Arielle mendorong kereta troli untuk membawakan sarapan untuk Raja Ronan. Dibantu Tania dan Michael, Arielle membuat sandwich dengan isian ham. Itu adalah salah satu menu sarapan favoritnya saat di Nieverdell. Tania selalu membuatkannya dengan mencuri jatah ham untuk Pangeran Alexis saat Arielle ingin memakan satu.
Lucas mengantarkan Arielle menuju ruang kerja Sang Raja, tempat pria itu selalu menghabiskan waktunya untuk bekerja dari pagi. Lucas mengetuk pintu dan mendapatkan izin dari sang pemilik ruangan untuk masuk.
"Terima kasih sudah menemaniku, Lucas."
"Dengan senang hati, yang Mulia," balas Lucas kemudian izin mengundurkan diri.
Arielle membuka pintu di depannya dan mendorong kereta troli masuk. Ronan yang tengah memeriksa sebuah kertas mengangkat kedua alisnya melihat Arielle membawakan sarapannya.
Arielle berbalik ke arah pria yang duduk di kursi kebesarannya. Diangkat sedikit gaunnya kemudian membungkuk memberi hormat.
"Selamat pagi, Yang Mulia. Saya telah membawakan sarapan untuk Anda," ujar Arielle sangat sopan.
Ronan pun meletakkan kertas di tangannya menunggu apa yang akan Arielle lakukan lagi. Meskipun banyak pertanyaan yang memenuhi kepalanya tetapi saat melihat Arielle berseikap demikian sungguh membuat Ronan terpukau.
"Menu sarapan pagi ini adalah roti lapis dengan ham panggang khas Nieverdell."
"Nieverdell? Kepala dapur membuat makanan orang selatan?" tanya Ronan.
Arielle tak menjawab dan hanya tersenyum. Ia membuka penutup nampan kemudian meletakkan makanan buatannya di atas meja tamu. Ronan yang mencium aroma sedap pun meninggalkan pekerjaannya dan duduk di sofa dan memandangi sandwich di depannya.
Selanjutnya Arielle meletakkan garpu dan pisau di samping piring. Ia pun menuangkan segelas susu hangat membuat kedua alis Ronan terangkat.
"Susu?" tanya Ronan sedikit tak percaya.
Arielle mengangguk.
"Kau ingin aku meminum segelas susu hangat?"
"Susu sangat baik untuk tubuh. Banyak kandungan yang sangat bermanfaat untuk tubuh. Tania sering memaksaku untuk meminumnya."
Ronan terkekeh pelan. William selalu menuangkan segelas kopi untuknya di pagi hari. Ia telah berhenti minum susu lebih dari dua puluh tahun yang lalu. Dan sekarang ia kembali diberi segelas susu? Ronan harap rasanya tak seburuk yang ia ingat di masa kecilnya dulu.
"Selamat menikmati sarapan Anda."
Ronan lekas meraih tangan Arielle dan menarik gadis itu untuk duduk di sampingnya.
"Lucas sudah memberitahu tugasmu kan?"
"Benar, tadi pagi Lucas telah menyampaikan tugasku."
"Lalu kau mau kemana? Dan di mana sarapanmu?"
"Ah… aku sudah makan di dapur tadi. Dan aku pikir Yang Mulia telah salah membuat daftar pekerjaanku. Maksud Anda tugasku adalah menyiapkan makanan Anda kan?"
Ronan mengangkat tangannya. "Tunggu dulu, kau berada di dapur pagi ini? Apakah sarapan ini bukan buatan Kepala Dapur Michael?"
"Aku yang membuatnya, Yang Mulia. Karena aku berpikir yang Anda maksud adalah menyiapkan makanan."
"Arielle, aku telah menugaskanmu untuk menemaniku, bukan menyiapkan makanan untukku. Aku telah membuat daftar pekerjaanmu dengan sangat jelas."
"Tapi bagaimana bisa menemani sarapan dan waktu minum teh disebut bekerja?"
"Tentu bisa, karena aku adalah seorang raja dan aku bebas menempatkanmu untuk pekerjaan apa pun yang aku inginkan."
Ronan merapikan rambut Arielle yang terurai. Pria itu pun menggeser tubuhnya untuk menarik piring di depannya mendekat. Gadis itu terdiam di tempat. Arielle tidak menyukai perasaan ini. Ia masih merasa berutang kepada Ronan. Ronan melihat mata sendu itu mendesah panjang.
Ia mendorong piringnya ke depan Arielle.
"Baiklah, kau ingin bekerja bukan? Kalau begitu suapi aku."
"Huh?" Arielle menatap pria di depannya dengan bingung.
Ronan segera meraih garpu juga pisau kemudian diberikannya kepada Arielle. Arielle menatap netra merah di balik topeng itu dan mengangguk mengerti. Mata itu memancarkan aura bersungguh-sungguh dan Arielle tak akan bisa mendebat keinginan seorang raja.
"Baik, Yang Mulia."
Arielle tidak langsung memotong roti lapis tersebut. Ia justru meletakkan garpu dan pisau yang Ronan berikan kembali ke atas meja, membuat pria itu kebingungan. Tubuhnya menegang saat Arielle meraih wajahnya. Gadis itu menyentuh topengnya dengan satu tangan sedangkan satu tangan lain melepaskan kaitan kain di balik kepala Ronan.
Ronan yang belum terbiasa dan merasa terkejut memegangi tangan Arielle erat. Namun ia teringat perbincangan keduanya tadi malam tentang menjadi seorang teman. Ronan memejamkan matanya, merasa khawatir Arielle merasa menyesal telah melihat wajahnya di bawah sinar pagi yang lebih terang dari malam hari.
"MengapaYang Mulia menutup mata?" tanya Arielle yang bingung.
Ronan perlahan membuka matanya dan Arielle tersenyum melihat netra merah yang terlihat lebih bersinar karena tidak lagi terhalangi bayangan topeng yang kini ada di tangan Arielle. Sang putri tersenyum lembut.
"Mata Anda terlihat sangat indah," puji Arielle tulus membuat Ronan terpaku di tempat. Ini adalah pertama kali seumur hidupnya seseorang benar-benar memuji matanya.
Ia mewarisi mata merah dari sang ayah, dan satu-satunya orang yang bermata merah di keluarganya. Para sepupu jauhnya tidak memiliki mata merah meskipun berasal dari garis keturunan yang sama. Mereka bilang mata merah itu adalah tanda kutukan yang hanya diterima oleh garis keturunan yang akan menanggung kutukan ke garis keturunan selanjutnya.
Mereka bilang mata merahnya pertanda bahwa ia adalah monster. Ronan tidak menampik fakta itu. Namun, selama ini matanya selalu ditakuti oleh keluarganya. Ini adalah pertama kali bagi Ronan mendapatkan pujian tersebut.
Ronan tak tahu cara membalas pujian Arielle.
Arielle hanya tersenyum kemudian meraih garpu juga pisau di depannya. Ia memotong sandwich tersebut menjadi beberapa potongan yang lebih kecil. Ditusuknya potongan kecil tersebut dan Arielle menyodorkan sandwich yang sudah dipotong ke depan mulut Ronan yang masih termangu di depan.
"Yang Mulia?" panggil Arielle membuat Ronan mengerjapkan matanya beberapa kali.
Ronan baru sadar bahwa sedari tadi ia tengah melamun sehingga tak sadar Arielle telah menunggunya untuk membuka mulut. Ronan pun memasukkan potongan sandwich tersebut dan mengunyahnya.
Sandwich adalah menu yang sangat sederhana dan ia pun pernah memakannya beberapa kali. Namun kali ini rasanya berbeda. Ham yang biasa chef Michael hidangkan kali ini entah kenapa terasa lebih enak. Perpaduan rempah-rempah khas selatan terasa sangat memanjakan lidahnya.
Harus Ronan akui, makanan orang selatan memang selalu lezat. Sedangkan orang Utara lebih senang makanan yang membuat tubuh hangat dan jarang memikirkan perpaduan rempah.
Selain alasan itu rempah di utara sangatlah mahal. Tanah utara yang beku tidak bisa dibuat untuk menanam rempah yang membutuhkan sinar matahari setiap saat.
Ronan terlahir sebagai anggota keluarga kerajaan yang memiliki akses untuk membeli rempah dari orang selatan. Namun karena sebelumnya ia merasa makanan yang diberi rempah-rempah tidak ada bedanya dengan makanan yang tidak diberi rempah, Ronan pun mengurangi pasokan rempah yang masuk ke istana.
Ternyata setelah mencoba sarapan yang dibuat Arielle, Ronan baru menyadari sesuatu. Ini bukan masalah rempah yang tidak memberikan rasa baru melainkan bagaimana orang yang memasaknya bisa mengolah rempah tersebut.
Arielle mengangkat potongan sandwich kedua dan Ronan menerimanya dengan antusias. Gadis itu sungguh penasaran dengan komentar Ronan akan masakannya. Ia ingin bertanya tetapi tidak ingin mengganggu pria itu makan.
Ia takut kejadian di masa lalunya terjadi kembali. Dulu saat Arielle masih kecil, dirinya pernah diundang untuk makan lama bersama keluarga besarnya untuk merayakan ulang tahunnya yang ketujuh. Arielle kecil masih belum menyadari ketidaksukaan yang saudara-saudaranya merasa antusias untuk merayakan ulang tahunnya.
Saat itu Arielle diberi kehormatan untuk duduk di samping raja membuat hati kecilnya membuncah. Arielle kelewat antusias sehingga sepanjang makan, ia selalu mengoceh tentang hari-harinya yang menyenangkan.
Kemudian Arielle kecil bertanya pada ayahnya.
"Bagaimana hari ayah? Apakah menyenangkan juga?"
Raja Nieverdel kemudian menjawab dengan sangat dingin. "Diamlah. Aku sedang makan di sini. Dan panggil aku Yang Mulia Raja."
Arielle kecil sangat patah hati malam itu. Ia melihat sekeliling meja makan dan baru tersadar bahwa seluruh saudaranya tengah makan dalam keheningan. Sejak saat itu setiap ada undangan makan malam keluarga, Arielle selalu duduk di ujung meja, jauh dari sang raja, meskipun itu makan malam untuk merayakan ulang tahunnya sekalipun.
"Kau tidak ingin bertanya pendapatku tentang sandwich ini?" tanya Ronan setelah menelan makanan dari mulutnya.
"Oh, maaf. Aku hanya tidak ingin mengganggu Anda makan, Yang Mulia," ujar Arielle yang kemudian kembali menyuapkan satu potongan lain.
"Hm?" Rona memperhatikan gadis itu lekat-lekat mencoba membaca apa yang sedang Arielle pikirkan. "Kau sama sekali tidak menggangguku."
"Tidak?"
"Tidak, lihatlah kita sedang berbincang saat aku makan sekarang."
Arielle lupa bahwa di depannya saat ini adalah Raja dari Northednell. Bukan ayahnya. Arielle pun menjadi lega dan tersenyum saat pria di depannya kembali menerima suapannya.
"Jadi, bagaimana sarapan pagi ini, Yang Mulia?" tanya Arielle mencoba menghapus kegetiran di hatinya saat mengingat sang ayah.
"Sangat lezat."
"Benarkah? Aku bisa membuatkan lebih banyak makanan."
Ronan meraih tangan Arielle dan menggenggamnya erat. "Namun sudah cukup untuk hari ini saja. Kau tak perlu menyusahkan diri lagi. Tugasmu bukan untuk menyiapkan sarapan untukku."
"Tapi…."
Ronan menepuk kepala gadis itu lembut.
"Kita akan langsung memulai pembelajaran kita setelah ini," ujar Ronan sambil meraih gelas susunya. Pria itu menatap cairan berwarna putih itu dengan ragu namun karena Arielle sedang menatapnya, Ronan pun mulai menegak cairan manis tersebut.
Ia mengernyit karena merasa aneh tetapi tetap dihabiskannya susu itu sampai tetes terakhir.