Chereads / Pacarku Miliarder / Chapter 9 - Part 9. Menunggu Balasan Dera

Chapter 9 - Part 9. Menunggu Balasan Dera

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu," pamit Dion setelah melihat kamar kost yang akan ditempati oleh Dera.

Setelah mendapat anggukan dari Dera, Dion bergegas mengambil motornya dan mulai keluar dari area kos-kosan.

"Aku harus bicara dengan Andi," gumam Dion yang langsung memasukkan motornya ke halaman rumah Andi.

Dion turun dari motor dan bergegas menekan bel pintu rumah pemberiannya, yang ia berikan pada Andi sebagai tanda terima kasih pada Andi karena sudah beberapa kali memenangkan tender, dan membuat perusahaan yang dikelola Andi mendapat untung yang cukup besar.

Tak butuh waktu lama, terlihat pria dengan rambut berantakan tengah membuka pintu. Pria tersebut terkejut saat melihat siapa yang telah mengetuk pintu, dan mengganggu tidurnya.

"Lo ngapain ke sini, Yon? Gak tahu sudah malam apa? Kalau ada apa-apa telepon saja."

Tanpa bersikap ramah, Andi melontarkan beberapa pertanyaan yang hanya ditanggapi dengan tatapan tajam dari Dion.

Andi tidak mengerti kenapa tiba-tiba bos sekaligus sahabatnya tersebut, datang malam-malam ke rumahnya, seakan tak memiliki rumah saja.

"Minggir! Gue mau masuk."

Dion melewati Andi begitu saja, dan langsung merebahkan tubuhnya pada sofa yang ada di ruang tamu.

Andi yang melihat kelakuan sahabatnya tersebut hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. Dia tak mengerti kenapa Diom datang ke rumahnya.

"Mentang-mentang rumah ini pemberian Lo! Lo datang seenaknya," protes Andi yang mulai menutup pintu dan berjalan ke arah sofa satunya.

"Ck.."

Dion duduk dari rebahannya, dan sekarang menatap kesal ke arah Andi. Padahal seharusnya Andi yang kesal, karena Dion mengangguk tidurnya malam ini.

"Lo gimana sih, An! Bisa-bisanya Lo carikan tempat kos yang ada prianya!"

Andi menghela nafas setelah mendengar alasan Dion malam-malam datang ke rumahnya.

"Lah! Lo minta carikan tempat kos yang dekat dengan perusahaan! Ya kos tanteku yang cocok!" bela Andi tidak mau disalahkan.

"Kalau Lo mau, dia bisa tinggal di sini tempat ini--"

Saat mendapat tatapan tajam dari Dion, Andi langsung terdiam dan tak meneruskan ucapannya tersebut. Dia tahu Dion tengah marah dan tak bisa diajak bercanda.

"Tenang saja. Percaya deh sama gue! Temen Lo itu gak bakal kenapa-kenapa."

"Ck..."

Dion yang merasa kesal, kembali merebahkan tubuhnya, bayangan wajah Dera berputar-putar di kepalanya. Dion masih tak menyangka jika akhirnya akan berkenalan dengan Dera.

"Memangnya wanita itu cantik, kah?" tiba-tiba Andi melontarkan pertanyaan pada Doin. Namun sayang, Dion tak menjawab pertanyaan Andi, dia terus membayangkan wajah cantik Dera.

Melihat Dion yang tak menjawab pertanyaan, Andi langsung melempar bantal ke arah Dion.

Namun, pergerakan Andi dilihat dari sudut matanya, Dion langsung menangkap bantal tersebut dan melemparnya kembali ke arah Andi. Alhasil Andi yang tak sempat menghindar, bantal tersebut tepat menghantam wajahnya.

"Sial lo, Yon!" pekik Andi menatap Dion yang kini masih tiduran sembari memejamkan mata.

"Sebaiknya mulai sekarang lo pergi dari rumah ini, carilah rumah yang lebih besar dari ini. Gue yang bakal membelikannya, lo tinggal tunjuk rumah atau apartemen yang lo mau," ucap Dion masih memejamkan matanya.

"Maksud lo gimana, Yon?"

Dion terdiam, tak menjawab pertanyaan yang ditujukan Andi padanya, karena Dion tahu pasti Andi mengerti tanpa harus dia mengulangi perkataannya tadi.

Melihat Dion yang masih memejamkan mata, dan tak menjawab pertanyaan, membuaat Andi menghela nafas. Dia tak menyangka jika Dion akan berkata seperti itu.

"Apa ini karena wanita itu?" tanya Andi yang pastinya tidak akan mendapat jawaban dari Dion.

"Gue mau apartemen yang ada di sebelah apartemen milik lo, gimana?"

"Iya, baiklah."

Mendengar perkataan dari Dion, membuat Andi melongo. Dia tak menyangka jika Dion akan mengiyakan permintaannya. Padahal apartemen di sebelah apartemen milik Dion harganya fantastis, dan tadi Dion hanya bercanda saja.

"Lo serius?"

Dion hanya menganggukkan kepala, dia pun duduk dari rebahannya dan mengambil ponsel di saku celananya, dan mulai mengetik sesuatu untuk Dera.

"Baiklah kalau begitu. Gue setuju untuk itu. Besok gue bakal berkemas, untuk malam ini gue tidur di sini."

Andi bergegas masuk ke dalam kamarnya, dia masih tak percaya jika Dion akan membelikan apartemen untuknya.

*****

"Akhirnya selesai juga," gumam Dera setelah menata semua barang-barang miliknya.

Dera lantas menuju kamar mandi untuk mencuci muka terlebih dahulu, setelah itu dia naik ke atas kasur yang sudah disediakan oleh pemilik kos.

Dera langsung menelpon uminya untuk memberi tahu bahwa dirinya sudah sampai di Surabaya, agar uminya tidak khawatir dengannya.

Dera mendekatkan ponsel miliknya setelah panggilan tersambung, dia pun mengucapkan salam setelah dirasa uminya mengangkat panggilan telepon darinya.

"Hallo, Assalamualaikum, umi," ucap Dera memberi salam saat uminya benar-benar mengangkat telepon darinya.

"Waalaikumsalam. Apak kamu sudah sampai, Dera?" tanya sang umi yang begitu khawatir pada putrinya, karena ini baru pertama ini mereka berjauhan.

"Alhamdulillah, sudah umi. Ini sekarang suda ada di dalam kos-kosan."

"Syukurlah kalau begitu." Terdengar ibunya Dera mengucap syukur, sepertinya dia merasa legal karena Dera sudah sampai dengan selamat.

Mereka pun mengobrol layaknya seorang ibu pada anaknya, sehingga Dera tak menyadari jika ada pesan dari Dion, dan sekarang Dion tengah menunggu balasan dari Dera.

"Ke mana, Dera? Kenapa dia tak membalas pesanku," kesal Dion yang menunggu balasan dari Dera.

Dengan kesal Dion meletakkan ponselnya dan menuju di mana kamar Andi berada, terlihat Andi sedang memasukkan baju ke dalam koper, sepertinya Andi menyiapkan kepindahannya untuk besok.

"Kenapa tidak besok saja?" tanya Dion saat melihat Andi mulai berkemas.

"Tidak apa-apa. Biar besok bisa langsung pindah."

Dion hanya menggeleng-gelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya tersebut. Dion tak mengerti kenapa Andi terihat sesenang itu, padahal gaji Andi di perusahaan miliknya cukup tinggi, dan pastinya bisa membeli beberapa apartemen jika mau.

Dion tidak ingin memikirkan hal itu, dia pun meninggalkan Andi dan kembali ke ruang tamu. Dion berharap Dera sudah membalas pesan darinya.

Dengan langkah ringan Dion menuruni anak tangga. Dia tidak mungkin menuruni anak tangga dengan tergesa-gesa, bisa-bisa sesuatu yang tak diinginkannya terjadi, itu sebabnya Dion menuruni anak tangga dengan sesantai mungkin.

"Semoga saja daerah sudah membalas pesanku," batin Saga sembari terus menuruni anak tangga.

Dia pun meraih ponsel yang diletakkannya di atas meja, dan membuka layar ponsel yang terkunci tersebut.

Dion menghela nafas, sepertinya Dion kecewa karena Dera tak kunjung membalas pesan darinya.

"Apa Dera sudah tidur?" gumam Dion pada dirinya sendiri.

Karena tidak mendapat pesan balasan dari Dera, Dion memeutuskan pulang ke apartmennya.

Dion berharap setelah sampai di apartemen nanti, Dera sudah membalas pesan darinya.