Lucas dan William jalan beriringan meninggalkan istana Whitethorn. Langit di luar telah menggelap dan keduanya berpapasan dengan beberapa orang murid pendeta yang baru pulang bekerja di luar istana.
Salju kembali turun dan Lucas pun mengetatkan mantelnya saat menyeberangi taman menuju istana Blackthorn.
"Kau benar-benar cari mati, William," ujar Lucas setengah terkekeh melihat surat milik Putri Arielle di tangan pria itu.
"Kau tahu, kurasa Putri Arielle memiliki potensi."
"Potensi apa?"
"Menaklukkan seorang Ronan D. Blackthorn."
"Ssst! Kau terlalu santai menganggap Yang Mulia Raja sebagai temanmu."
"Tapi ia memang temanku, sepupu jauhku. Kami bahkan menghadiri sekolah yang sama waktu kecil."
Lucas menutup mulutnya rapat-rapat. William memang sepupu jauh dari Yang Mulia Raja. Sebagai seorang ksatria yang hebat, pria itu memutuskan hubungan keluarganya dan memilih ikut dengan Raja Ronan.
Lucas juga cukup lama menghabiskan waktu untuk menjadi salah satu asisten raja namun ia tak cukup lama hingga mengetahui konflik apa yang membuat William meninggalkan keluarganya.
Hal terakhir yang Lucas ketahui, keluarga William diusir dari Northerndell. Lucas menggeleng tidak ingin memikirkannya. Itu bukan ranahnya untuk ikut campur.
"Tapi bukankah Putri Arielle terlalu baik untuk raja kita?" tanya Wiliam mengundang gelak tawa dari Lucas.
"Apa yang kau katakan? Tadi kau bilang Putri Arielle bisa menaklukan Yang Mulia Raja tetapi sekarang kau bilang Putri Arielle terlalu baik untuknya?"
"Aku serius! Kau harus tahu, tadi Putri Arielle dengan penuh perhatian mengajakku duduk di dekat perapian agar aku tidak kedinginan karena ia bilang bahwa ia melihatku kedinginan mengejar kelinci-kelinci itu. Waah, aku sampai merinding karena baru pertama kali mendapatkan perhatian kebaikan hati seseorang."
Lucas masih tertawa tapi ia mengangguk ikut menyetujui perkataan William barusan.
"Putri Arielle memang sangat baik. Malam purnama itu ia bahkan mengajakku makan bersama dan menyuruhku menunggu di dalam karena khawatir aku kedinginan."
"Benarkah?"
"Dan banyak pelayan di istana Whitethorn yang menyukai Tuan Putri karena kebaikan hatinya. Chef Michael bahkan kini selalu memuji Tuan Putri untuk minta diajarkan resep baru."
"Kepala dapur? Sejak kapan pria congkak itu mau seseorang mengajarinya?"
"Sejak dua hari yang lalu saat Putri Arielle mulai menyiapkan sarapan untuk Yang Mulia Raja."
William benar-benar terpukau mendengar cerita Lucas tentang gadis itu.
"Seorang putri datang ke dapur?" tanyanya masih tak percaya.
Lucas mengangguk. Mereka terus berjalan bersama sambil berbincang tentang Putri Arielle dan Raja Ronan, tetapi karena tujuan mereka berbeda kedua pria itu lalu melambaikan tangannya berbelok ke arah lain. William berjalan menyusuri lorong, masih mengagumi Putri Arielle. Ia menatap surat di tangannya.
"Aku rasa aku tahu apa yang menjadi daya tarik Putri Arielle sehingga membuat pria itu sering kali meninggalkan tugas kerajaannya."
William pun tiba di ruang kerja Ronan. Tanpa mengetuk ia membuka pintu itu dengan santai. Ronan masih saja mengenakan topengnya. William menyapa pria itu.
"Dari mana saja? Mengapa mengantar hewan-hewan itu membutuhkan waktu yang sangat lama?"
"Tenanglah, Yang Mulia. Aku bukan Putri Arielle jadi jangan merindukanku," goda William membuat Ronan menggerutu. Entah apa yang dikatakan sang raja tetapi William tak ambil pusing.
Ia mengulurkan surat dari Putri Arielle.
"Apa ini?" tanya Ronan curiga. Pasalnya surat itu begitu sederhana. Tak ada amplop atau tanda kerajaan layaknya surat formal yang selalu William berikan padanya.
"Aku tahu Anda sangat lelah hari ini. Jadi kubawakan sebuah ramuan untuk mengembalikan stamina Anda."
Ronan menatap William penuh curiga. Pria itu tampak terlalu ceria untuk seseorang yang tadi menggerutu akibat ditugaskan menangkap kelinci hingga kedinginan.
Setelah surat dipegang oleh Ronan, William pun izin mengundurkan diri meninggalkan ruangan.
Sang raja membuka surat tersebut dan mengerutkan keningnya. Ia merasa tak mengenali tulisan tangan tersebut. Goresan tintanya terlihat cukup canggung layaknya orang yang baru lancar menulis tetapi terlalu ragu untuk mencoret di atas kertas.
Tak butuh waktu lama bagi Ronan untuk mengetahui siapa pengirim surat tersebut. Senyumnya segera melengkung lebar. Pria itu melepaskan topengnya dan mendesah panjang.
Ronan mengusap wajahnya yang terlalu berseri. Ia menggeleng tak percaya bahwa mendapatkan ucapan terima kasih akan terasa semembahagiakan ini. Ronan mengistirahatkan dagunya pada salah satu telapak tangan dan terus memandangi tulisan tangan tersebut.
Ia terkekeh geli melihat gambar hati juga juga bunga yang begitu menggemaskan di atas kertas itu. Ronan sudah tak mampu berkonsentrasi bekerja lagi.
Terima kasih atas kebaikan hati Anda, Yang Mulia…
Pria itu merentangkan kedua tangannya merasa kembali semangat untuk menyelesaikan sisa pekerjaannya yang menumpuk di hari itu.
Oh iya, ia kan memberikan perintah kepada William untuk membuatkannya sebuah pigura kecil untuk menyimpan surat itu di kamarnya nanti.
***