Chereads / Pacarku Miliarder / Chapter 4 - Part 4. Kafe

Chapter 4 - Part 4. Kafe

"Lo beneran kenal cewek lewat aplikasi itu?" Seseorang melempar pertanyaan, yang ditanya hanya menganggukkan kepala sebagai jawaban, tangannya menyeduh kopi dengan pelan, merasakan dan menikmatinya. Aroma kopi pun menyeruak masuk ke indera penciuman.

"Permisi, Mas. Ini pesanannya," ujar seorang pelayan menghampiri mereka berdua.

"Iya terima kasih. Mbak taruh saja di situ." Pelayan itu hanya mengangguk, meletakkan makanan yang telah dipesan oleh dua orang pria di hadapannya di atas meja, kemudian berlalu.

Sebelum langkahnya menjauh, sekilas pelayan itu mengagumi sosok yang sedari tadi hanya terdiam sambil menikmati secangkir kopi. Ketampanannya yang mampu mengikat beberapa pengunjung wanita itu, tidak bisa begitu saja diabaikan termasuk oleh pelayan itu. Pria itu saksi hidup definisi pria sempurna, tubuh atletis, hidung mancung, dan juga kulit putih.

Pelayan itu pun memilih untuk melanjutkan langkahnya yang tertunda, karena mengagumi sosok pria tampan di belakangnya. Dia tidak ingin sampai pemilik restoran tempatnya bekerja menegurnya karena sempat terdiam.

"Terus nanti malem lo mau jemput dia di stasiun gitu?" Pria itu menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Lo yakin dia bukan penipu? Gimana kalau dia komplotan perampok? kan Lo belum tahu pasti, apalagi hanya kenal semalam melalui aplikasi game online," ujar sahabat dari pria itu khawatir.

Kalau benar perampok, dia akan merasa bersalah, karena dialah yang mengarahkan sahabatnya itu untuk mendownload aplikasi game online tersebut, dan siapa sangka sahabatnya malah berkenalan dengan seseorang yang katanya di pindah tugaskan ke kotanya.

Membuatnya benar-benar merasa curiga, kenapa kebetulan sekali sore harinya langsung pindah ke kotanya, seperti ada sesuatu yang telah direncanakan. Apalagi sahabatnya adalah pemilik perusahaan ternama dan cabangnya di mana-mana, salah satunya perusahaan yang sedang dia kelola.

"Gak perlu khawatir, gue tak sebodoh itu," ujar pria tersebut sembari meletakkan secangkir kopi di atas meja.

"Gimana gak khawatir? Lo pemilik perusahaan terkenal, banyak saingan yang ingin menjebak Lo. Takutnya dia salah satu dari pesaing yang mencoba menjebak Lo." ujar pria tersebut masih merasa khawatir sebagai bawahannya sekaligus sahabat.

"Sudahlah, Gue sudah cek data-datanya, dan benar saja dia salah satu karyawan yang dipindahkan di perusahaan kita nantinya."

"Lo serius? Apa wanita itu dari cabang perusahaan loe yang ada di Jember?" Tanyanya merasa penasaran, karena memang manager yang ada di Jember Jawa Timur sudah mengkonfirmasikan, jika minggu depan akan ada salah satu karyawan wanita yang akan dipindah tugaskan di Perusahaan Inti. Wanita itu memiliki kriteria yang sedang Perusahaan Inti cari, pintar dan berprestasi.

Pria yang dipanggil Dion itu kembali menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Kenapa bisa kebetulan banget?"

"Entahlah, mungkin jodoh kali. Padahal gue cuma iseng-iseng saja download aplikasi tersebut semalam, dan kebetulan lawan main pertama gue dia, namanya Dera Saraswati." Sahabatnya hanya mengangguk-anggukkan kepala tanda mengerti, dia pun menyendok makanan yang ada di atas meja, sensasi nikmat menjalar saat makanan tersebut dia kunyah.

"Di sini banyak wanita yang tergila-gila sama Lo, jadi tidak perlu sampai mencari di Game online," ujarnya sembari mengunyah makanan yang baru saja dia sendok. Padahal dia sendiri yang mengarahkan sahabatnya untuk mendownload aplikasi tersebut, tetapi dia juga yang mencoba mengejeknya dan menghentikannya.

Dion yang melihat sahabatnya bicara sambil mengunyah makanan hanya menghela nafas, benar-benar tidak sopan menurutnya. Dia pun kembali meraih secangkir kopi yang dia pesan tadi, dan mengalihkan pandangannya ke seberang meja, ternyata ada dua orang wanita yang sedari tadi mencuri pandang padanya, membuatnya menjadi kesal, tapi dia tak ambil pusing, karena memang banyak wanita yang selalu menatap dan mengaguminya.

Dia pun kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela, melihat banyaknya pengendara yang lalu lalang membuat jalanan menjadi macet.

"Terus lo jemput dia jam berapa?" Tanya sahabatnya kemudian.

"Sepertinya keretanya akan sampai pukul 19.00 Malam."

"Ya sudah, biar gue saja yang jemput dia, buat memastikan kalau dia bukan komplotan perampok atau suruhan dari pesaing lo. Lo tinggal duduk saja, anggap semua beres."

"Tidak usah, gue bisa sendiri."

"Gimana kalo gue temenin aja."

"Gak perlu lah, lagian cuma ke stasiun aja."

"Jangan salah sangka, sekarang banyak loh pencopet atau tukang todong di stasiun. Lagian lo kan baru pertama kalinya ke sana."

Dion hanya tersenyum miris mendengarnya, sahabatnya itu benar-benar telah meremehkannya, padahal pengalamannya lebih banyak dari sahabatnya itu.

"Ya sudah, kalau lo maksa mau jemput sendiri, gue mah gak bisa maksa. Tapi jangan lupa ajak Pak Joko supir pribadi lo biar lebih aman," lanjut Andi sahabat Dion memberi saran.

"Gue gak bawa mobil."

"Terus?"

"Motor," jawab Dion sembari bergegas meninggalkan Andi. Andi yang mendengarnya merasa terkejut, pasalnya Dion selama ini jarang memakai motor, tapi kali ini kenapa Dion malah mengendarai sepeda motor, Dion benar-benar aneh dalam semalam.

"Tunggu Yon,," Andi pun langsung mengejar Dion ke parkiran, namun sebelum itu dia terlebih dahulu mengeluarkan dua lembar warna merah dan meletakkannya di atas meja, makanan yang belum habis dia tinggalkan karna mengejar Dion lebih penting baginya dari sekedar makan.

"Kita langsung pulang Pak," ujar Dion memberi perintah pada Pak Joko supir pribadinya.

"Baik Tuan," dia pun langsung membukakan pintu mobil belakang. Dion langsung masuk ke dalam mobilnya, tiba-tiba sahabatnya ikut masuk lewat pintu mobil lainnya. Dion hanya menghela nafas melihat kelakuan Andi, sedangkan Andi hanya memperlihatkan ke dua baris giginya. Mobil pun langsung melaju dengan kecepatan sedang.

"Lo yakin mau naik motor?" tanya Andi memecah keheningan.

"Iya," jawab Dion cuek.

"Kenapa?"

"Emang kenapa?" tanya Dion balik.

"Tumben aja." Andi pun mengalihkan pandangan melihat ke luar jendela. Dia benar-benar tak habis pikir dengan Dion sahabatnya. Ada yang gampang tapi memilih yang sulit, padahal Dion hanya tinggal duduk manis saja sembari menunggu wanita tersebut dan dirinya yang akan menjemputnya.

"Jangan bilang kalau gue pemilik Perusahaan," ujar Dion kemudian, dia pun memutuskan untuk mengeluarkan ponselnya dari dalam saku.

"Kenapa?" Dion tak menjawab pertanyaan sahabatnya, dia hanya fokus pada layar ponsel yang dia pegang, melihat isi pesan yang dikirim Dera padanya. Dia pun langsung melihat foto profil yang terpampang, tak ada foto Dera, hanya bergambarkan animasi yang sama dengannya.

Andi yang melihat Dion sedang memperhatikan gambar animasi atas nama Dera, hanya bisa menggelengkan kepalanya. Dia benar-benar tak habis pikir pada sahabatnya itu. Pasalnya selama ini Dion tak pernah menyimpan nomor wanita di ponselnya, apalagi sampai berkirim pesan, namun kali ini ada nama Dera dengan huruf besar semua, nama seseorang yang belum tentu orangnya.