya, pertemuan itu hanya dihadiri beberapa orang saja. Sehingga, Ladifa memiliki waktu yang banyak untuk mendekati putra mahkota keluarga Yuan.
"Kakak serius akan menceraikan Antoni?" tanya Martha sebelum Ladifa melangkah masuk ke dalam kamar.
"Tentu saja, Martha. Kau harus belajar banyak denganku. Jadi, pintarlah memiliki lelaki yang kaya raya," jelas Ladifa lalu perempuan itu bergegas pergi.
Martha menghela napas panjang. "Ya," ucapnya lirih.
Bersambung …