Pagi yang sangat cerah, matahari masuk melalui jendela kamar. Dera pun langsung terbangun, dan bergegas menuju kamar mandi. Namun sebelum itu, dia terlebih dahulu menyambar ponselnya yang berada di atas nakas. Mencoba mengecek jika ada pesan yang masuk di aplikasi warna hijau, ternyata tidak.
Dera pun membuka aplikasi game onlinenya yang semalam dia download, dan dari aplikasi game onlinenya dia berkenalan dengan Dion, meski Dera belum tahu wajah asli Dion, namun dia sudah merasa nyaman.
Dera langsung membuka ruang chatnya, siapa tahu Dion menghubunginya, dan benar saja satu pesan belum terbaca. Dera langsung membuka pesan itu dan membacanya.
Entah kenapa jantungnya berdetak lebih cepat tidak seperti biasanya, padahal Dera belum pernah bertemu dengan Dion, namun mampu menggetarkan hatinya.
Dera langsung menyimpan nomor whatsapp Dion yang Diberikan melalui chat, agar bisa menghubunginya ketika Dera akan berangkat ke kotanya. Setelah nomor tersimpan, dia langsung mengecek foto profil Dion, namun sayang, foto profil tersebut bergambarkan animasi yang sama dengannya, dia pun hanya menghela nafas.
Ting.. Tiba-tiba terdengar notifikasi dari dari whatsappnya.
[Lo beneran? Mau ke Surabaya naik kereta?] Pesan masuk dari sahabatnya Sisil.
[Iya, memangnya kenapa?]
[Kalau memang naik kereta lo hati-hati aja, di sana tuh Pencopetnya pinter-pinter loh]
[Pinter-pinter gimana?] Balas Dera merasa penasaran dengan peringatan sahabatnya itu.
[Iya, mereka tuh seolah bisa mengenali mana pendatang baru yang yang nyoba naik kereta, dan mana yang tidak. Orang-orang pendatang baru biasanya menjadi sasaran utama mereka]
[Masa sih, mereka bisa tahu?] Balas Dera tidak percaya.
[Ya, coba aja nanti lo lihat. Di setiap stasiun atau dalam gerbong pasti selalu ada peringatan Awas Pencopet. Jadi lo hati-hati saja dengan semua barang bawaan yang lo bawa. Jangan sampai lengah terhadap Pencopet, apalagi seseorang yang sok akrab nantinya, bisa saja dia bekerja sama dengan seorang pencopet.] Pesan panjang lebar dari sahabatnya Sisil.
Dera hanya tersenyum membacanya, dia tidak menyangka sahabatnya begitu khawatir dengannya. Dera pun langsung membalas pesan tersebut dengan cepat.
[Baiklah, terima kasih peringatannya.] Dia pun kembali meletakkan ponselnya dan bergegas menuju kamar mandi.
***
[Aku berangkat sekarang, mungkin sampai sana jam tujuh malam] Pesannya saat akan menaiki kereta yang membawanya ke kota Surabaya, centang biru, itu artinya Dion membaca pesannya.
"Hati-hati di jalan Kak," pesan seseorang yang memakai jaket warna hitam dengan topi abu-abu khas anak sekolah. Dera menatapnya dengan tatapan sendu, dia tidak menyangka jika adiknya sudah dewasa, dan dua tahun lagi lulus sekolah.
"Kamu juga hati-hati, jaga ayah dan ibu." Pesan Dera pada Bayu adiknya.
"Kakak tenang saja, itu sudah tugasku," ujarnya sembari memperlihatkan senyum manisnya.
"Ohya, kamu sekarang fokus saja sama sekolahmu, tidak perlu lagi bekerja di bengkel. Gaji Kakak cukup kok untuk kita sekeluarga."
"Sudah, Kakak tidak perlu memikirkan itu." Dera pun mengangguk, dan bergegas masuk ke dalam kereta. Kereta pun langsung menyalakan mesinnya, sedetik kemudian kereta telah membawanya pergi meninggalkan kotanya untuk mencari peruntungan di kota lain.
Bayu terus melihat kepergian Dera kakaknya, tatapannya mengisyaratkan kesedihan. Selama ini dia memang tidak terlalu dekat dengan kakaknya, namun saat kakaknya pergi ada kesedihan dalam dirinya. Bayu bertekad untuk bisa mendapatkan nilai tinggi yang seperti Dera harapkan, tanpa harus berhenti bekerja di bengkel pamannya. Dia tidak ingin menyusahkan kakaknya dengan biaya sekolahnya yang makin bertambah, dia akan berusaha mendapatkannya sendiri.
Dalam kereta, Dera langsung menyenderkan kepalanya di kursi. Nasehat dari Sisil dia terapkan. Semua barang berharga dia masukkan ke dalam koper kecuali ponsel dan dompetnya. Dompet ditaruh di saku celananya, sedangkan ponselnya selalu dia pegang.
Matanya terus melihat sekelilingnya, entah mengapa pesan dari Sisil sahabatnya membuatnya merasa was-was dan waspada. Apalagi ini pertama kalinya Dera menaiki kereta.
"Mau merantau ya Mbak?"
Tiba-tiba seseorang yang duduk di sampingnya mengajak mengobrol. Dera terus mengamati wanita itu, warna pakaiannya sama dengan yang dia kenakan. Dera merasa bingung, harus menjawabnya atau sekedar tersenyum saja. Dia takut, jika wanita di sampingnya adalah komplotan pencopet.
"Hugh gara-gara Sisil," gumamnya pada dirinya sendiri.
"Mbak?" tanya wanita itu kembali, karena tidak mendapat respon dari Dera.
"Eh iya Mbak maaf, tadi saya tidak dengar." tuturnya berusaha ramah.
"Iya tidak apa-apa Mbak." Wanita itu hanya tersenyum melihat Dera yang kelihatan kebingungan.
"Emangnya Mbak tanya apa tadi?"
"Mbak mau kerja di Surabaya ya?"
"Iya Mbak cari pengalaman." Wanita itu hanya mengangguk-angguk mendengar jawaban Dera.
"Mbak Sendiri ke Surabaya mau ngapain?" Tanya Dera balik.
"Saya juga kerja Mbak di rumah makan, tapi sudah lama saya kerjanya. Sekarang mau balik lagi ke sana. Oh Ya nama Mbaknya siapa?"
"Saya Dera Mbak."
Mereka pun asyik mengobrol mengenai pekerjaan dan lainya, sampai tak menyadari bahwa sedari tadi ada seseorang yang terus melihat ke arah mereka. Pria itu terus berjalan hingga tiba di belakang kursi yang sedang ditempati wanita disamping Dera.
Dengan pura-pura terjatuh, pria itu merogoh tas yang ada di bawah kaki wanita tersebut. Dera yang menyadari hal itu, langsung berteriak.
"COPET... ." Pria tersebut reflek kaget dengan teriakan Dera. Dia pun langsung lari menuju gerbong belakang.
"Tolong ada copet!!!" Teriak wanita yang duduk disamping Dera saat menyadari tasnya telah dirogoh. Dia pun langsung berusaha mengejar pencopet tersebut bersama seorang yang bertugas di dalam kereta.
Orang-orang yang melihatnya hanya kaget, mereka pun kembali duduk di tempatnya masing-masing, tanpa ada niat untuk membantu. Beberapa saat kemudian, wanita itu kembali dengan raut wajah kecewa.
"Gimana Mbak dengan pencopetnya?" tanya Dera saat wanita itu kembali duduk di kursinya.
Wanita tersebut hanya menggelengkan kepala, sebagai jawaban dari pertanyaan Dera. Dera yang melihatnya merasa kasihan.
"Yang sabar Mbak," ujar Dera mencoba menenangkan wanita tersebut. Mereka pun terdiam dengan pikiran masing-masing, tidak seperti tadi yang saling mengobrol sebelum kejadian pencopetan.
Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, artinya sudah sekitar dua jam Dera berada di dalam kereta. Entah kenapa dia tidak merasa mengantuk sama sekali, atau karena dia takut jika dia ketiduran akan ada copet.
Dera sebenarnya merasa lelah dan mengantuk, tapi dia enggan untuk menutup matanya, walau sebenarnya semua barang berharga sudah diamankan, tapi Dera tidak ingin lengah barang sedetikpun.
Dia melirik wanita yang ada di sebelahnya, wanita tersebut terlihat sedih dengan kejadian tadi. Dera benar-benar merasa kasihan, jika dia yang berada di posisi wanita tersebut, mungkin dia akan sedih.
Dera pun mencoba mengambil dompet dalam sakunya. Dilihatnya ada beberapa lembaran warna merah, dia langsung mengambil tiga lembar dan memberikannya pada wanita yang ada di sampingnya.
"Ini apa Mbak?" tanya wanita tersebut merasa bingung karena tiba-tiba Dera menyodorkan beberapa lembar uang padanya.
"Ambil saja Mbak, ini untuk pegangan sementara di Surabaya."
"Tidak usah Mbak, saya tidak bisa menerima ini. Apalagi kita baru saja kenal."
"Sudah tidak pa-apa Mbak, saya ikhlas membantu. Tolong diterima,"ujar Dera tulus.
Wanita tersebut mengambilnya dengan sedikit ragu, dia benar-benar merasa tidak enak dengan Dera, tapi jika tidak diambil maka dia tidak akan punya pegangan, karena semua uang di taruh di dalam dompet yang sudah diambil oleh pencopet.