Chereads / Putri Sandera Dan Raja Serigala / Chapter 17 - Binatang Buas Bermata Merah

Chapter 17 - Binatang Buas Bermata Merah

Tidak hanya Pendeta Elis dan Willian yang memberikan peringatan kepada Arielle untuk tetap tidak meninggalkan istana Whitethorn selama dua malam ke depan. Kini Lucas juga memberitahukan hal yang sama ditambah dengan kalimat bahwa itu adalah… salah satu perintah Yang Mulia Raja.

Jauh di lubuk hatinya, Arielle sangat penasaran. Namun ia tidak ingin memaksakan kehendaknya dengan terus bertanya hal-hal yang mungkin menjadi rahasia orang istana Northendell.

Di kamar, Tania telah menanti Arielle dengan sebaskom air hangat.

"Yang Mulia, apakah Anda mendengar tentang perintah untuk menetap di kamar selama dua malam ke depan?"

"Iya. Pendeta Elis, Lucas, hingga William, pengawal pribadi Raja Ronan pun mengatakan hal yang sama."

Sang pelayan lalu membantu Arielle melepaskan mantelnya dan menyediakan sandal yang lebih hangat. Ia membawa Arielle untuk duduk di sofa kemudian membasuh tangan gadis itu dengan air hangat agar tidak kedinginan.

"Kepala pelayan pun memperingati hal yang sama. Dan beberapa pelayan bahkan diizinkan pulang. Sebenarnya apa yang terjadi?" tanya Tania bingung

"Tania, apa kau ingat apa yang diceritakan pelayan di penginapan saat itu?"

"Tentang ia bertemu serigala sebesar kuda dan memiliki mata merah?"

Arielle mengangguk. Ia mengelap tangannya yang sudah dibasuh untuk dikeringkan kemudian berjalan ke arah jendela kamar. Ia membuka pintu balkon dan hawa dingin pun menyeruak masuk.

"Aku rasa Utara memiliki hal-hal aneh di luar nalar kita. Maksudku… Pendeta Elis pun mengatakan hal yang sama, yaitu di malam saat bulan dalam fase paling terang yakni fase bulan purnama, gerbang yang menjaga gunung Birwick akan melemah sehingga ada kemungkinan makhluk-makhluk di sana akan turun gunung. Mungkin monster serigala itu salah satunya."

"Tapi ini kan istana, Yang Mulia. Apakah penjagaan istana Northendell selemah itu hingga mereka tak mampu menjaganya?"

Arielle juga merasa aneh. "Aku pun mempertanyakan hal yang sama, Tania. Istana yang dipenuhi oleh prajurit terlatih justru ikut mengurung diri mereka. Tapi, kita hanyalah orang luar yang tak tau apa-apa. Selayaknya kita ikuti saja perintah mereka."

Arielle tertawa kemudian menutup kembali pintu balkon kamarnya. "Aku tidak sebodoh itu, membahayakan nyawaku hanya untuk memenuhi hasrat keingintahuanku."

***

Di sisa hari itu Arielle menggunakan waktunya untuk mulai menggambar sketsa di atas kanvas baru. Makan siang dan malam, selalu dibawa oleh Lucas seorang diri. Setiap Arielle membuka pintu ia akan mendapati Lucas tengah duduk di salah satu kursi dekat pintu kamarnya sedang membaca buku dengan pendar lilin seadanya.

Mendengar pintu kamar Putri Arielle kembali terbuka, Lucas segera menutup bukunya dan menghampiri Arielle yang tengah menatapnya khawatir.

"Lucas, kau tidak tidur di kamarmu?" tanya Arielle keheranan.

Kepribadian Lucas tak jauh berbeda dengan Pendeta Elis, ia hanya tersenyum. "Saya telah ditugaskan untuk menjaga Tuan Putri selama dua malam ke depan."

"Um… tapi di luar akan sangat dingin. Setidaknya gunakan lilin yang lebih besar."

"Terima kasih atas perhatiannya, Yang Mulia. Ini sudah cukup."

"Kau sudah makan malam?" tanya Arielle lagi.

"Sudah, Yang Mulia."

Tepat saat Lucas selesai mengatakan hal tersebut, perutnya berbunyi membuat wajah pria itu merona menahan malu. Arielle tertawa kecil, merasa lucu saat melihat Lucas merona untuk pertama kalinya. Ia meraih tangan Lucas dan mengajaknya masuk ke dalam kamar.

"Eh, Tuan Putri?" Lucas sangat terkejut melihat tangannya ditarik Arielle begitu saja.

"Sudah, jangan dipikirkan. Kau akan berjaga sepanjang malam. Setidaknya hangatkan tubuhmu terlebih dulu dan isi perutmu."

Arielle meraih buku milik Lucas dan meletakkannya di atas ranjang miliknya. Tania membantu Arielle untuk menyediakan makan malam bagi Lucas.

"Bukankah itu makan malam milik Tuan Putri yang baru aku bawakan?" Lucas bertanya dengan keheranan.

"Yup, dan kita akan makan bersama-sama," ujar Arielle sembari mengulurkan piring ke arah Lucas.

Lucas sedikit gugup karena ia tidak pernah makan bersama seorang putri kerajaan sebelumnya. Ia hanya salah satu pengawal raja yang diberikan tugas lain.

"Terima kasih… mu-mungkin aku akan memakannya di luar saja."

Arielle menahan pundak Lucas yang hendak pergi. "Di luar sangat dingin… setidaknya hangatkan tubuhmu lebih dulu. Aku tidak akan kemana-mana, jadi kau tak perlu khawatir."

Arielle kembali duduk dan menerima sepiring makanan dari Tania. Lucas menunggu Arielle dan pelayannya untuk menyantap makanan mereka duluan, setelah keduanya makan barulah Lucas ikut mengambil sendok. Baginya bentuk perhatian dari Arielle lebih menghangatkan hatinya ketimbang hangat yang memancar dari perapian.

Lucas menyadari bahwa gorden pintu serta jendela kamar Putri Arielle dibuka lebar sehingga mereka bisa melihat pemandangan dari luar. Lucas yang tengah makan dengan tenang seketika meraih segelas air kemudian meletakkan piringnya.

"Lucas?" tanya Arielle.

"Dia ada di dekat sini. Tania, bantu aku mematikan seluruh lilin!" perintah Lucas tegas.

Arielle hanya duduk di tempatnya menunggu penjelasan Lucas yang mematikan seluruh lampu. Pria itu lalu menutup gorden sehingga tak ada lagi cahaya yang masuk ke dalam ruangan selain cahaya bulan.

"Lucas? Apa yang terjadi?"

AUUUWWW!!!!

Tubuh Arielle menegang mendengar lolongan serigala. Ia tak salah dengar. Itu adalah suara lolongan serigala. Tapi yang membuat Arielle panik adalah lolongan itu terdengar sangat dekat. Mungkin berada di halaman istana.

Lucas meletakkan telunjuk di depan bibirnya, meminta Arielle atau Tania untuk tidak bersuara sama sekali. Pria itu perlahan memasang posisi siaga dengan tangan memegang pedang di pinggangnya. Ia bersiap-siap mengeluarkannya kapan pun bahaya muncul.

Arielle duduk dengan tegang. Ia teringat kejadian saat kereta rombongannya diserang oleh bandit. Namun ketakutan yang ia rasakan sekarang jauh lebih besar.

Detik demi detik berlalu dengan kengerian.

Jantung Arielle berdetak sangat cepat. Suasana terasa sangat mencekam dan tidak ada seorang pun yang mengeluarkan suara. Hanya desah napas pelan dan detak jantung mereka yang bertalu-talu terasa mengisi keheningan. Setelah beberapa menit berlalu, barulah Lucas meletakkan kembali pedangnya.

"Sepertinya dia sudah pergi," ujar Lucas membuat Arielle menghembuskan nafas lega. Ia masih memegangi jantungnya yang berdebar sangat cepat.

"Itu tadi apa, Lucas? Terdengar sangat dekat sekali… seperti ada di dalam area istana."

Lucas membuka kembali gorden kamar agar cahaya bulan bisa membantu penerangan ruangan itu.

"Semuanya sudah reda, selama Anda tidak meninggalkan ruangan semuanya akan baik-baik saja."

AARRRRRGHH!!!

"AWOOOOO!!!!"

Seekor serigala berbulu hitam sebesar kuda tiba-tiba melompat ke dalam balkon kamar Arielle. Lucas yang terkejut segera berbalik dan berteriak kepada Arielle dan Tania, "Kalian berdua cepatlah bersembunyi!"

Arielle yang sangat terkejut hanya terdiam di tempat, tak bisa menggerakkan otot-ototnya untuk kabur. Ia terlalu takut untuk bergerak. Tania yang panik meraih tangan Arielle tak bisa bersuara.

Arielle membelalakkan matanya menatap netra merah hewan buas yang kini menggeram di depannya. Mereka berdua hanya terpisah pintu kaca yang bisa dirobohkan oleh binatang itu kapan pun.

Lucas segera melindungi Arielle dengan mengacungkan pedangnya membuat serigala tersebut menggeram.

Pintu kamar terbuka dengan suara berdebum dan delapan orang pendeta muncul dengan trigram melingkar pada masing-masing kedua tangan mereka. Lucas mundur memberikan ruang untuk para pendeta mengeluarkan cahaya dari telapak tangan mereka.

Saat para pendeta memancarkan sinarnya, seketika itu juga serigala bermata merah tersebut lari meninggalkan balkon kamar milik Arielle.

Setelah serigala itu pergi, tubuh Arielle terasa menjadi sangat lemas. Kedua kakinya bahkan tak mampu menahan bobot tubuhnya sehingga ia jatuh terduduk di atas lantai. Tania pun sama terkejutnya. Wanita tua itu hampir menangis karena teringat trauma akan kejadian bandit yang menyerangnya.

Seseorang menyentuh pundak Arielle membuat gadis itu mendongak. Di depannya kini berjongkok Pendeta Elis. Lucas yang khawatir ikut merangsek untuk memeriksa kondisi sang putri.

"Maaf atas keteledoran kami. Malam ini saya akan meninggalkan dua pendeta untuk menemani Anda bersama Lucas."

"I-itu tadi.. apa…?" tanya Tania terbata-bata.

Pendeta Elis tersenyum seakan yang barusan terjadi bukanlah sesuatu yang mengerikan. "Sesuatu yang tak bisa kami lukai. Anggaplah ia sebagai penjaga utama dari Kerajaan Northendell."

"Ta-tapi…"

"Mungkin ia hanya ingin menyapa Tuan Putri," guyon Pendeta Elis membuat Arielle tak bisa berkata-kata. Menyadari guyonannya tak mendapat tawa, pria itu kemudian tertawa canggung. "Ma-Maafkan saya, saya tidak bermaksud apa-apa. Anda tak perlu khawatir. Kami akan melindungi Tuan Putri dengan segenap kemampuan kami. Dan itu adalah keinginan dari Yang Mulia Raja Ronan…"

Lucas menutup kembali menutup gorden agar Putri Arielle tak kembali membayangkan kejadian tadi. Tania membantu Arielle untuk merebahkan tubuhnya. Lucas bersama dua pendeta lainnya kini berada di dalam kamar.

Arielle sedari tadi terdiam tak mampu mengutarakan apa-apa. Setiap ia memejamkan matanya, ia terbayang bagaimana mata merah yang menatapnya membuat Arielle bergidik ngeri.

Tunggu dulu… Mata merah?

Arielle teringat seseorang yang memiliki netra semerah monster tadi.

"Lucas? Kira-kira apa yang sedang Raja Ronan lakukan saat ini?"

Kedua pendeta yang berjaga saling bertatap dan menunggu jawaban dari Lucas.

"Mungkin Raja Ronan sedang tertidur pulas? Atau mungkin saja tengah melawan monster tadi. Tak ada yang tahu karena Yang Mulia Raja memiliki caranya tersendiri untuk melewati malam purnama seperti ini," kata Lucas.

Arielle mengeratkan selimutnya dan sekali lagi suara lolongan srigala kembali terdengar. Namun kali ini terdengar lebih jauh.

Malam itu Arielle tak bisa tidur sama sekali. Bahkan mengerjapkan matanya saja ia tak berani karena terus terbayang-bayang kejadian tadi. Lolongan serigala tak hanya terdengar dua kali. Arielle menghitung lebih dari lima belas kali serigala tersebut melolong sepanjang malam. Dan lolongan tersebut baru mereda saat hari mulai pagi.