Chereads / Pacarku Miliarder / Chapter 14 - Part 14. Jangan Terlalu Percaya

Chapter 14 - Part 14. Jangan Terlalu Percaya

Jabatan yang diserahkan kepada Dera merupakan tempat terpenting di perusahaan dan memiliki pendapatan bulanan begitu stabil.

Dia masih begitu terkejut, tidak berkedip sama sekali di depan pintu ruangannya.

'Wakil General Manager Accounting'

Gelar yang dia miliki saat ini.

"Bu Dera, ini ruangan anda. Sekretaris akan memberikan jadwal harian serta menjelaskan apa saja yang anda kerjakan setiap hari."

Dera mengangguk kaku.

"Baik, sepertinya segini saja yang perlu saya jelaskan. Anda bisa bertanya dengan rekan sesama team." Kepala HDR meninggalkan ruangan.

Dera menaruh box yang dia bawa ke atas meja kerja, di mana sudah ada komputer canggih beserta keyboard.

"Selamat bergabung, Bu Dera! Perkenalkan nama saya Mery, sekretaris manager sementara."

Dera dan Mery berjabat tangan.

"Saya Dera Saraswati, pindahan dari kantor cabang."

Mery mengangguk. "Iya, Bu. Saya membaca CV-mu yang begitu mengagumkan. Oh iya, saya ini pegawai biasa yang diangkat sebagai sekretaris sementara karena posisi wakil manajer yang kosong. Setelah anda benar-benar paham dengan pekerjaan, saya akan balik lagi ke tempat asal."

"Baik, Bu Mery."

"Panggil saja 'Mbak' ya, hehe."

"Kalau begitu, panggil saya jangan ada sematan 'bu' ya, Mbak."

Mereka berdua saling tatap dan sontak tertawa. Dera merasa sudah mendapatkan teman baru lagi di sini.

"Yuk, Der. Saya ajak buat perkenalan tim, ada anak baru juga kayak kamu," ajak Mery.

Mery menjelaskan mengenai ruangan-ruangan yang terdapat di lantai ini sembari mereka menuju ruang rapat. Di mana sudah ada yang berkumpul.

Sistem baru yang diciptakan Manajer yaitu melaporkan kegiatan yang dilakukan kemarin setiap pagi secara bersamaan.

Tok! Tok!

"Masuk."

Mery mendorong pintu rapat dan masuk diikuti Dera yang sedikit gugup. "Selamat pagi, Team! Menunggu lama kah? Maaf, saya datang dengan anggota baru Accounting kita~"

Mereka berdiri di tengah-tengah ruangan. Dera dapat melihat ada sepuluh orang yang duduk dibagi dua sisi, kanan dan kiri serta satu lelaki bertatapan dingin yang berada di kursi bos.

"Silakan memperkenalkan diri, Der."

Dera menarik napas dalam-dalam, tersenyum kepada mereka semua.

"Selamat pagi, salam kenal! Perkenalkan nama saya Dera Saraswati, pindahan dari kantor cabang daerah dan saat ini menjabat sebagai wakil general manager. Mohon bimbingannya, semua!"

Sebagai penutup, Dera membungkukkan tubuhnya dengan hormat.

Mereka semua, kecuali pria dingin itu, bertepuk tangan menyambutnya. Dimulai dari paling dekat dengan Dera, secara bergiliran, mereka bersalaman dengannya dan memperkenalkan diri.

Dan, di sana terdapat Widya yang menatapnya antusias.

Hanya pria tersebut yang bergeming, matanya sibuk memelototi layar laptopnya.

"Dia manager kita, Pak Dewa," bisik Mery yang mengerti kebingungan Dera. "Dingin dan cuek, sudah punya istri!"

"Oh, iya Mbak."

Mereka melanjutkan rapat yang tertunda. Dengan serius, Dera menyimak, mencatat setiap hal yang harus diingat. Dia juga mempelajari dokumen yang ada di sana.

Walaupun memiliki pendapatan dan posisi yang tinggi, tanggung jawab harus Dera emban begitu banyak.

***

"Dion, hei!" Dera menyapa dengan antusias. Dia menekan tombol speaker di ponselnya lalu meletakan benda tersebut ke atas meja.

"Gimana kantormu, Der? Oh ya, aku nggak lagi mengganggu kan?"

"Santai, aku nggak papa. Lagi istirahat makan siang kok," balas Dera seraya membaca berkas keuangan di depannya.

"Aku ganggu waktu makanmu dong?"

Dera terkekeh geli. "Nggak juga, aku nggak tertarik ke kantin. Lagi liat pembukuan tahunan nih, buat dipelajari sambil makan mie. Eh ya, kamu mau tau nggak, aku jadi apa di sini?"

"Apa itu? Terdengar dari nada bicaramu, posisi tinggi ya?"

"Hihi, iya! Aku senang sekali, Dion. Di sini, aku mendapat posisi wakil manajer!" seru Dera semangat. "Aku cuma pernah bermimpi menjadi orang terpenting dan kenyataan, karena kepercayaan itu, aku akan bekerja dengan giat."

"Syukurlah, aku cukup senang mendengarnya. Sangat bagus untukmu, Der."

"Iya, perusahaan juga menawarkan beasiswa, Dion. Aku mau, sungguh! Proses pendaftaran akan dilakukan beberapa hari dan seleksi besoknya, doakan aku ya!"

"Selalu, mau belajar bersama?"

"Emang kamu bisa?" Alis Dera terangkat sebelah. Meragukan kemampuan Dion.

"Bisa, dong. Jangan meremehkan aku ya!"

"Haha, oke deh." Dera menggeleng kecil, dia kembali berfokus kepada berkas-berkas di hadapannya. "Mana lokasi rumah makanmu, Dion? Kan aku pengen ke sana juga."

"Jangan deh, aku malu. Usaha masih kecil begini …."

"Ih, jangan bilang begitu."

"Kenyataannya, deh."

Tok! Tok!

Perhatian Dera teralihkan, dia menatap pintu ruangannya yang perlahan terbuka. "Silent, bentar ya Dion ada pegawai lainnya," bisiknya kepada Dion.

"Dera!!"

Ternyata Widya yang masuk membawa sekotak makanan ke arah mejanya. "Aku belikan roti buatmu, hm, rajin banget sih Bu Wakil ini~"

Dera terkekeh. "Terimakasih," katanya.

Dia menekan tombol speaker dimatikan dan mendekatkan ponselnya ke telinga. "Kita sambung nanti lagi ya bicaranya. Byee~"

Klik!

"Ciee, siapa tuh?"

Dera menggeleng. "Kok kamu di sini?" tanyanya mengalihkan perhatian.

Widya membuka kotak roti tersebut. "Ini, buatmu. Aku sengaja beli karena dengar kalau kamu nggak makan di luar sana membeli mie instan. Dasar," jawabnya.

Dera tersenyum, dia mengambil roti pemberian teman barunya itu. "Em, lezat. Terimakasih Widya."

"Sama-sama, btw, nanti pulang bareng ya?"

"Oke deh."

Widya menopang wajahnya di telapak tangan. "Aku nggak nyangka kalau kamu akan menempati posisi ini, Der."

"Aku juga sebenarnya."

"Hm, semua orang."

Dera memelankan kunyahannya, menatap Widya serius. "Mereka enggak suka ya sama aku menempati posisi ini? Apa karena masih junior?"

"Jangan ngomong gitu deh …."

"Aku serius, Wid. Aura di sini merasa enggak nyaman dan mereka sangat sungkan kalau bicara sama aku," jelas Dera sedih. "Jawab jujur ya, Wid."

"Em, sebenarnya, ada beberapa sih. Mereka yang udah senior di sini, enggak terima, soalnya ada pembicaraan kalau posisi wakil ini akan diadakan seleksi di antara mereka semua," jelas Widya memelankan suaranya.

"Aku juga takut di sini, mereka menyeramkan. Mulutnya tajam-tajam dan tidak peduli dengan pegawai junior."

"Termasuk Pak Dewa? Kamu dengar sesuatu? Kayaknya dia nggak suka sama kehadiranku."

Widya terkekeh geli, wajahnya semakin mendekati Dera agar tidak ada yang menguping pembicaraan mereka. "Mana ada, dia malah senang sekali. Karena ada kamu di sini, istrinya nggak perlu kerja keras."

"Emang siapa istrinya?"

"Bu Mery, kamu nggak tau?"

Mata Dera melebar, dia terbatuk-batuk kecil.

"Beneran, baru tau?"

Dia mengangguk. "S-serius kamu?"

"Iya, loh. Aku nih baru diajak gosip sama mbak-mbak di sana," kata Widya menyakinkan.

Dera menelan ludahnya gugup. "Harus hati-hati, hehe."

Widya mengangguk setuju. "Aku dapat saran dari Mbak di sana, kalau di ruang lingkup dunia kerja seperti ini jangan terlalu mempercayai seseorang. Mereka bisa balik mengkhianati kita … jadi, Der. Aku enggak mau ada kesalahpahaman di antara kita, menurutmu, kita harus saling percaya satu sama lain atau menjaga jarak agar tidak terjadi hal tak diinginkan?"